tag:blogger.com,1999:blog-57078797012243073872024-03-13T07:23:11.340-07:00Justissica Al HakimBelajar Berbagai Ilmu Pengetahuan tentang HukumUnknownnoreply@blogger.comBlogger19125tag:blogger.com,1999:blog-5707879701224307387.post-12522982909447413842013-04-10T17:46:00.000-07:002013-04-10T18:07:19.066-07:00HUKUM PASAR MODAL DI INDONESIA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
<b>HUKUM PASAR MODAL</b><br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-I-zJoP5dty0/UWYJyrqqw5I/AAAAAAAAAMM/3XBL6dKNaT4/s1600/pasar.jpg" imageanchor="1" ><img border="0" src="http://4.bp.blogspot.com/-I-zJoP5dty0/UWYJyrqqw5I/AAAAAAAAAMM/3XBL6dKNaT4/s320/pasar.jpg" /></a><br />
<br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek atau perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya atau lembaga profesi yang berkaitan dengan efek untuk melakukan transaksi jual beli. Oleh karena itu, pasar modal merupakan tempat bertemu antara penjual dan pembeli modal/dana.<br />
Dengan demikian, tujuan pasar modal adalah mempercepat proses ikut sertanya masyarakat dalam pemilikan saham menuju pemerataan pendapatan masyarakat serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengerahan dana dan penggunaannya secara produktif untuk pembiayaan pembangunan nasional. Di dalam pasar modal, barang yang diperdagangkan tidak seperti pada pasar barang seperti baju, sepatu, tas, tetapi barang yang diperdagangkan berupa surat-surat berharga. Surat-surat berharga yang diperjualbelikan di pasar modal disebut instrumen pasar modal. Instrumen di pasar modal dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu saham, obligasi, dan derivatif.<br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div>1 ) Saham<br />
Saham merupakan bukti kepemilikan atas suatu perusahaan dengan adanya modal yang disetor. Jika kalian menanam modal di suatu perusahaan, maka kalian ikut andil dalam kepemilikan perusahaan tersebut. Semakin besar saham yang dimilikinya, maka semakin besar pula kekuasaannya di perusahaan tersebut.<br />
Keuntungan yang diperoleh dari saham tersebut disebut dividen.<br />
Adapun jenis saham dibedakan menjadi dua yaitu saham biasa (common stock) dan saham preferen (preferred stock).<br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div>2 ) Obligasi<br />
Obligasi merupakan surat pengakuan utang jangka panjang yang dikeluarkan suatu perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh dana. Selain perusahaan, pemerintah juga menerbitkan obligasi untuk memperoleh dana pembangunan, misalnya perbaikan jalan, pembangunan gedung sekolah, dan fasilitas-fasilitas umum lainnya.<br />
Pemegang obligasi akan memperoleh bunga secara periodik dan akan menerima pokok pinjaman pada tanggal jatuh tempo.<br />
Keuntungan membeli obligasi diwujudkan dalam bentuk kupon.<br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div>3 ) Derivatif<br />
Derivatif merupakan bentuk turunan dari saham. Derivatif yang ada di Indonesia berupa warrant dan right.<br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div>a) Warrant, yaitu efek yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memberikan hak kepada pemegang efek untuk membeli saham langsung dari perusahaan tersebut dengan harga dan waktu yang telah ditetapkan.<br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div>b) Right, yaitu hak dari pemegang saham yang ada untuk membeli saham baru yang akan diterbitkan oleh perusahaan sebelum saham tersebut ditawarkan kepada pihak lain atau hak memesan efek terlebih dahulu.<br />
Perusahaan yang melakukan penjualan surat-surat berharga disebut emiten, sedangkan pembeli surat-surat berharga yang ditawarkan oleh emiten disebut investor. Contoh bursa efek di Indonesia adalah Bursa Efek Indonesia yang merupakan gabungan dari Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya.<br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><b>Pemain Utama Pasar Modal </b><br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div>Disebut pemain utama, karena pihak-pihak ini yang paling berperan dalam perdagangan efek. Berikut ini pemain utama dalam bursa efek.<br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><b>(1) Emiten</b><br />
Emiten adalah pihak yang melakukan penjualan surat-surat berharga atau melakukan emisi di bursa. Dalam melakukan penjualannya, emiten dapat memilih dua macam instrumen pasar modal, yaitu bersifat kepemilikan atau utang.<br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
<b>(2) Investor</b><br />
Investor adalah pemodal yang akan membeli atau menanamkan modalnya di perusahaan yang akan melakukan penjualan surat-surat berharga. Sebelum membeli atau menanamkan modalnya, investor melakukan analisis terhadap perusahaan tersebut, prospek emiten, dan lain-lainnya. Investor ini dapat berasal dari dalam negeri dan luar negeri.<br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
<b>(3) Penjamin Emisi (Underwriter)</b><br />
Penjamin emisi merupakan lembaga yang menjamin terjualnya saham atau obligasi sampai batas waktu tertentu.<br />
(4) Perantara Perdagangan Efek (Pialang)<br />
Pialang merupakan perantara antara penjual dengan pembeli surat-surat berharga. Pialang disebut juga broker. Tugas pialang meliputi: memberikan informasi tentang emiten, dan melakukan penjualan surat-surat berharga kepada para investor.<br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><b><br />
(5) Manajer Investasi</b><br />
Manajer investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola efek untuk para nasabah<br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
<b>Dasar Hukum Pasar modal</b><br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
1. Undang-Udang Nomor 8 Tahun 1995, tentang Pasar Modal.<br />
2. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995, tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal.<br />
3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995, tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal.<br />
4. Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 645/KMK.010/ 1995, tentang Pencabutan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1548 Tahun 1990 tentang Pasar Modal.<br />
5. Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 646/KMK.010/ 1995, tentang Pemilikan Saham atau Unit Penyertaan Reksadana oleh Pemodal Asing.<br />
6. Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 647/KM K.010/ 1995, tentang Pembatasan Pemilikan Saham Perusahaan Efek oleh Pemodal Asing.<br />
7. Keputusan Presiden Nomor 117/1999 tentang Perubahan atas Keppres Nomor 97/ 1993 tentang Tata cara Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 115/1998.<br />
8. Keputusan Presiden Nomor 120/1999 tentang Perubahan atas Keppres Nomor 33/1981 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 113/1998.<br />
9. Keputusan Presiden Nomor 121/1999 tentang perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 183/1998 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal, yang telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 37 / 1999.<br />
10. Keputusan Menteri Negara Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 38/S1K/1999 tentang Pedoman dan Tata¬cara Permohonan Penanaman Modal yang didirikan dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing.<br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
<b>Lembaga Penunjang dalam Pasar Modal<br />
</b><br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
Lembaga penunjang dalam pasar modal merupakan pendukung/penunjang beroperasinya suatu pasar modal. Dalam menjalankan fungsinya lembaga penunjang, terdiri dari penjamin emisi, penanggung (guarantor), wali amanat, perantara perdagangan efek, pedagang efek (delaer), perusahaan surat berharga, perusahaan pengelola dana (investment company), biro administrasi efek (BAE).<br />
<br />
<b>Profesi Penujang dalam Pasar Modal</b><br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
<b>Profesi penunjang dalam pasar modal, antara lain :</b><br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
a. Notaris<br />
Yaitu pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan terdaftar di Bapepam.<br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
b. Konsultan Hukum<br />
Yaitu memberikan pendapat dari segi hukum (legal opinion) mengenai segala kewajiban yang mengikat perusahaan yang hendak go public secara hukum.<br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
c. Akuntan Publik<br />
Bertanggung jawab memberikan pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan perusahaan yang hendak go public dan bukan kebenaran atas laporan keuangan.<br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
d. Perusahaan Penilai<br />
Adalah pihak yang melakukan kegiatan penilaian kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan yang hendak go public.<br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
<b>Larangan dalam Pasar Modal</b><br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
a. Penipuan dan manipulasi dalam kegiatan perdagangan efek<br />
Setiap pihak dilarang secara langsung maupun tidak langsung, antara lain:<br />
1. Menipu pihak lain dengan cara apa pun,<br />
2. Membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta material atau tidak mengungkapkan fakta yang material,<br />
3. Setiap pihak dilarang dengan cara apa pun membuat pernyataan, memberikan keterangan secara material tidak benar,<br />
4. Setiap pihak baik sendiri-sendiri maupun bersama dengan pihak baik dilarang melakukan dua transaksi efek atau lebih.<br />
b. Perdagangan orang dalam(insider trading)<br />
Adalah seseorang yang membocorkan informasi terhadap informasi rahasia yang belum diumumkan kepada masayrakat, sehingga merugikan pihak-pihak laian<br />
c. Larangan bagi orang dalam<br />
d. Larangan bagi pihak yang dipersamakan dengan orang dalam<br />
e. Perusahaan efek yang memiliki informasi orang dalam.<br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
<b>Sanksi terhadap Larangan</b><br />
a. Sanksi Administrasi<br />
b. Sanksi Pidana<br />
<br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><b>DI KUTIB DARI BERBAGAI SUMBER</b><br />
Unknownnoreply@blogger.com195tag:blogger.com,1999:blog-5707879701224307387.post-59382634500671861712013-01-04T04:53:00.002-08:002013-01-04T04:53:52.874-08:00Membangun Budaya Hukum<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
hukum tak akan ada tanpa adanya struktur hukum itu sendiri, struktur hukum tidak akan ada tanpa ada subtansi hukum dan keduanya (struktur hukum dan subtansi hukum tidak akan berjalan tanpa ada budaya hukum). budaya hukum merupakan sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum. sikap masyarakat ini meliputi kepercayaan, nilai-nilai, ide-ide, serta harapan masyarakat terhadap hukum dan sistem hukm. budaya hukum juga merupakan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum dilaksanakan, dihindari atau bahkan bagaimana hukum di salahgunakan. budaya hukum mempunyai peranan yang besar dalam sistem hukum, tanpa budaya hukum maka sistem hukum akan kehilangan kekuatannya seperti yang di katakan Lawrence M. Friedman "without legal culture, the legal system is meet-as dead fish lying in a basket, not a living fish swimming in its sea".<br />
stuktur hukum, subtansi hukum dan budaya hukum harus berjalan sinergi agar tercipta hukum dan sistem hukum yang baik dan melindungi masyarakat serta menja ketertiban masyarakat sebagaimana tujuan diadakannya hukum dan sisem hukum itu sendiri. apabila di umpamakan, struktur hukum merupakan mesin yang menghasilkan sesuatu, substansi hukum merupakan produk yang di hasilkan oleh mesin, dan budaya hukum merupakan orang yang memutuskan untuk menjalankan mesin serta membatasi penggunaan mesin. dari hal ini, tentu kita dapat melihat betapa besar pengaruh dari budaya hukum, dan siapa yang berperan dalam membangun budaya hukum ini juga tak lepas dari peran serta masyarakat. jika masyarakat sadar akan fungsi kontrol mereka tentu akan tercipta bunyi pancasila ke-5 "keadilan sosial bagi seluruh masyarakat indonesia" juga akan terwujudnya asas "equality before the law". negara yang kuat adalah negara yang masyarakatnya maju dan mau membangun negerinya dan terwujudnya kontrol sosial yang balance,,,,<br />
Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5707879701224307387.post-5362843299447588602013-01-01T23:41:00.000-08:002013-01-02T00:12:50.358-08:00PELAKSANAAN PPA (PROGAM PENGENALAN AKADEMIK) FAKULTAS HUKUM UMS 2009<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-idfuqG3oXtw/UOPor6JMnWI/AAAAAAAAAJM/GujOvYHk4d8/s1600/P1010092.JPG" imageanchor="1" style="margin-left:1em; margin-right:1em"><img border="0" height="150" width="200" src="http://1.bp.blogspot.com/-idfuqG3oXtw/UOPor6JMnWI/AAAAAAAAAJM/GujOvYHk4d8/s200/P1010092.JPG" /></a></div><br />
<b>A. LATAR BELAKANG</b><br />
<br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
Sejalan dengan perkembangan dunia pendidikan, perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan formal yang mengembangkan amanah untuk menciptakan masyarakat akademik yang cakap ilmu dan juga menjadi wakil untuk melakukan perubahan sosial. Perguruan tinggi secara formal merupakan pendidikan lanjutan yang mempunyai perbedaan yang cukup mendasar dengan pendidikan formal sebelumnya, yaitu sekolah lanjutan atas (SLA), MA maupun SMU/SMK. Perbedaan proses pembelajaran antara perguruan tinggi dan sekolah lanjutan atas sejak dini harus diperkenalkan kepada mahasiswa baru, tentunya memerlukan adaptasi terhadap lingkungan dan budaya baru yang ditempatinya.<br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
Penyelenggaraan ospek yang berlandaskan pada SK Dirjen Dikti No. 38/DIKTI/Kep/2000 tentang Pengaturan Kegiatan Penerimaan Mahasiswa Baru di Perguruan Tinggi, pada dasarnya bertujuan untuk memberikan pengenalan awal bagi mahasiswa baru, baik berkenaan dengan sejarah kampus, lembaga-lembaga yang ada di kampus, jenis kegiatan akademik, sistem kurikulum, cara pembelajaran yang efektif di perguruan tinggi, para pemimpin universitas, fakultas dan dosen. Orientasi Studi Pengenalan Kampus (OSPEK) bagi mahasiswa baru, merupakan kegiatan yang penting di berbagai perguruan tinggi, meskipun dengan nama yang berbeda-beda (Afandi, 2000).<br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
Tampaknya aktivitas ospek masih menonjolkan eksploitasi fisik dan mental, bahkan tidak sedikit mahasiswa tiap tahunnya menjadi korban kolonial yang tetap dipertahankan dalam dunia pendidikan. Sangat disayangkan memang jika mahasiswa yang seharusnya mengedepankan intelektualitas, daya nalar, serta berpikir kritis melakukan tindakan yang tidak wajar karena sebenarnya masih banyak cara yang ditempuh tanpa mengandalkan kekerasan fisik. Ospek pada awalnya digagas sebagai inisiasi mahasiswa baru yang intinya memperkenalkan sistem pendidikan tinggi, cara belajar mandiri, serta ciri khas masing-masing perguruan tinggi, sekaligus sebagai wahana perkenalan awal antara sesama mahasiswa baru sehingga dapat lebih mempererat penyadaran insaniah. Namun demikian, pelaksanaan ospek ternyata rawan kekerasan.<br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
Segala tindakan yang memberikan efek negatif ataupun mental dapat dimasukkan dalam kekerasan. Perintah dari senior yang terkadang aneh dan tidak mendidik seringkali menjadi bumbu pelaksanaan ospek, semakin aneh tugas yang diberikan, mereka semakin dianggap kreatif. Hal itulah yang sangat rawan terjadi pada ospek mulai dari hukuman fisik sampai keluarnya kata-kata yang tidak sopan.<br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
Contohya pada September 2001, salah satu mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta di wilayah Jawa Barat mengalami penganiayaan. Ia adalah calon mahasiswa jurusan Manejemen Informatika yang saat mengikuti kegiatan ospek Jumat silam, meminta kepada panitia untuk istirahat lantaran kelelahan. Alasannya penyakit yang diderita pemuda berusia 19 tahun tadi kambuh. Biasanya, saat kambuh, secara spontan melakukan tindakan yang ganjil. Misalnya tanpa sadar meminta uang. Hal tersebut kontan membuat panitia berang. Tak berpikir panjang, sejumlah panitia langsung memukuli korban beramai-ramai lantaran menganggap calon mahasiswa itu mabuk.<br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
Pada tahun 2004, lebih dari 4 orang calon mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi di Makassar yang sedang mengikuti kegiatan OSPEK jatuh pingsan karna kelelahan sehingga korban dilarikan ke RS. Wahidin Sudirohusodo.<br />
Pada tahun 2005, masih di salah satu Perguruan Tinggi di Makassar 2 orang calon mahasiswa baru saat kegiatan OSPEK terpaksa harus dilarikan ke Rumah Sakit. Salah satu dari keduanya mengalami pergeseran tulang rahang akibat ditendang oleh seniornya.<br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
Dan kemudian pada Februari 2009 meninggalnya Dwiyanto Wisnugroho, seorang mahasiswa Geodesi ITB saat mengikuti OSPEK, menyisakan duka mendung bagi dunia pendidikan. Kegiatan yang digelar oleh Ikatan Mahasiswa Geodesi (IMG) ini sebetulnya termasuk illegal, karena sejak 1995 dilarang kampus ITB. Mahasiswa baru ketika mengikuti OSPEK dipaksa berjalan dari Dago menuju desa Pagerwangi, Lembang. Nah, ditengah simpang siur penyebab meninggalnya korban. Belum lagi korban yang berjatuhan di STPDN dan perguran tinggi lainnya.<br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div>Pemaknaan dan pelaksanaan ospek rentan terhadap berbagai perubahan dan bentuk penyimpangan pada saat kegiatan berlangsung. Program yang dilaksanakan sebelumnya seolah merupakan keharusan yang terlaksana setiap tahun secara berulang tanpa pernah dilakukan monitoring dan evaluasi akan efektivitas maupun hasil yang akan dicapai kalau memang program ospek jelas dapat memberikan manfaat, semua pihak tentu akan mendukung pelaksanaannya dengan senang hati.<br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
Melihat akibat yang ditimbulkan ospek, maka wajar bila banyak pihak yang menilai kegiatan tahunan tersebut sama sekali tidak membawa manfaat bagi mahasiswa baru khususnya dan bagi civitas akademika umumnya. Tidak heran kalau kemudian banyak pihak pula yang menolak dan menuntut agar kegiatan ospek dihapuskan. Penilaian negatif tersebut tentu saja tidak dapat diluruskan dengan hanya menggunakan bahasa verbal bahwa ospek sesungguhnya sangat penting untuk menghantarkan dan mengadaptasikan mahasiswa baru pada tradisi kehidupan kampus sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan yang berarti saat mengikuti proses perkuliahan kelak.<br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div>Mahasiswa Universitas Muhamadiyah Surakarta (UMS) adalah salah satu perguruan tinggi swasta sebagai wacana keilmuan dan keislaman, sehingga ospek harus dikembalikan pada konsep dan tujuan awal dimana kekerasan fisik tidak ditonjolkan. Ospek yang selama ini sering memperlihatkan kekerasan fisik dan psikis harus diganti dengan ospek yang bervisi humanis, mencerahkan jiwa dan pikiran mahasiswa baru. ospek yang selama ini memperlihatkan sifat arogansi kekuasaan harus diganti dengan ospek yang lebih memperlihatkan kearifan, etika dan moral, serta keramahan yang mendidik.<br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div>Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu mendeskripsikan pengertian dan unsur-unsur OSPEK yang hakiki sehingga pelaksanaan OSPEK diketahui dan memberikan manfaat pada semua pihak. Selain itu juga menyumbangkan pemikiran-pemikiran yaitu berupa saran pelaksanaan OSPEK yang beretika yang tidak berujung pada penyimpangan.<br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
<b>B. PEMBAHASAN<br />
</b><br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div>OSPEK yang diadakan di Universitas Muhamadiyah Surakarta dinamakan dengan PPA, unsur-unsur PPA sendiri tidak terlepas dari unsur-unsur OSPEK. Pengenalan Program Akademik (PPA) merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh Universitas Muhammadiyah Surakarta dalam rangka penyambutan mahasiswa baru. Kegiatan ini dilaksanakan untuk membekali mahasiswa baru baik dalam bidang akademik dan kemahasiswaan, sebagai persiapan menjalani proses studi di Universitas Muhammadiyah umumnya dan Fakultas Hukum khususnya. Kegiatan ini dilaksanakan selama 4 (empat) hari dari tanggal 18 Agustus 2009 s/d 21 Agustus 2009. Mahasiswa baru akan didampingi oleh fasilitator yang terdiri dari unsur pimpinan universitas, pimpinan fakultas, dosen, dan mahasiswa.<br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div>PPA dilaksanakan dengan pertimbangan: mahasiswa baru adalah sosok yang sedang mengalami masa transisi, baik dalam bentuk lingkungan, pergaulan, cara berpakaian yang semula di SMA menuju ke Perguruan Tinggi. Untuk itu perlu pengenalan sistem Pendidikan Tinggi dalam rangka mempersiapkan mahasiswa baru dalam menempuh studinya di Perguruan Tinggi.<br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div>Sedangkan berdasarkan SK Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas Nomor: 38/DIKTI/Kep/2000 tentang Pengaturan Kegiatan Penerimaan Mahasiswa Baru di Perguruan Tinggi, disebutkan bahwa pengenalan terhadap program studi dan program pendidikan di Perguruan Tinggi hanya boleh dilakukan dalam rangka kegiatan akademik dan dilaksanakan oleh pimpinan Perguruan Tinggi.<br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div>Berdasarkan latar belakang di atas, maka PPA ini dilaksanakan dengan semangat “Transformasi Pengembangan Diri”, untuk mempersiapkan mahasiswa supaya dapat memahami betul segala hal yang berhubungan dengan mekanisme yang ada diperguruan tinggi dimana ia sedang belajar dan bebas dari kegiatan perploncoan.<br />
Materi yang akan diberikan dalam PPA ini meliputi ke-Universitasan, ke-Fakultasan, Ormawa tingkat Universitasan-jurusan, dan UKM. Kegiatan PPA ini dilaksanakan dengan strategi yang bervariasi, seperti interactive lecturing, resitasi, diskusi kelompok kecil dan diskusi kelompok besar, atau juga dalam bentuk pembelajaran individual dan kolaboratif. Dengan strategi ini diharapkan mahasiswa baru (peserta) terlibat aktif dalam proses PPA pada setiap sesi, sehingga mahasiswa baru benar-benar dapat memahami setiap materi yang disampaikan.<br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div>PPA di Fakultas Hukum UMS dibagi dalam beberapa tahap yaitu :<br />
1. Tahap Pra Kegiatan<br />
2. Tahap Pelaksanaan Kegiatan<br />
3. Tahap Pasca Kegiatan<br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div>Maka setiap kejadian yang ada dalam tahapan tersebut akan dijelaskan sesuai dengan pengamatan yang saya lakukan dilapangan selaku subyek dalam kegiatan tersebut. Hasil dari pengamatan tersebut merupakan tujuan akhir dari makalah ini, setelah teruraikan tahapan demi tahapan maka akan diperoleh kesimpulan sementara dari kegitan tersebut.<br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><b>1. Tahap Pra Kegiatan</b><br />
Sebelum pelaksanaan PPA para peserta yang akan mengikuti PPA diperkenankan untuk mendaftarkan diri mereka di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum. Pendaftaran dimulai sekitar awal Juni dan berakhir pada tanggal 10 Agustus 2009. Kegiatan ini merupakan kegiatan wajib bagi calon mahasiswa baru apabila tidak dapat mengikuti kegiatan ini maka ia diwajibkan mengulang kembali di tahun berikutnya. Pada tanggal 16 Agustus 2009 para calon peserta diberi bekal seputar peraturan-peraturan yang akan dibawa pada waktu pelaksanaan PPA dari sini sudah tercium bau perploncoan yang dilakukan panitia PPA FH. Pada waktu pembekalan seluruh peserta diwajibkan mebawa hal-hal sebagai berikut :<br />
a. Cocard berbentuk segi-delapan dengan diameter 20cm<br />
b. Pita merah putih sebanyak 17 mengelilingi cocard<br />
c. Mengenakan tas dari karung dan tali dari raffia<br />
d. Mengenakan blangkon, kacamata hitam, dasi kupu-kupudan kain putih diikat dikepala bertuliskan cita-cita<br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div>Ketentuan bagi perempuan :<br />
a. Mengenakan jilbab putih <br />
b. Mengenakan rok hitam kain dan kemeja putih<br />
c. Sepatu pan tofel<br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div>Ketentuan bagi laki-laki :<br />
a. Mengenakan kemeja putih dan celana kain<br />
b. Sepatu pan tofel<br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><b>2. Pelaksanaan Kegiatan</b><br />
Kegiatan PPA dimulai tanggal 18 Agustus 2009. Pukul 06.00 sudah banyak mahasiswa dengan seragam anehnya di tempat parkir FH UMS. Mereka datang pagi-pagi sekali karena takut dimarahi senior karena telat. Jadwal kegitan sesungguhnya dimulai pukul 06.30. Tepat pukul 06.30 kami dikumpulkan dilapangan, baru hari pertama kami sudah dibentak-bentak oleh tim persidangan berbaju merah. Kami pun lari terbirit-birit menuju lapangan dengan tas karung dan atribut bodoh lainnya. <br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div>Hari pertama itu ada peserta yang telat, tim persidangan berteriak-teriak keras memarahi peserta tersebut, kami sebagai peserta merinding mendengar bentakan-bentakan tersebut. Hari itu dimulai dengan upacara pembukaan dan dilajutkan dengan berbagai kegiatan-kegiatan kelas. Kegiatan kelas ini sangat bermanfaat bagi para calon mahasiswa untuk memperoleh pengenalan terhadap lingkungan kampus.<br />
Pada hari kedua, sluruh peserta diberi tugas untuk membawa makanan namun lauknya harus belut digoreng lurus. Saya sendiri sebagai pserta bingung apa manfaat dari membawa makanan itu kalau toh sebagai bekal untuk dimakan kenapa mesti yang aneh-eneh. Beruntung teman saya mempunyai ide menggoreng belum lurus dengan lidi, saya pun terbebas dari hukuman. Banyak peserta yang tidak membawa belut digoreng lurus, kebanyakan membeli belut yang sudah dalam kemasan di took-toko. Saya dapat memaklumi hal itu karena PPA berakhir pukul 18.00 WIB sehingga mereka pun hanya memiliki sedikit waktu untuk memperoleh belut hidup. Tidak sedikit peserta yang nasibnya beruntung seperti saya karena teman saya kebetulan tetangganya penjual belut.<br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div>Peserta yang tidak membawa bahan-bahan yang ditentukan mendapat hukuman dari para senior (tim persidangan). Mereka berdiri berjajar sambil mendengarkan bentakan-bentakan dari para senior. Kami yang tidak dihukum dan disuruh memakan bekal kami sampai tak bisa menelan ataupun menikmati apa yang kami makan karena bentakan-bentakan tersebut. Belum lagi ada peserta yang telat disuruh lari mengelilingi lapangan.<br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div>Hari ketiga, semua berharap PPA ini akan segera berakhir karena selama dua hari penuh fisik mereka dituntut fit. Pada hari terakhir ini mulai banyak korban berjatuhan. Hari terakhir ini para senior lebih keras membentak-bentak karena semua kelengkapan dari atas hingga akhir diperiksa banyak pserta yang perlengkapannya kurang. Saya kira senior sengaja mencari-cari alasan di akhir kegiatan. Wajar jika di akhir kegiatan banyak tas yang sudah rusak karena , terbuat dari karung dengan tali raffia, juga pita-pita yang hilang hal itu dimanfaatkan para senior untuk bebas member hukuman pada peserta.<br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div>Hari ketiga koraban berjatuhan, dua peserta pingsan dan dilarikan ke rumah sakit. Setelah diketahui salah satu dari peserata tersebut mempunyai penyakit jantung. Kejadian tersebut cepat ditangani sehingga tidak berakibat fatal. Ada juga peserta yang kecelakan tertabrak mobil karena terburu-buru menuju kampus agar tidak dimarahin senior tapi malah mrndapat 20 jahitan di lengan tangan kanannya. Belum lagi peserta yang lain yang jatuh sakit.<br />
Di akhir kegitan para senior meminta maaf atas perlakuan-perlakuan yang tidak menyenangkan selama PPA berlangsung. Para calon mahasiswa yang resmi menjadi mahasiswa FH UMS waktu itu berjabat tangan dengan para senior. Tetap saja beban mental karena dipermalukan dihadapan orang banyak masih terngiang di masing-masing diri peserta. Belum lagi adanya korban yang berjatuhan dirasa sangat merugikan<br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><b>3. Pasca Kegiatan</b> <br />
Kami mahasiswa FH UMS setelah kegiatan PPA beropini yang sama. Yang diraskan tiap-tiap peserta adalah capek dan tidak mau mengulang lagi. Apabila PPA bertujuan untuk membentuk etika dan moral mahasiswa tetap saja tidak ada perubahan yang menonjol pada diri tiap-tiap peserta yang mengikuti PPA, namun ada pula yang merasakan manfaatnya ketika berhadapan dengan dosen pada saat materi. Apabila PPA bertujuan pula sebagai program mengenalan akademik, tetap saja banyak mahasiswa yang masih kebingungan terhadap jadwal kuliah.<br />
Suatu kegiatan pasti ada kelebiahan dan kekurangan alangkah baiknya kita sebagai orang bijak meminimalkan yang buruk bahkan mencegah yang buruk untuk memperoleh kebaikan.<br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div>Dari uraian diatas saya membuat suatu kesimpulan bahwa OSPEK yang kami sebut dengan PPA, ada yang mencapai tujuan positif tapi ada juga sisi negatifnya. Sisi negative ini yaitu dengan adanya perploncoan-perploncoan secara lansung maupun tidak langsung. Pengenalan Program Akademik seharusnya tidak diwarnai dengan aksi kekerasan baik fisik maupun non fisik. Hal ini merupakan suatu penghambat bagi para calon mahasiswa untuk dapat mengikuti jalannya materi PPA yang menjadi inti dari kegiatan PPA tersebut. <br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div>Kekerasan-kekerasan yang dilakukan senior hanya akan membuat calon mahasiswa takut dan depresi ketika memperoleh materi mereka terlihat lelah dan was-was akan di hukum jika perlengkapan yang mereka bawa kurang. <br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div></blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
<b>C. PENUTUP</b><br />
<b>A. Kesimpulan</b> <br />
Kesimpulan yang saya peroleh dari data dan pengamatan diatas adalah :<br />
1. Kegitan OSPEK atau yang disebut PPA oleh panitia FH UMS belum keseluruhannaya membentuk etika dan moral para peserta PPA yang merupakan calon mahasiswa FH UMS<br />
2. Faktor pendukung dan penghambat kegiatan<br />
a. Faktor pendukungnya ialah adanya materi-meteri tentang pengenalan program akademik yang disampaikan para dosen FH UMS dalam kegiatan diluar kelas. Hal ini sangat bermanfaat bagi para peserta sebagai pemanasan awal sebelum mengikuti perkuliahan<br />
b. Faktor penghambatnya ialah para senior yang bertindak berlebihan pada calon mahasiswa dirasa tidak ada manfaat bagi para peserta. Hal tersebut merupakan wujud pembodohan bagi para calon mahasiswa sebagai agen perubahan. Perploncoan merupakan tindakan yang tidak manusiawi bahkan karena adanya kewenangan senior terhadap juniornya mrngakibatkan korban berjatuhan.<br />
<br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
<b>B. Saran<br />
</b><br />
Pemberian informasi mengenai lingkungan kampus dan sekitarnya dapat dilakukan dalam satu matakuliah umum dalam beberapa kali pertemuan, yang kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan-kegiatan dalam kelompok yang dipandu dan difasilitator oleh mahasiswa yang lebih senior. Dinamika kelompok kecil akan lebih terasa dibandingkan kelompok besar, sehingga keakraban antar mahasiswa dalam kelompok maupun antar kelompok pun akan semakin terjalin dengan baik.<br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div>Penanaman nilai-nilai dan informasi baru sangat efektif dilakukan dengan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan dalam rupa permainan-permainan ringan tanpa hukuman. Hadiah telah terbukti efektif dalam membentuk dan mempertahankan suatu perilaku baru. <br />
</blockquote><div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div>Sistem Kredit Poin per Materi dapat juga digunakan sebagai hadiah (rewards). Misalnya 1 poin untuk datang tepat waktu, 1 poin untuk kerapian, 1 poin untuk mengenal denah gedung kuliah. Jika mahasiswa tidak memperoleh standar poin tertentu, mahasiswa harus mengulang kegiatan tersebut di tahun depan ataupun pengurangan jumlah sks yang diambil. <br />
Hal yang menyenangkan akan selalu diingat sebagai kenangan yang menyenangkan pula, dan tidak menimbulkan trauma.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Unknownnoreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-5707879701224307387.post-91955485661854044502012-12-09T07:52:00.001-08:002012-12-30T17:54:53.700-08:00PENYELESAIAN SENGKETA MELAUI ARBITRASE (SERIAL HUKUM BISNIS)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-bFUrpygZ584/UMSzj8mS_2I/AAAAAAAAAFo/W5Jat_mLJXk/s1600/franchise20support.jpg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="145" width="200" src="http://4.bp.blogspot.com/-bFUrpygZ584/UMSzj8mS_2I/AAAAAAAAAFo/W5Jat_mLJXk/s200/franchise20support.jpg" /></a></div><br />
<br />
A. PROSES PENGAJUAN PERMOHONAN<br />
Adapun cara memulainya permohonan arbitrase itu juga telah diatur dalam undang-undang no 30 tahun 1999 pada pasal 6 tentang memulai permohonan arbitrase yang berbunyi: <br />
Pasal 6. Permohonan Arbitrase <br />
1. Prosedur arbitrase dimulai dengan pendaftaran dan penyampaian Permohonan Arbitrase oleh pihak yang memulai proses arbitrase (“Pemohon”) pada Sekretariat BANI.<br />
2. Penunjukan Arbiter<br />
Dalam Permohonan Arbitrase Pemohon dan dalam Jawaban Termohon atas Permohonan tersebut Termohon dapat menunjuk seorang Arbiter atau menyerahkan penunjukan tersebut kepada Ketua BANI.<br />
3. Biaya-biaya<br />
Permohonan Arbitrase harus disertai pembayaran biaya pendaftaran dan biaya administrasi sesuai dengan ketentuan BANI. Biaya administrasi meliputi biaya administrasi Sekretariat, biaya pemeriksaan perkara dan biaya arbiter serta biaya Sekretaris Majelis. Apabila pihak ketiga diluar perjanjian arbitrase turut serta dan menggabungkan diri dalam pro-ses penyelesaian sengketa melalui arbitrase seperti yang dimaksud oleh pasal 30 Undang-undang No. 30/1999, maka pihak ketiga tersebut wajib untuk membayar biaya administrasi dan biaya-biaya lainnya sehubungan dengan keikutsertaannya tersebut. <br />
4. Pemeriksaan perkara arbitrase tidak akan dimulai sebelum biaya administrasi dilunasi oleh para pihak sesuai ketentuan BANI.<br />
<br />
<br />
B. PROSES PENYAMPAIAN SURAT TUNTUTAN<br />
Segera setelah arbiter atau majelis arbitrase terbentuk, maka arbiter harus segera memberitahukan kepada para pihak akan kewajiban untuk memasukan surat permohonan, yang berisikan tuntutannya kepada (majelis) arbitrase tersebut. Menurut pasal 38 ayat (1) UU No. 30 tahun 1999, dalam jangka waktu yang ditentukan oleh arbiter atau majelis arbitrase, pemohon harus menyampaikan surat tuntutannya kepada arbiter atau majelis arbitrase.<br />
Surat tuntutan yang diajukan tersebut harus memuat sekurang-kurangnya (pasal 38 ayat (2) UU No. 30 tahun 1999 :<br />
1. Nama lengkap dan tempat tinggal atau tempat kedudukan para pihak<br />
2. Uraian singkat tentang sengketa disertai dengan lampiran bukti-bukti, salinan perjanjian arbitrase harus juga diajukan sebagai lampiran (penjelasan pasal 38 ayat (2) huruf b UU No. 30 tahun 1999)<br />
3. Isi tuntutan yang jelas. Isi tuntutan harus jelas dan apabila isi tuntutan berupa uang, harus disebutkan jumplahnya yang pasti (penjelasan pasal 38 ayat (2) huruf c UU No. 30 tahun 1999) .<br />
Segera setelah menerima surat tuntutan dari pemohon, arbiter atau ketua majelis arbitrase akan menyampaikan satu salinan tuntutan tersebut kepada termohon. Penyampaian surat yang berisikan tuntutan tersebut wajib disertai perintah bahwa termohon atau kuasanya untuk hadir dalam siding arbitrase dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya salinan tuntutan tersebut oleh termohon (pasal 39 UU No. 39 tahun 1999).<br />
Segera setelah diterimanya jawaban dari termohon atas perintah arbiter atau ketua majelis arbitrase, salinan jawaban tersebut diserahkan kepada termohon (pasal 40 ayat (1) UU No. 39 tahun 1999), bersama dengan itu, arbiter atau ketua majelis arbitrase memerintahkan agar para pihak atau kuasa mereka menghadap di muka sidang arbitrase yang ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari terhitung mulai hari dikeluarkannya perintah itu (pasal 40 ayat (2) UU No. 39 tahun 1999). Dalam hal termohon setelah lewat 14 (empat belas) hari sebagaimana hal yang disebut diatas tidak menyampaikan jawabannya, termohon akan dipanggil dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (2) UU No. 39 tahun 1999.<br />
Manurut pasal 42 UU No. 39 tahun 1999, dalam jawabannya atau selambat-lambatnya pada siding pertama termohon dapat mengajukan tuntutan balasan dan terhadap tuntutan balasan tersebut pemohon diberi kesempatan untuk menanggapi. Tuntutan balasan ini, diperiksa dan diputus oleh arbiter atau majelis arbitrase bersama-sama dengan pokok sengketa.<br />
Apabila pada hari yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (2) UU No. 30 tahun 1999 pemohon tanpa suatu alasan yang sah tidak datang menghadap , sedangakan telah dipanggil secara patut, surat tuntutannya dinyatakan gugur arbiter atau majelis arbitrase dianggap selesai ( pasal 43 UU No. 30 tahun 1999).<br />
<br />
B. PROSES JALANNYA PEMERIKSAAN ARBITRASE<br />
Seperti halnya jalannya proses persidangan dalam pranata peradilan, jalannya proses pemeriksaan sengketa dalam pranata arbitrase ini juga diawali dengan pemasukan surat permohonan oleh pemohon, yang selanjutnya diikuti dengan proses penjawaban surat permohonan tersebut oleh pihak termohon, sebagai bagian dari “hak” para pihak untuk di dengar selama proses pemeriksaan berlangsung. Baiklah berikut di bawah ini akan dijabarkan satu persatu kegiatan proses pemeriksaan dalam pranata arbitrase hingga dikeluarkannya suatu putusan oleh para (arbiter) yang memeriksa sengketa atau perselisihan tersebut :<br />
1. Pemasukan Surat Permohonan<br />
(duraikan diatas dalam proses penyampaian surat tuntutan)<br />
2. Jawaban Atas Surat Permohonan<br />
(duraikan diatas dalam proses penyampaian surat tuntutan)<br />
3. Kehadiran para pihak dalam sidang arbitrase<br />
(duraikan diatas dalam proses penyampaian surat tuntutan)<br />
4. Perdamian <br />
Menurut pasal 45 Undang-undang No. 30 tahun 1999 menentukan bahwa jika para pihak datang menghadap pada hari yang telah ditetapkan, maka arbiter atau majelis arbitrase harus terlebih dahulu mengusahakan perdamian antara para pihak yang bersengketa. Jika tercapai perdamian di antara para pihak maka arbiter atau majelis se arbitrase membuat suatau akta perdamaian yang final dan mengikat pada pihak dan memerintahkan para pihak untuk memenuhi ketentuan perdamaian tersebut.<br />
5. Pemeriksaan Pokok Sengketa<br />
Selanjutnya jika perdamian tidak dapat dicapai oleh kedua belah pihak, maka arbiter atau majelis arbitrase melanjutkan pemeriksaan terhadap pokok sengketa. Dalam proses pemeriksaan terhadap pokok sengketa tersebut, para pihak diberi kesempatan yang terakhir kali untuk menjelaskan secara tertulis pendirian masing-masing, serta untuk mengajukan bukti-bukti yang dianggap perlu untuk menguatakan pendiriannya dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh arbiter atau majelis arbitrase. Arbiter atau majelis arbitrase berhak meminta kepada para pihak untuk mengjukan penjelasan tambahan secara tertulis, dokumen atau bukti lainnya yang dianggap perlu dalam jangka waktu yang ditentukan oleh arbiter atau majelis arbitrase (pasal 46 UU No. 30 tahun 1999).<br />
6. Pencabutan Surat Permohonan<br />
Sebagai suatu proses “kegiatan hukum” yang tunduk pada lingkup Hukum Privat atau Hukum Perdata, maka pada dasarnya sebelum ada jawaban dari termohon, pemohon dapat setiap saat ,mencabut surat permohonan untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, termasuk untuk melakukan perubahan, penambahan maupun pengurangan terhadap terhadap isi tuntutan. Sedangkan jika sudah ada jawaban dari termohon, perubahan atau penambahan surat tuntutan hanya diperbolehkan dengan persetujuan termohon dan sepanjang perubahan atau penambahan itu menyangkut hal-hal yang bersifat fakta saja dan tidak menyangkut dasar-dasar hukum yang menjadi dasar permohonan (pasal 47 UU No. 30 tahun 1999).<br />
Pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling lama 180 hari sejak arbiter atau majelis arbitrase terbentuk. Dengan persetujuan para pihak dan apabila diperlukan sesuai dengan ketentuan pasal 33 UU No. 30 tahun 1999, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang (pasal 48 UU No. 30 tahun 1999).<br />
7. Saksi dan saksi Ahli<br />
Secara umum UU No. 30/1999 menyatakan bahwa pemeriksaan saksi dan saksi ahli dihadapan arbiter atau majelis arbitrase, diselenggarakan menurut ketentuan dalam hukum acara perdata (pasal 37 ayat (3)).<br />
Dalam menurut ketentuan pasal 49 UU No.30/1999 tersebut, disebutkan bahwa arbiter atau majelis arbitrase, atas permintaan para pihak dapat memanggil satu orang atau lebih saksi atau saksi ahli, untuk didengar keterangannya. Biaya yang timbul sehubungan dengan pemanggilan dan perjalanan saksi atau saksi ahli tersebut dibebankan kepada pihak yang meminta. Sebelum memberikan keterangan, para saksi atau saksi ahli wajib mengucapkan sumpah.<br />
Selanjutnya dalam ketentuan pasal 50 UU No. 30/1999 dikatakan bahwa arbiter atau majelis arbitrase dapat meminta bantuan seseorang atau lebih saksi ahli untuk memberikan keterangan tertulis mengenai suatu persolan khusus yang berhubungan dengan pokok sengketa.<br />
Selanjutnya untuk memudahkan tugas dari saksi ahli, para pihak diwajibkan untuk memberikan segala keterangan yang diperlukan oleh saksi ahli. Arbiter atau majelis arbitrase kemudian meneruskan salinan keterangan saksi ahli tersebut kepada para pihak agar dapat ditanggapi secara tertulisoleh para piahak yang bersengketa. Jika terdapat hal yang kuarang jelas, atau permintaan para pihak yang berkepentingan, saksi ahli yang bersangkutan dapat di dengar keterangannya di muka sidang arbitrase dengan dihadiri oleh kuasanya (pasal 50 UU No. 30/1999).<br />
Terhadap segala kegiatan dalam pemeriksaan dan sidang arbitrase tersebut di atasa dibuatklah berita acara pemeriksaan oleh sekretaris arbiter atau majelis arbitrase. Sekretaris ini akan berfungsi sebagaimana layaknya panitera pengadilan ( pasal 51 UU No.30/1999).<br />
<br />
C. PUTUSAN ARBITRASE<br />
Putusan arbitrase merupakan suatu putusan yang diberikan oleh arbitrase ad-hoc maupun lembaga arbitrase atas suatu perbedaan pendapat, perselisihan paham maupun persengketaan mengenai suatu pokok persoalan yang lahir dari suatu perjanjian dasar (yang memuat klausula aritrase) yang diajukan pada arbitrase ad-hoc, maupun lembaga arbitrase untuk diputusakan olehnya. Sebagai suatu pranata (hukum), arbitrase dapat mengambil berbagai macam bentuk yang disesuikan dengan kondisi dan keadaan yang dikehendaki oleh para pihak dalam perjanjian.<br />
<br />
1. Penjatuhan Putusan Arbitrase<br />
UU No. 30/1999 mewajibkan arbiter atau majelis arbitrase untuk segera menjatuhkan dan mengucapkan putusan arbitrase selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak selesainya pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau majelis arbitrase (pasal 57). Jika ternyata dalam putusan yang dijatuhkan tersebut terdapat “kesalahan” atau “kekeliruan” administrasi, yang bukan “substansi” dari putusan arbitrase, maka para pihak (yang berkepeningan), dalam jangka waktu 14 hari terhitung sejak putusan diucapkan diberikan hak untuk meminta dilakukannya “koreksi” atas putusan arbitrase tersebut. Permintaan untuk melakukan koreksi dapat diajukan secara langsung kepada arbiter atau majelis arbitrase yang menjatuhkan putusan tersebut (pasal 58 UU No. 30/1999).<br />
2. Putusan Arbitrase Brsifat Akhir (final) dan Mengikat (binding)<br />
Berbeda dengan putusan badan peradilan yang masih dapat diajukan banding dan kasasi, putusan arbitrase, baik yang diputuskan oleh arbitrase ad-hoc maupun lembaga arbitrase, adalah merupakan putusan pada tingkat akhir (final), dan karenanya secara langsung mangingat (binding) bagi para pihak.<br />
3. Isi Suatu Putusan Arbitrase<br />
Menurut ketentuan pasal 54 UU No.30/1999, suatu putusan arbitrase harus memuat:<br />
a. Kepala putusan yang berbunyi “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;<br />
b. Nama lengkap dan alamat para pihak;<br />
c. Uraian singkat sengketa;<br />
d. Pendirian para pihak;<br />
e. Nama lengkap dan alamat ariter;<br />
f. Pertimbangan dan kesimpulan arbiter atau majelis arbitrase mengenai keseluruhan sengketa;<br />
g. Pendapat tiap-tiap arbiter dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam majelis arbitrase;<br />
h. Amar putusan;<br />
i. Tempat dan tanggal putusan; dan<br />
j. Tanda tangan arbiter atau majelis arbitrase;serta<br />
k. Suatu jangka waktu kapan putusan tersebut harus dilaksanakan.<br />
<br />
Unknownnoreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-5707879701224307387.post-88347912804421063442012-11-24T18:04:00.001-08:002013-04-10T17:33:31.906-07:00PENUNTUTAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-PMxBFfq5jGg/ULGDAxJlU7I/AAAAAAAAAFU/ZSFWnnum_gY/s1600/kartini-marpaung.jpg" imageanchor="1" style="margin-left:1em; margin-right:1em"><img border="0" height="150" width="200" src="http://4.bp.blogspot.com/-PMxBFfq5jGg/ULGDAxJlU7I/AAAAAAAAAFU/ZSFWnnum_gY/s200/kartini-marpaung.jpg" /></a></div><br />
Hukum merupakan kumpulan kaidah-kaidah dan norma yang berlaku di masyarakat, yang keberadaannya sengaja dibuat oleh masyarakat dan diakui oleh masyarakat sebagai pedoman tingkah laku dalam kehidupannya. Tujuannya untuk menciptakan ketenteraman di masyarakat. Hukum sebagai instrumen dasar yang sangat penting dalam pembentukan suatu negara, berpengaruh dalam segala segi kehidupan masyarakat, karena hukum merupakan alat pengendalian sosial, agar tercipta suasana yang aman, tenteram dan damai. Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum, berarti harus mampu menjunjung tinggi hukum sebagai kekuasaan tertinggi di negeri ini, sebagaimana dimaksud konstitusi kita, Undang-Undang Dasar RI 1945.<br />
<br />
Dalam hal penuntutan menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) ialah tindakan Penuntut Umum (PU) untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri (PN), yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam UU dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim dalam persidangan. Penuntutan ini di bagi menjadi dua yaitu prapenuntutan dan penuntutan, Ihwal prapenuntutan memang tidak diatur dalam Bab tersendiri tapi terdapat di dalam Bab tentang Penyidikan dan Bab Penuntutan (pasal 109 dan pasal 138 KUHAP). Keberadaan lembaga prapenuntutan bersifat mutlak karena tidak ada suatu perkara pidana pun sampai ke pengadilan tanpa melalui proses prapenuntutan sebab dalam hal penyidik telah melakukan penyelidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik wajib memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum.<br />
<br />
Maka dalam hal ini akan di jabarkan hal-hal mengenai penuntutan dari prapenuntutan dan penuntutan beserta pejabat yang berwenang melakukan penuntutan, tugas dan wewenang jaksa penuntut umum (PU), menyusun surat dawaan, syarat surat dakwaan, macam-macam surat dakwaan (tunggal, kumulatif,alternatife, subsider) hingga melimpahkan berkas perkara ke pengadilan negeri (PN).<br />
<br />
<br />
<b>A.PRAPENUNTUTAN</b><br />
<br />
Seperti yang dikemukakan di dalam pendahuluan bahwa ihwal prapenuntutan memang tidak diatur dalam Bab tersendiri tapi terdapat di dalam Bab tentang Penyidikan dan Bab Penuntutan (pasal 109 dan pasal 138 KUHAP). Keberadaan lembaga prapenuntutan bersifat mutlak karena tidak ada suatu perkara pidana pun sampai ke pengadilan tanpa melalui proses prapenuntutan sebab dalam hal penyidik telah melakukan penyelidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik wajib memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum. <br />
<br />
Proses berlangsungnya prapenuntutan dilaksanakan baik oleh penyidik maupun penuntut umum sebagaimana ketentuan pasal 110 ayat (2) KUHAP juncto pasal 138 ayat (1), (2) KUHAP. Antara lain, sebagai berikut: Penuntut umum setelah menerima pelimpahan berkas perkara wajib memberitahukan lengkap tidaknya berkas perkara tersebut kepada penyidik. Bila hasil penelitian terhadap berkas perkara hasil penyidikan penyidik belum lengkap maka penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk paling lama 14 (empat belas) hari terhitung berkas perkara diterima Penuntut Umum. Penyidik yang tidak rnelaksanakan petunjuk untuk melengkapi berkas perkara maka proses kelengkapan berkas perkara tersebut menjadi bolak - balik.<br />
<br />
Dalam sebuah pelaksanaan prapenuntutan, proses prapenuntutan selain dapat memacu terhindarinya rekayasa penyidikan juga dapat mempercepat penyelesaian penyidikan juga menghindari terjadinya arus bolak - balik perkara. Proses prapenuntutan selain dapat menghilangkan kewenangan penyidikan oleh penuntut umum dalam perkara tindak pidana umum juga dalam melakukan pemeriksaan tambahan bilamana penyidik Polri menyatakan telah melaksanakan petunjuk penuntut umum secara optimal namun penuntut umum tidak dapat melakukan penyidikan tambahan secara menyeluruh artinya penuntut umum hanya dapat melakukan pemeriksaan tambahan terhadap saksi - saksi tanpa dapat melakukan pemeriksaan terhadap tersangka. <br />
<br />
Definisi dari Prapenuntutan itu sendiri adalah Pengembalian berkas perkara dari penuntut umum kepada penyidik karena penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata kurang lengkap disertai petunjuk untuk melengkapinya. Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu empat belas hari penuntut umum tidak mengembalikan berkas perkara.<br />
<br />
Tingkat prapenuntutan, yaitu antara dimulainya Penuntutan dalam arti sempit (perkara dikirim ke pengadilan) dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik. Dalam melakukan penuntutan, Jaksa dapat melakukan prapenuntutan. Prapenuntutan adalah tindakan jaksa untuk memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan oleh penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk guna dilengkapi penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan.<br />
<br />
<br />
<b>B.PENUNTUTAN</b><br />
<br />
1.Pengertian <br />
Sebagaimana di ungkapkan pada pendahuluan bahwa penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum (PU) untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri (PN), yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam UU dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim dalam persidangan. Menurut pasal 137 KUHAP yang berwenang untuk melakukan penuntutan ialah penuntut umum (PU).<br />
<br />
2.Tugas dan Wewenang Penuntut Umum (PU)<br />
Di dalam pasal 13 KUHAP dinyatakan bahwa penuntut umum adalah Jaksa yang diberi wewenang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Selain itu, dalam Pasal 1 Undang-Undang Pokok Kejaksaan (UU No. 15 tahun 1961) menyatakan, kejaksaan RI selanjutnya disebut kejaksaan adalah alat Negara penegak hokum yang terutama bertugas sebagai Penuntut Umum. Menurut Pasal 14 KUHAP, Penuntut Umum mempunyai wewenang:<br />
a.Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau pembantu penyidik;<br />
b.Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan pasal 110 ayat 3 dan ayat 4 dengan memberi petunjukdalam rangka menyempurnakan penyidikan dan penyidik.<br />
c.Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan lanjutan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;<br />
d.Membuat surat dakwan;<br />
e.Melimpahkan perkara kepengadilan;<br />
f.Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk dating pada sidang yang telah ditentukan;<br />
g.Melakukan penuntutan;<br />
h.Menutup perkara demi kepentingan hokum;<br />
i.Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut undang-undang;<br />
j.Melaksanakan penetapan hakim.<br />
<br />
Di dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan tindakan lain adalah antara lain meneliti identitas tersangka, barang bukti dengan memperhatikan secara tegas batas wewenang dan fungsi antara penyidik, penuntut umum dan pengadilan.<br />
Setelah Penuntut Umum hasil penyidikan dari penyidik, ia segera mempelajarinya dan menelitinya dan dalam waktu 7 hari wajib memberitahuakan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum. Dalam hal hasil penyidikan ini ternyata belum lengkap, penuntut umum mengebalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk melengkapi dan dalam waktu 14 hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik sudah harus menyampaikan kembali berkas yang perkara kepada penuntut umum (pasal 138 KUHAP).<br />
Setelah Penuntut Umum menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak diadakan penuntutan.<br />
<br />
3.Surat Dakwaan<br />
•Pengertian dan Syarat<br />
Surat Dakwaan adalah sebuah akta yang dibuat oleh penuntut umum yang berisi perumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa berdasarkan kesimpulan dari hasil penyidikan. Surat dakwaan merupakan senjata yang hanya bisa digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum berdasarkan atas asas oportunitas yang memberikan hak kepada jaksa penuntut umum sebagai wakil dari negara untuk melakukan penuntutan kepada terdakwa pelaku tindak pidana. Demi keabsahannya, maka surat dakwaan harus dibuat dengan sebaik-baiknya sehingga memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:<br />
<br />
a.Syarat Formil<br />
Diantara syarat formil yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :<br />
1)Diberi tanggal dan ditanda tangani oleh Penuntut Umum;<br />
2)Berisi identitas terdakwa/para terdakwa, meliputi nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa (Pasal 143 ayat 2 huruf a KUHAP). Identitas tersebut dimaksudkan agar orang yang didakwa dan diperiksa di depan sidang pengadilan adalah benar-benar terdakwa yang sebenarnya dan bukan orang lain. Apabila syarat formil ini tidak seluruhnya dipenuhi dapat dibatalkanoleh hakim (vernietigbaar) dan bukan batal demi hukum karena dinilai tidak jelas terhadap siapa dakwaan tersebut ditujukan. <br />
<br />
b.Syarat Materiil <br />
a)Menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana dilakukan<br />
Dalam menyusun surat dakwaan, Penguraian unsur mengenai waktu tindak pidana dilakukan adalah sangat penting karena hal ini berkaitan dengan hal-hal mengenai azas legalitas, penentuan recidive, alibi, kadaluarsa, kepastian umur terdakwa atau korban, serta hal-hal yang memberatkan terdakwa. Begitu juga halnya dengan penguraian tentang tempat terjadinya tindak pidana dikarenakan berkaitan dengan kompetensi relatif pengadilan, ruang lingkup berlakunya UU tindak pidana serta unsur yang disyaratkan dalam tindak pidana tertentu misalnya “di muka umum, di dalam pekarangan tertutup) dan lain-lain.<br />
b)Memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan.<br />
Uraian Harus Cermat<br />
Dalam penyusunan surat dakwaan, penuntut umum harus bersikap cermat/ teliti terutama yang berkaitan dengan penerapan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar tidak terjadi kekurangan dan atau kekeliruan yang mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau unsur-unsur dalam dakwaan tidak berhasil dibuktikan. <br />
Uraian Harus Jelas<br />
Jelas adalah penuntut umum harus mampu merumuskan unsur-unsur tindak pidana/ delik yang didakwakan secara jelas dalam arti rumusan unsur-unsur delik harus dapat dipadukan dan dijelaskan dalam bentuk uraian fakta perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Dengan kata lain uraian unsur-unsur delik yang dirumuskan dalam pasal yang didakwakan harus dapat dijelaskan/ digambarkan dalam bentuk fakta perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Sehingga dalam uraian unsur-unsur dakwaan dapat diketahui secara jelas apakah terdakwa dalam melakukan tindak pidana yang didakwakan tersebut sebagai Pelaku (dader/pleger), pelaku peserta (mede dader/pleger), penggerak (uitlokker), penyuruh (doen pleger) atau hanya sebagai pembantu (medeplichting). Apakah unsur yang diuraikan tersebut sebagai tindak pidana penipuan atau penggelapan atau pencurian dan sebagainya. Dengan perumusan unsur tindak pidana secara jelas dapat dicegah terjadinya kekaburan dalam surat dakwaan (obscuur libel). Pendek kata, jelas berarti harus menyebutkan :<br />
a.Unsur tindak pidana yang dilakukan;<br />
b.fakta dari perbuatan materiil yang mendukung setiap unsur delik;<br />
c.cara perbuatn materiil dilakukan.<br />
Uraian Harus Lengkap<br />
Lengkap adalah bahwa dalam menyusun surat dakwaan harus diuraikan unsur-unsur tindak pidana yang dirumuskan dalam UU secara lengkap dalam arti tidak boleh ada yang tercecer/ tertinggal tidak tercantum dalam surat dakwaan. Surat dakwaan harus dibuat sedemikian rupa dimana semua harus diuraikan, baik unsur tindak pidana yang didakwakan, perbuatan materiil, waktu dan tempat dimana tindak pidana dilakukan sehingga tidak satupun yang diperlukan dalam rangka usaha pembuktian di dalam sidang pengadilan yang ketinggalan. <br />
Sebelum membuat Surat Dakwaan yang perlu diperhatikan tindak pidana yang akan diajukan ke muka sidang pengadilan ialah pasal yang mengatur tindak pidana tersebut. Apabila penuntut sudah yakin atas tindak pidana yang akan didakwakan melanggar pasal terntu dalam KUHP, lalu yang perlu dilakukan oleh Penuntut Umum adalah membuat matriks tindak pidana tersebut. Matriks adalah kerangka dasar sebagai sarana mempermudah dalam pembuatan Surat Dakwaan. Matriks disusun sesuai dengan isi dan maksud pasal 143 KUHAP, karena Surat Dakwaan terancam batal apabila tidak memenuhi pasal 143 ayat (2) a dan b KUHAP.<br />
<br />
•Proses Penyusunan Surat Dakwaan<br />
<br />
A.Voeging<br />
Voeging adalah penggabungan berkas perkara dalam melakukan penuntutan dan dapat dilakukan jika (pasal 141 KUHAP) :<br />
a.Beberapa tindak pidana<br />
b.Beberapa tindak pidana yang dilakukan satu orang atau lebih<br />
c.Belum diperiksa dan akan diperiksa bersama<br />
B.Splitsing <br />
Selain pengganbungan perara PU juga mempunyai ha untuk melakukan penuntutan dengan jalan memisahan perkara (pasal 142 KUHAP). Splitsing dilakukan dengan membuat berkas perkara baru dimana para tersangka saling menjadi saksi. Hal ini dilakukan untuk memperkuat dakwaan PU.<br />
<br />
<br />
•Macam-Macam Surat Dakwaan<br />
1.Dakwaan Tunggal<br />
Dakwaannya hanya satu/tunggal dan tindak pidana yang digunakan apabila berdasarkan hasil penelitian terhadap materi perkara hanya satu tindak pidana saja yang dapat didakwakan. Dalam dakwaan ini, terdakwa hanya dikenai satu perbuatan saja, tanpa diikuti dengan dakwaan-dakwaan lain. Dalam menyusun surat dakwaan tersebut tidak terdapat kemungkinan-kemungkinan alternatif, atau kemungkinan untuk merumuskan tindak pidana lain sebagai penggantinya, maupun kemungkinan untuk mengkumulasikan atau mengkombinasikan tindak pidana dalam surat dakwaan. Penyusunan surat dakwaan ini dapat dikatakan sederhana, yaitu sederhana dalam perumusannya dan sederhana pula dalam pembuktian dan penerapan hukumnya.<br />
2.Dakwaan Alternatif<br />
Dalam bentuk dakwaan demikian, maka dakwaan tersusun dari beberapa tindak pidana yang didakwakan antara tindak pidana yang satu dengan tindak pidana yang lain bersifat saling mengecualikan. Dalam dakwaan ini, terdakwa secara faktual didakwakan lebih dari satu tindak pidana, tetapi pada hakikatnya ia hanya didakwa satu tindak pidana saja. Biasanya dalam penulisannya menggunakan kata “atau”. Dasar pertimbangan penggunaan dakwaan alternatif adalah karena penuntut umum belum yakin benar tentang kualifikasi atau pasal yang tepat untuk diterapkan pada tindak pidana tersebut, maka untuk memperkecil peluang lolosnya terdakwa dari dakwaan digunakanlah bentuk dakwaan alternatif. Biasanya dakwaan demikian, dipergunakan dalam hal antara kualifikasi tindak pidana yang satu dengan kualifikasi tindak pidana yang lain menunjukkan corak/ciri yang sama atau hampir bersamaan, misalnya:pencurian atau penadahan, penipuan atau penggelapan, pembunuhan atau penganiayaan yang mengakibatkan mati dan sebagainya. Jaksa menggunakan kata sambung “atau”.<br />
3.Dakwaan Subsidiair<br />
Bentuk dakwaan ini dipergunakan apabila suatu akibat yang ditimbulkan oleh suatu tindak pidana menyentuh atau menyinggung beberapa ketentuan pidana. Keadaan demikian dapat menimbulkan keraguan pada penunutut umum, baik mengenai kualifikasi tindak pidananya maupun mengenai pasal yang dilanggarnya. Dalam dakwaan ini, terdakwa didakwakan satu tindak pidana saja. Oleh karena itu, penuntut umum memilih untuk menyusun dakwaan yang berbentuk subsider, dimana tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok terberat ditempatkan pada lapisan atas dan tindak pidana yang diancam dengan pidana yang lebih ringan ditempatkan di bawahnya. Konsekuensi pembuktiannya, jika satu dakwaan telah terbukti, maka dakwaan selebihnya tidak perlu dibuktikan lagi. Biasanya menggunakan istilah primer, subsidiair dan seterusnya. Meskipun dalam dakwaan tersebut terdapat beberapa tindak pidana, tetapi yang dibuktikan hanya salah satu saja dari tindak pidana yang didakwakan itu.<br />
4.Dakwaan Kumulatif<br />
Bentuk dakwaan ini dipergunakan dalam hal menghadapi seorang yang melakukan beberapa tindak pidana atau beberapa orang yang melakukan satu tindak pidana. Dalam dakwaan ini, terdakwa didakwakan beberapa tindak pidana sekaligus. Biasanya dakwaan akan disusun menjadi dakwaan satu, dakwaan dua dan seterusnya. Jadi, dakwaan ini dipergunakan dalam hal terjadinya kumulasi, baik kumulasi perbuatan maupun kumulasi pelakunya. Jaksa menerapkan dua pasal sekaligus dengan menerapkan kata sambung “dan”.<br />
5.Dakwaan Campuran/Kombinasi<br />
Bentuk dakwaan ini merupakan gabungan antara bentuk kumulatif dengan dakwaan alternatif ataupun dakwaan subsidiair. Ada dua perbuatan, jaksa ragu-ragu mengenai perbuatan tersebut dilakukan. Biasanya dakwaan ini digunakan dalam perkara narkotika.<br />
<br />
4.Pelimpahan Perkara ke Pengadilan Negeri<br />
Pelimpahan perara ke pengadilan diatur dalam pasal 143 UU no.8 th 1981 tentang hukum acara pidana yang berbunyi sebagai berikut :<br />
1)Penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan agar segera mengadii perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan. <br />
4)Turunan surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan kepada tersangka atau kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik, pada saat yang bersamaan. dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan negeri. <br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Unknownnoreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-5707879701224307387.post-34674848300976603532012-11-24T17:21:00.000-08:002012-11-24T17:53:01.971-08:00Contoh Surat Kuasa Cerai<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
SURAT KUASA<br />
<br />
Yang bertandatangan dibawah ini :<br />
Nama : Anggun Cicasmi<br />
Unmur : 30 tahun<br />
Pekerjaan : Swasta<br />
Alamat : Jl. ABC No 39 Lawean, Suarakarta<br />
<br />
Dengan ini memberikan kuasa dan memilih tempat kediaman hukum :<br />
Nama : Agustin Dwi Ria Mahardika.,SH<br />
Umur : 25 tahun<br />
Pekerjaan : Advocat-penasehat hukum yang berkedudukan di Jl. Ronggowarsito No.2, Serengan, Surakarta<br />
Alamat : Jl. Mankudewa No.90 Serengan, Surakarta<br />
<br />
KHUSUS<br />
Untuk menjadi kuasa hukum kami/mendampingi dalam perkara : cerai gugat antara Anggun Cicasmi dengan Ali Topan yang disebabkan tidak adanya keharmonisan antara kedua belah pihak.<br />
<br />
Untuk itu pemegang surat kuasa ini, kami berikan kewenangan untuk /mendampingi dalam:<br />
1. Melakukan upaya perdamaian atas persetujuan pemberi kuasa. <br />
2. Mengajukan gugatan pada pejabat Pengadilan Agama Surakarta<br />
3. Menghadap dan berbicara didepan majelis hakim Pengadilan Agama Surakarta;<br />
4. Membuat surat- surat dan menandatangani surat-surat itu;<br />
5. Mengajukan permohonan yang baik dan berguna bagi pemberi kuasa;<br />
6. Membacakan berkas perkara;<br />
7. Mengajukan alat-alat bukti sehubungan dengan perkara tersebut;<br />
<br />
Pada pokoknya pemegang surat kuasa ini diberikan kewenangan untuk mendampingi/menangani segala sesuatu yang baik dan berguna bagi pemberi kuasa sehubungan dengan perkara tersebut serta diperbolehkan menurut hukum acara.<br />
<br />
<br />
<br />
Surakarta, 4 Oktober 2012<br />
Yang menerima kuasa Yang memberi kuasa <br />
<br />
Agustin Dwi Ria Mahardika.,SH Anggun Cicasmi<br />
<br />
<br />
Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5707879701224307387.post-67409434058263907062012-11-24T16:23:00.001-08:002012-11-24T17:17:59.060-08:00Contoh Surat Gugatan Cerai dengan Kuasa<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><br />
Hal : Gugatan Cerai<br />
Lampiran : 1 (surat kuasa)<br />
<br />
Kepada Yth:<br />
Ketua Pengadilan Agama Surakrta<br />
Di<br />
Surakarta<br />
<br />
Dengan hormat, <br />
Bersama ini, saya Agustin Dwi Ria Mahardika.,SH, umur 25 tahun, pekerjaan advokad yang berkedudukan di Jalan Ronggowasito No.2, Serengan, Surakarta dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama :<br />
<br />
Anggun Cisasmi, agama Islam, umur 30 tahun, pekerjaan swasta, beralamat di Jl. ABC No 39 Lawean, Suarakarta, selanjutnya akan disebut sebagai PENGGUGAT<br />
Dengan ini penggugat hendak mengajukan gugatan perceraian terhadap :<br />
<br />
Ali Topan, agama Islam, umur 35 tahun, pekerjaan swasta, berlamat di Jl. Mukti Timur No 13, Serengan, Surakarta yang untuk selanjutnya akan disebut sebagai TERGUGAT<br />
Adapun yang menjadi dasar-dasar dan alasan diajukannya gugatan perceraian adalah sebagai berikut:<br />
<br />
(<b>posita</b>)<br />
1.Pada 5 Januari 2005, Penggugat dan Tergugat telah melangsungkan perkawinan dan tercatat di Kantor Urusan Agama Surakarta dengan Akta Perkawinan dengan No. 511/161/2005/PA.SKA tertanggal 5 Januari 2005<br />
2.Selama melangsungkan perkawinan Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai 2 orang anak yaitu: Nugroho Mukti, laki-laki, lahir di Surakarta, tanggal 25 Desember 2007 dengan Akta Kelahiran No. 567/133/2007/SKA tertanggal 25 Desember 2007 dan Sari Mukti, perempuan, lahir di Surakarta, tanggal 3 Maret 2010 dengan Akta Kelahiran No. 981/131/SKA tertanggal 3 Maret 2010<br />
3.Sejak awal perkawinan berlangsung, Tergugat telah memiliki kebiasaan dan sifat yang baru diketahui oleh Penggugat saat perkawinan berlangsung yaitu mabuk, kasar, sering memukul serta selalu pulang larut tanpa alasan yang jelas<br />
4.Tergugat bekerja sebagai kepala gudang PT. Mekar Sari dengan penghasilan per-bulan Rp 4,000,000,00. Meski Tergugat bekerja, namun sebagian besar penghasilannya dipergunakan tidak untuk kepentingan dan nafkah anak dan istrinya<br />
5.Apabila Penggugat memberikan nasehat, Tergugat bukannya tersadar serta mengubah kebiasaan buruknya namun melakukan pemukulan terhadap Penggugat di depan anak-anak Penggugat/Tergugat yang masih kecil-kecil<br />
6.Kebiasaan kasar Tergugat makin menjadi setelah kelahiran anak kedua dari Penggugat/Tergugat<br />
7.Tergugat juga tidak pernah mendengarkan dan membicarakan masalah ini secara baik dengan Penggugat yang akhirnya mendorong Penggugat untuk membicarakan masalah ini dengan keluarga Tergugat untuk penyelesaian terbaik dan pihak keluarga Tergugat selalu menasehati yang nampaknya tidak pernah berhasil dan Tergugat tetap tidak mau berubah<br />
8.Sikap dari Tergugat tersebut yang menjadikan Penggugat tidak ingin lagi untuk melanjutkan perkawinan dengan Tergugat<br />
9.Lembaga perkawinan yang sebenarnya adalah tempat bagi Penggugat dan Tergugat saling menghargai, menyayangi, dan saling membantu serta mendidik satu sama lain tidak lagi didapatkan oleh Penggugat. Rumah tangga yang dibina selama ini juga tidak akan menanamkan budi pekerti yang baik bagi anak-anak Penggugat/Tergugat<br />
<br />
(<b>petitum</b>)<br />
Berdasarkan uraian diatas, Penggugat memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini untuk memutuskan :<br />
1.Menerima gugatan penggugat<br />
2.Mengabulkan gugatan penggugat untuk keseluruhan<br />
3.Menyatakan putusnya ikatan perkawinan antara Penggugat dan Tergugat sebagaimana dalam Akta Perkawinan No. 511/161/2005/PA.SKA yang tercatat di Kantor Urusan Agama Surakarta<br />
4.Menyatakan hak asuh dan pemeliharaan anak berada dalam kekuasaan penggugat<br />
5.Menghukum Tergugat untuk memberikan uang iddah, nafkah anak sebesar Rp. 2.000.000,00 / bulan<br />
6.Membebankan seluruh biaya perkara kepada Tergugat.<br />
<br />
Apabila Majelis Hakim berkehendak lain, Penggugat mohon putusan yang seadil-adilnya<br />
Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih.<br />
<br />
Surakarta, 5 Oktober 2012<br />
Hormat saya,<br />
Kuasa Hukum Penggugat<br />
<br />
Agustin Dwi Ria Mahardika.,SH<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Unknownnoreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-5707879701224307387.post-77094393434287760882012-05-25T22:56:00.000-07:002012-05-25T22:56:26.948-07:00PERJANJIAN KERJA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-OTTtdtd6o88/T8BwesVic_I/AAAAAAAAAEg/kGBmRCDFbxQ/s1600/z.jpg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="160" width="162" src="http://3.bp.blogspot.com/-OTTtdtd6o88/T8BwesVic_I/AAAAAAAAAEg/kGBmRCDFbxQ/s200/z.jpg" /></a></div><br />
<br />
<br />
<b>1. Tinjauan Tentang Ketentuan Perjanjian Kerja Antara Tenaga Kerja dan Pengusaha<br />
</b><br />
a. Tinjauan Tentang Ketentuan Perjanjian Kerja<br />
1) Pengertian Perjanjian Kerja<br />
Di dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 didefiniskan bahwa Perjanjian kerja adalah “Perjanjian antara pekerja dengan pengusaha/pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak”. Perjanjian kerja ini dibuat antara lain untuk memberikan perlindungan kepada pekerja dalam mewujudkan kesejahteraan dan, meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarga.<br />
2) Syarat-syarat Perjanjian Kerja<br />
Menurut Pasal 52 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 perjanjian kerja dibuat atas dasar :<br />
a) kesepakatan kedua belah pihak;<br />
b) kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;<br />
c) adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan<br />
d) pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku.<br />
Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang tidak dibuat berdasarkan kesepakatan dan subyeknya tidak cakap menurut hukum maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan dan perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak dengan tidak adanya pekerjaan yang diperjanjian dan perjanjian kerja yang bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku maka batal demi hukum<br />
<br />
3) Jenis Perjanjian Kerja<br />
Jenis Perjanjian Kerja dibagi menjadi perjanjian kerja waktu tertentu dan perjanjian kerja tidak tertentu, pengertian perjanjian kerja waktu tertentu dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu tersebut dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 100/MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu disebutkan sebagai berikut :<br />
a) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu <br />
PKWT tidak diterapkan kepada setiap jenis pekerjaan, Undang-undang memberikan perlindungan dengan pembatasan agar PKWT diterapkan pada situasi-situasi khusus. Hal ini berarti bahwa diluar situasi-situasi tersebut, PKWT tidak diperbolehkan. Adapun batasan situasi tersebut, dinyatakan dalam Undang-undang No. 13 tahun 2003 sebagai berikut : <br />
i. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya; <br />
ii. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun; <br />
iii. pekerjaan yang bersifat musiman; atau pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. <br />
iv. perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.<br />
Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 100/MEN/IV/2004 diatur lebih lanjut mengenai persyaratan PKWT atas 4 jenis pekerjaan. Misalnya mengenai PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya yang penyelesaiannya paling lama 3 (tiga) tahun diatur dalam Pasal 3 Keputusan Menteri tersebut sebagai berikut : <br />
i. PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu. <br />
ii. PKWT sebagaimana dimaksud diatas dibuat untuk paling lama 3 (tiga) tahun. <br />
iii. Dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam PKWT dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan maka PKWT tersebut putus demi hukum pada saat selesainya pekerjaan. <br />
iv. Dalam PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu harus dicantumkan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai. <br />
v. Dalam hal PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu namun karena kondisi tertentu pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan, dapat dilakukan pembaharuan PKWT. <br />
vi. Pembaharuan tersebut dilakukan setelah melebihi masa tenggang 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perjanjian kerja. <br />
vii. Selama tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari tidak ada hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha. <br />
<br />
b) Perjanjian Waktu Tidak Tertentu <br />
Adapun mengenai perjanjian waktu tidak tertentu, pengaturannya dalam Undang-undang No. 13 tahun 2003. Undang-undang ini memberikan kesempatan kepada perusahaan/pemberi kerja untuk memberlakukan masa percobaan paling lama 3 bulan. Hal ini salah satunya dilatarbelakangi oleh karena sifat perjanjian yang bersifat berkelanjutan dan jangka panjang, maka perusahaan memerlukan waktu untuk evaluasi pekerja tersebut sebelum menjadi pekerja tetapnya. Namun demikian menurut Pasal 61 tersebut, walaupun diberlakukan masa percobaan selama 3 bulan, perusahaan tidak diperkenankan membayar di bawah upah minimum. Menurut Pasal 55, Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak. <br />
b. Tinjauan Tentang Tenaga Kerja<br />
a. Pengertian Tenaga Kerja<br />
1) Menurut Pasal 1 ayat (1) ,(2) dan (3) UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan : <br />
a) Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. <br />
b) Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. <br />
c) Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. <br />
2) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia<br />
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barangdan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.Tenaga kerja menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah orang yang bekerja atau mengerjakansesuatu, orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan. <br />
3) Menurut Para Ahli<br />
Sjamsul Arifin, Dian Ediana Rae, Charles, Joseph, Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang bersifat homogen dalam suatu negara, namun bersifat heterogen (tidak identik) antar negara. <br />
2. Jenis-jenis Tenaga Kerja<br />
1) Tenaga Kerja Terdidik / Tenaga Ahli / Tenaga Mahir<br />
Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang mendapatkan suatu keahlian atau kemahiran pada suatu bidang karena sekolah atau pendidikan formal dan non formal. Contohnya seperti sarjana ekonomi, insinyur, sarjana muda, doktor, master, dan lain sebagainya.<br />
<br />
2) Tenaga Kerja Terlatih<br />
Tenaga kerja terlatih adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu yang didapat melalui pengalaman kerja. Keahlian terlatih ini tidak memerlukan pendidikan karena yang dibutuhkan adalah latihan dan melakukannya berulang-ulang sampai bisa dan menguasai pekerjaan tersebut. Contohnya adalah supir, pelayan toko, tukang masak, montir, pelukis, dan lain-lain.<br />
3) Tenaga Kerja Tidak Terdidik dan Tidak Terlatih<br />
Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja kasar yang hanya mengandalkan tenaga saja. Contoh tenaga kerja model ini seperti kuli, buruh angkut, buruh pabrik, pembantu, tukang becak, dan masih banyak lagi contoh lainnya.<br />
c. Tinjauan Tentang Pengusaha<br />
1. Pengertian Pengusaha<br />
a. Menurut Pasal 1 Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan <br />
Ayat 04<br />
Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. <br />
Ayat 05<br />
Pengusaha adalah : <br />
1) orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; <br />
2) orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; <br />
3) orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. <br />
b. Menurut Teori<br />
Seorang pengusaha adalah seseorang yang telah memiliki perusahaan ,usaha atau ide dan mengasumsikan akuntabilitas yang signifikan bagi risiko yang melekat dan hasil. Pengusaha adalah istilah yang diterapkan pada tipe kepribadian yang bersedia mengambil bagi dirinya sendiri sebuah perusahaan baru atau perusahaan dan menerima tanggung jawab penuh untuk hasilnya.<br />
<br />
Pengusaha adalah orang utama di balik sebuah perusahaan atau organisasi, dia atau dia dapat menunjukkan kualitas nya sebagai pemimpin dengan memilih manajer yang tepat bagi perusahaan. Sebuah teori yang lebih umum diadakan adalah bahwa pengusaha muncul dari populasi pada permintaan, dari kombinasi peluang dan orang posisi yang baik untuk mengambil keuntungan dari mereka. <br />Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5707879701224307387.post-79287471461359754222012-05-25T22:32:00.000-07:002012-05-25T22:38:03.890-07:00PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DI INDONESIA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-kXzFhGAl9Wg/T8Br_6zkHjI/AAAAAAAAAEQ/Q0cyyWQCsOc/s1600/images.jpg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="140" width="140" src="http://2.bp.blogspot.com/-kXzFhGAl9Wg/T8Br_6zkHjI/AAAAAAAAAEQ/Q0cyyWQCsOc/s200/images.jpg" /></a></div><br />
<br />
<br />
A.<b> LATAR BELAKANG</b><br />
<br />
“Negara Indonesia adalah negara hukum”. Demikian bunyi Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Secara sederhana ayat ini dapat ditafsirkan bahwasanya negara Indonesia menjunjung tinggi nilai hukum yang bertujuan, seperti yang dikatakan Lawrence Friedman, untuk menciptakan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. Tujuan tersebut dilayangkan untuk melindungi segenap masyarakat Indonesia dari berbagai permasalahan hukum dan menyamaratakan semua hak masyarakat dalam bidang hukum. Termasuk dalam hal ini adalah tentang penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang di Indonesia.<br />
Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan oleh orang perorangan maupun oleh korporasi dalam batas wilayah suatu Negara ,ataupun yang dilakukan melintasi batas wilayah Negara lain makin meningkat. Kejahatan tersebut antara lain berupa tindak pidana korupsi, penyuapan, penyelundupan barang, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran, perbankan, perdagangan gelap narkotika dan psikotoprika, perdagangan budak, wanita, dan anak, perdangan senjata gelap, penculikan, teroroisme, pencurian, peggelapan, penipuan dan berbagai kejahatan kerah putih. Kejahatan-kejahatan tersebut telah melibatkan atau menghasilkan kekayaan yang sangat besar jumlahnya. <br />
Harta kekayaan yang berasal dari berbagai kejahatan atau tindak pidana tersebut, pada umumnya tidak langsung dibelanjakan atau digunakan oleh para pelaku kejahatan karena apabila langsung digunakan akan mudah dilacak oleh penegak hukum mengenai sumber diperolehnya harta kekayaan tersebut. Biasanya para pelaku kejahatan terlebih dahulu mengupayakan agar harta kekayaan tersebut masuk kedalam system keuangan, terutama ke dalam system perbankan. Dengan cara demikian, asal-usul harta kekayaan tersebut diharapkan tidak dapat di lacak oleh penegak hukum. <br />
Maka hal ini akan menyulitkan penegak hukum dalam menyelidiki kasus-kasus kejahatan ini apalagi kejahatan tersebut juga di dukung dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang komunikasi telah menyebabkan terintegrasinya system keuangan termasuk system perbankan yang menawarkan mekanisme lalu lintas dana antarnegara yang dapat dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. <br />
Di Indonesia sendiri kasus mengenai kejahatan yang dipaparkan diatas belum banyak bermunculan, hal ini disebabkan belum adanya peraturan yang khusus untuk menangani kejahatan tersebut, sehingga para pelaku kejahatan dengan leluasa melakukan aksinya. Baru setelah di undangkannya undang-undang no.15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang sebagaimana telah diubah dengan undang-undang no.25 tahun 2003 mulailah bermunculan kasus-kasus pencucian uang seperti kasus century yang menjerat beberapa pengurus korporasi tersebut meskipun hingga kini belum ada penyelesaianya. Sedang kasus yang lagi marak saat ini adalah kasus suap Wisma Atlet yang menimpa M. Nazaruddin mantan Bendahara Umum Partai Demokrat yang ditetapkan sebagai tersangka kasus pencucian uang berupa pembelian saham PT Garuda Indonesia dari hasil korupsi suap Wisma Atlet.<br />
Apa itu pencucian uang? Secara popular dapat dijelaskan bahwa aktivitas pencucian uang merupakan suatu perbuatan memindahkan, menggunakan atau melakukan perbuatan lainnya atas hasil dari suatu tindak pidana yang kerap dilakukan oleh criminal organization, maupun individu yang melakukan tindakan korupsi, penyuapan, perdagangan narkotika, kejahtan kehutanan, kejahatan lingkungan hidup dan tindak pidana lainnya dengan maksud menyembunyikan, menyamarkan atau mengaburkan asal-usul uang yang berasal dari tindak pidana. Perbuatan menyamarkan, menyembunyikan atau mengaburkan tersebut dilakukan agar hasil kejahatan (proceed of crime) yang diperoleh seolah-olah sebagai uang yang sah tanpa terdeteksi bahwa harta kekayaan tersebut berasal dari kegiatan yang illegal. Adapun yang melatarbelakangi para pelaku pencucian uang melakukan aksinya adalah dengan maksud memindahkan atau menjauhkan para pelaku itu dari kejahatan yang menghasilkan proceed of crime, memisahkan proceed of crime dari kejahatan yang dilakukan, menikmati hasil kejahtan tanpa adanya kecurigaan dari aparat yang berwenang kepada pelakunya, serta melakukan reinvestasi hasil kejahatan untuk mengebangkan aksi kejahatan selanjutnya atau dalam mencampurnya dengan bisnis yang sah. <br />
Menurut ketentuan pasal 1 ayat (1) undang-undang no.15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang sebagaimana telah diubah dengan undang-undang no.25 tahun 2003 menyatakan, pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, mmbayarkan, membelanjakan, mengjibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.<br />
Berdasarkan keterangan-keterangan diatas, membuat penulis penasaran mengenai system penegakan hukum di Indonesia terutama mengenai penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang, maka penulis tertarik untuk menulis makalah mengenai penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang di Indonesia.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
B. <b>PEMBAHASAN</b><br />
<br />
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam penegakan hukum tindak pidana pencucian uang di Indonesia diantaranya adalah dengan menerapkan rezim anti pencucian uang.<br />
<br />
Penerapkan Rezim Anti Pencucian Uang<br />
<br />
Meskipun upaya memasukan pengaturan mengenai anti pencucian uang telah dilakukan pada saat penyusunan RUU KUHP pada tahun 1981, namun upaya pencegahan dan pemberantasan pencucian uang secara formal dimulai dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia tentang Prinsip Mengenal Nasabah (know your customer) pada tahun 2001. Ketiadaan undang-undang yang khusus mengatur masalah anti pencucian uang telah mengakibatkan dimasukkannya Indonesia ke dalam daftar Negara yang tidak koorperatif atau Non-Cooperatif Countries and Territories (NCCTs) sejak tahun 2001 itu pula. <br />
Keberadaan Indonesia di dalam daftar NCCTs sudah tentu membawa dampak negative tersendiri secara ekonomis maupun politis. Pertama, secara ekonomis, masuk ke dalam daftar NCCTs mengakibatkan mahalnya biaya yang di tanggung oleh industry keuangan dalam negeri dalam melakukan transaksi dengan mitranya di luar negeri. Dalam suatu pertemuan Forum komunikasi Direktur Kepatuhan Perbankan (FKDKP). Tinnginya biaya ini sudah tentu menjadi beban tambahan bagi perekonomian yang pada gilirannya mengurangi competitiveness dari produk-produk Indonesia di luar negeri. Kedua, secara politis, masuknya Indonesia ke dalam NCCTs dapat mengganggu pergaulan Indonesia di kancah Internasional karena image negative sebagai Negara yang system hukum dan system keuangannya terkontaminasi oleh masalah money laundering yang berasal dari bermacam kejahatan termasuk korupsi.<br />
Berbagai upaya diambil oleh pemerintah dengan maksud untuk membangun rezim anti pencucian uang yang efektif yaitu diundangkanya Undang-Undang No.15 than 2002 yang secara tegas menyatakan kriminalisasi pencucian uang dan pendirikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melaksanakan undang-undang tersebut. PPATK, yang dalam bahasa generiknya adalah Financial Intelegence Unit (FIU), adalah suatu badan pemerintah yang bertanggung jawab kepada presiden yang independen dalam menjalankan tugasnya. Akan tetapi, Undang-Undang No. 15 tahun 2002 tersebut dinilai oleh Financial Action Taks Force (FATF) on money loundering masih memiliki banyak kelemahan karena belum sepenuhnya mengadopsi 40 rekomendasi dan 8 rekomendasi khusus yang mereka keluarkan. <br />
Undang-undang tersebut kemudian disempurnakan dengan diundangkannya undang-undang no.25 tahun 2003 tentang perubahan undang-undang no.15 tahun 2002 pada tanggal 13 Oktober 2003 . Pokok-pokok perubahan dan undang-undang itu meliputi: pertama, penegasan pengertian pencucian uang, mengubah pendekatan dalam penetapan tindak pidana asal dari system tertutup menjadi system terbuka. Kedua, memperluas cakupan tindak pidana pencucian uang. Ketiga, lebih mnegaktifkan pelaksaan tugas PPATK. Keempat, memperkuat kerahasiaan data. Kelima, memperluas bentuk kerjasama internasional dan terakhir keluwesan dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan internasional dalam penangannan pencucian uang. Prosespembangunan rezim anti pencucian uang yang efektif dimulai dengan beroperasinya PPATK secara penuh pada 17 Oktober 2003.<br />
Upaya yang dilakukan tersebut dirasakan belum optimal, antara lain karena peraturan perundang-undangan yang ada ternyata masih memberikan ruang timbulnya penafsiran yang berbeda-beda, adanya celah hukum, kurang tepatnya pemberian sanksi, belum dimanfaatkannya pergeseran beban pembuktian, keterbatasan akses informasi, sempitnya cakupan pelapor dan jenis laporannya, serta kurang jelasnya tugas dan kewenangan dari para pelaksana Undang-Undang tersebut. Untuk memenuhi kepentingan nasional dan menyesuaikan standar rinternasional, perlu disusun Undang-Undang tentang Pencegahan danPemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Maka dari itu kemudian diubah dengan undang-undang no.8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Materi muatan yang terdapat dalamUndang-Undang ini, antara lain:<br />
a. redefinisi pengertian hal yang terkait dengan tindak pidana PencucianUang;<br />
b. penyempurnaan kriminalisasi tindak pidana Pencucian Uang;<br />
c. pengaturan mengenai penjatuhan sanksi pidana dan sanksiadministratif;<br />
d. pengukuhan penerapan prinsip mengenali Pengguna Jasa<br />
e. perluasan Pihak Pelapor<br />
f. penetapan mengenai jenis pelaporan oleh penyedia barang dan/atau jasa lainnya;<br />
g. penataan mengenai Pengawasan Kepatuhan;<br />
h. pemberian kewenangan kepada Pihak Pelapor untuk menunda Transaksi;<br />
i. perluasan kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadappembawaan uang tunai dan instrumen pembayaran lain ke dalam atauke luar daerah pabean;<br />
j. pemberian kewenangan kepada penyidik tindak pidana asal untukmenyidik dugaan tindak pidana Pencucian Uang;<br />
k. perluasan instansi yang berhak menerima hasil analisis ataupemeriksaan PPATK;<br />
l. penataan kembali kelembagaan PPATK;<br />
m. penambahan kewenangan PPATK, termasuk kewenangan untukmenghentikan sementara Transaksi;<br />
n. penataan kembali hukum acara pemeriksaan tindak pidana PencucianUang; dan<br />
o. pengaturan mengenai penyitaan Harta Kekayaan yang berasal daritindak pidana. <br />
Untuk memperkuat rezim anti pencucian uang di Indonesia, upaya yang harus dilakukan adalah memperkuat empat pilar rezim , yaitu :<br />
1. Hukum dan peraturan perundang-undangan<br />
Hal ini dimaksudkan agar tersedianya kerangka hukum dan peraturan perundang-undangan yang kuat yaitu yang dapat menciptakan ketegasan dan kejelasan tentang rezim anti pencucian uang sehingga mempermudah proses penegakannya.<br />
2. System teknologi informasi dan sumber daya manusia<br />
Hal ini bertujuan untuk menyediakan sarana informasi dan komunikasi global yang terintegrasi dan terjamin keamanannya, serta menciptakan sumber daya manusia yang tangguh, terampil, dan memiliki moral yang tinggi yang pada gilirannya dapat mengefektifkan dan mengefisienkan rezim anti pencucian uang.<br />
3. Analisis dan kepatuhan<br />
Hal ini untuk membangun suatu kondisi yang dapat mendorong Penyedia Jasa Kaunagan (PJK) dan instansi lain memahami peranan dan kewajibannya dalam rezim anti pencucian uang khususnya dalam kewajiban penyampaian laporan sebagai sumber data analisis oleh PPATK. Dari hasil analisis laporan-laporan tersebut diharapakan mampu menghasilkan suatu kesimpulan yang memiliki kualitas sehingga dapat membantu penegak hukum secara optimal dalam penegakan hukumnya.<br />
4. Kerjasama dalam negeri dan internasional<br />
Hal ini ditujukan untuk mempererat kerjasama antar instansi domestic dan kerjasama internasional sehingga akan dapat diciptakan koordinasi lintas sektoral secara efektif dan efisien. Disamping itu kerjasama dengan sesama FIU untuk dapat mempercepat terjdainya tukar menukar informasi tanpa perlu mengorbankan aspek kerahasiaan. <br />
<br />
<br />
<br />
<br />
C. <b>KESIMPULAN</b><br />
<br />
Dari uraian yang di paparkan dalam bab pembahasan diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang di Indonesia dilihat dari segi systemnya sudah baik dengan kriminalisasi undang-undang pencucian uang dengan memperhatikan ketentuan Internasional dari FATF. Seiring dengan perubahan waktu pemerintah pun turut memperbaiki undang-undang mengenai tindak pidana pencucian uang sehingga sesuai dengan Rekomendasi dari FATF yang merupakan standard yang dikeluarkan oleh FATF dan wajib dipakai oleh masing-masing negara dan diterapkan secara internasional dengan konsisten. Hal ini terbukti dengan adanya perubahan undang-undang mengenai tindak pidana pencucian hingga tiga kali, yang pertama adalah undang-undang no.15 tahun 2002 yang kemudian diubah dengan undang-undang no.25 tahun 2003 tentang tindak pidana pencucian uang dan terakhir di ubah dengan undang-undang no.8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.<br />
Dengan adanya undang-undang mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang ini maka dapat digunakan untuk membantu memerangi kejahatan terorganisir, menurunkan tingkat kriminalitas dan membantu menciptakan integritas dan stabilitas system keuangan.<br />
Penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang ini juga harus di barengi dengan aparat penegak hukum dalam hal ini dapat disebut bagian dari rezim anti pencucian uang di Indonesia yang mempunyai komitmen besar dalam pemberantasan tindak pidana ini tanpa adanya penegak hukum yang komitmen pada pemberantasan tindak pidana pencucian uang ini maka penegakan hukum tidak akan berjalan mulus sesuai apa yang di harapkan pada tujuan sistemnya.<br />
<br />
<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
<br />
Yunus Husein, Urgensi Undang-undang No.15 tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian UangSsebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.25 tahun 2003, makalah yang disampaikan dalam seminar yang diselenggarakan oleh Puslitbang Kejaksaan Agung, tanggal 28 September 2004, di Yakarta<br />
<br />
Peraturan Bank Indonesia No.3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) tanggal 18 Juni 2001 dan Peraturan Bank Indonesia No.3/23/PBU2001 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No.3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) tanggal 13 Desember 2001.<br />
<br />
Republik Indonesia, Undang-undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.25 tahun 2003<br />
<br />
Republik Indonesia, Undang-undang No.8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang <br />
<br />
<br />
<br />Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5707879701224307387.post-43557316354537727892012-05-25T20:16:00.001-07:002012-05-25T20:18:31.167-07:00ANALSIS TINDAK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-AXPJlzKaM9g/T8BKr3-1HyI/AAAAAAAAADk/1p4nvK1iI6A/s1600/index.jpg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="153" width="170" src="http://3.bp.blogspot.com/-AXPJlzKaM9g/T8BKr3-1HyI/AAAAAAAAADk/1p4nvK1iI6A/s200/index.jpg" /></a></div><br />
<br />
<b>LATAR BELAKANG</b><br />
<br />
Moeljatno, mendefinisikan perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. sedangkan Van Hamel, mendefinisikan yaitu kelakuan orang yang dirumuskan dalam Undang-undang, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Kemudian Mezger juga mendefinisikan tindak pidana, yaitu keseluruhan syarat untuk adanya pidana. Sementara itu, J. Baumann memberikan tindak pidana, yaitu perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan. <br />
Tindak pidana juga dibagi menjadi Tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran, tindak pidana formal dan tindak pidana materiel, tindak pidana dengan kesengajaan dan tindak pidana dengan kealpaan,tindak pidana commissionis, tindak pidana omissionis dan tindak pidana commissionis per omissionem commissa, tindak pidana berlansung terus dan tidak berlangsung terus, tindak pidana ringan dan tindak pidana berat, tindak pidana ekonomi dan tindak pidana politik.<br />
Kerusakan lingkungan merupakan persolan yang serius jika dilihat dari akibat yang di timbulkan tidak hanya akan berdamapak pada lingkungan tetapi juga juga menyangkut kesejahteraan masyarakat. Konstiutsi Negara Republik Indonesia ( UUD RI 1945) menjamin hak-hak warga negaranya untuk memperoleh kesejahteraan, mempertahankan hidupnya, memperoleh jaminan, perlindungan dan kepastian hukum hal ini tertuang dalam batang tubuh UUD RI 1945 yaitu :<br />
Pasal 28A menyatakan setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya<br />
Pasal 28D menyatakan setiap orang berhak atas pengakuan jaminan, pelindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum<br />
Pasal 28H ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayananan kesehatan<br />
Jika dilihat dari dasar aturan atau norma paling tinggi dalam tata urutan peraturan pembentukan undang-undang menurut uu no.12 tahun 2011 yang mengacu pada stenbau teori hans kellsen tersbut maka merupakan tanggung jawab pemerintah untuk menjamin kesejahteraan masyarakat guna memenuhi hak-hak nya sebagai warga Negara.<br />
Menurut pasal 1 ayat 1 undang-undang no.32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menyatakan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelansungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Sedangkan kalau kita bicara tentang kerusakan lingkungan maka oleh Undang-undang nomor 32 tahun 2009 didifinisikan sebagai perubahan langsung dan/tidak langsung terhadap sifat fisik,kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Kalau perusakan lingkungan hidup itu tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung dan/tidak langsung terhadap sifat fisik,kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.<br />
Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukannya makhluk hidup,zat,energy, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.<br />
Dengan adanya potensi pengrusakan lingkungan hidup tersebut yang berdampak pula pada kesejahteraan masyarakat maka undang-undang no.32 tahun 2009 tersebut mengatur sanksi pidana terhadap tindakan pengerusakan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut atau criteria baku kerusakan lingkungan hidup dan lain sebagainya yang berdampak besar bagi kesehatan masyarakat, berikut akan diuraikan analisis mengenai tindak pidana dalam undang-undang no.32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui bab pembahsan guna mengetahui lebih jelas terhadap kualifikasi tindak pidana dalam undang-undang tersebut beserta ketentuan pidananya serta kesesuaian antara undang-undang no. 32 tahun 2009 dengan UUD RI 1945.<br />
<br />
<br />
<b>PEMBAHASAN</b><br />
<br />
A. ANALISIS TINDAK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NO.32 TAHUN 2009<br />
<br />
Pembahasan tentang tindak pidana sebagai masalah pokok hukum pidana akan memperlihatkan arti pentingnya tindak pidana sebagai salah satu dari tiga masalah pokok hukum pidana. Tiga masalah pokok hukum pidana, meliputi:<br />
<br />
a. Masalah perbuatan yang dilarang dan diancam pidana;<br />
b. Masalah pertanggung jawaban pidana dari si pelaku atau kesalahan;<br />
c. Masalah sanksi atau pidana. <br />
<br />
Dalam undang-undang no.32 tahun 2009 ini masalah pokok hukum pidana tersebut diatur di dalam ketentuan pidana dalam bab XV yang terdiri dari dua pulh tiga pasal yaitu pasal 97 sampai dengan pasal 120, sebagaimana dijelaskan pada bab II bagian C mengenai Telaah Umum Tentang Tindak Pidana dalam Undang-Undang no. 32 tahun 2009 Tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.<br />
<br />
Dalam bab II dijelaskan mengenai unsure tindak pidana, saya mengambil unsur tindak pidana menurut D. Simons, Ia membedakan unsur-unsur tindak pidana menjadi sujektif dan objektif. Unsur objektif dalam tindak pidana meliputi: <br />
<br />
a. Perbuatan orang;<br />
b. Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu;<br />
c. Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai keadaan itu, seperti di muka umum pada Pasal 181 KUHP.<br />
Unsur subjektif dalam tindak pidana meliputi:<br />
a. Orang yang mampu bertanggung jawab;<br />
b. Adanya kesalahan (dolus/culpa).<br />
<br />
Dilihat dari unsur-unsur tersebut maka dalam undang-undang no.32 than 2009 memenuhi unsur obyektif dan unsur subyektif dalam delik pidananya yaitu meliputi :<br />
a. Unsur obyektif :<br />
Unsur obyektif dalam undang-undang ini meliputi segala perbuatan yang menyebabkan adanya akibat berupa kerusakan lingkunganyang merugikan masyarakat yaitu meliputi perbuatan yang mngakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambient, baku mutu air, baku mutu air laut, atau criteria baku kerusakan lingkungan hidup. Dan segala bentuk larangan yang terdapat dalam pasal 69 undang-undang no.32 tahun 2009.<br />
<br />
b. Unsure subyektif<br />
Bahwa dalam undang-undang tersebut menyebutkan adanya unsure kesengajaan dari pelaku tetapi juga menyebutkan unsur kealpaan pada tindakan tertentu, berikut contoh pasal-pasalnya yang menguraikan kesengajaan dan kealpaan,<br />
• Unsure kesengajaan :<br />
<br />
Pasal 98<br />
1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambient, baku mutu air laut, atau criteria bau kerusakan lingkungan hidup dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miiar rupiah).<br />
<br />
• Unsur kealpaan :<br />
Pasal 99<br />
<br />
1) Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampainya baku mutu udara ambient, baku mutu air laut, atau criteria baku kerusakan lingkungan hidup dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3(tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miiar rupiah).<br />
<br />
Sebenarnya unutuk dapat membedakan mengenai unsur kesengajaan dan kelalaian dapat dilihat dari rumusan delik yang menyatakan kalimat yang saya tandai dengan huruf tebal dalam pasal diatas yaitu “yang dengan sengaja” dan “yang karena kelalaiannya”<br />
<br />
<br />
B. KESESUAIAN ANTARA UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 2009 DENGAN UUD RI 1945<br />
<br />
Jika kita melihat dalam pasal-pasal di dalam UU no.32 tahun 2009 tersebut masih terdapat ketidaksesuaian antara UU tersebut dengan UUD RI 1945, hal ini terdapat diantaranya :<br />
<br />
Pasal 100<br />
<br />
1) Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda plaing banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).<br />
<br />
Pasal 104<br />
Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tana izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).<br />
<br />
<br />
Pasal 110<br />
Setiap orang yang menyusun amadal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal sebagaiman dimaksud dalam pasal 69 ayat (1) huruf I dipidana dengan penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar)<br />
<br />
Pasal 111<br />
1) Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam pasa 37 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)<br />
2) Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara plaing lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)<br />
<br />
Pasal 112<br />
Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 dan pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)<br />
<br />
Pasal 113<br />
Setiap orang yang memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar yang diperlukan dalam kaitannya dengan pengawasan penegakan hukum yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebgaimana dimaksud dalam pasal 69 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama (satu) tahun dan denda paling bnayak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)<br />
<br />
Pasal 114<br />
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)<br />
<br />
Pasal 15<br />
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup dan/atau pejabat penyidik pegawai negeri sipil dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000,00 (lima ratus juta ruiah)<br />
<br />
Dengan melihat ketentuan dari pasal-pasal diatas betapa terlihatnya kelemahan hukuman pidana bagi pelanggar ketentuan undang-undang tersebut, disana terlihat betul adanya relativitas terhadap hukuman yang dikenakan dengan menggunakan kalimat “paling lama” untuk hukuman pidana penjara dan “paling banyak” untuk hukuman denda. <br />
Frasa “paling lama” dan “paling banyak” ini mengandung makna tidak adanya ketentuan minimum bagi sanksi tindak pidana tersebut sehingga hukuman dapat dikenakan dengan hukuman paling ringan yaitu bisa sampai pada putusan bebas dari hukuman karena tidak adanya batasan minimum hukuman. Hal ini bertentangan dengan asas kepastian hukum yang terdapat pula dalam UUD RI 1945 yang terdapat dalam Pasal 28D menyatakan setiap orang berhak atas pengakuan jaminan, pelindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Dengan adanya relativitas yang terdapat dalam pasal diatas maka Negara tidak menjamin kepastian hukum terhadap warga negaranya.<br />
Selain itu dalam Pasal 111 ayat (1) mengungkapkan “Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam pasa 37 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)” dan pasal 112 mengungkapkan “Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 dan pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)” serta dalam Pasal 114 mengungkapkan “Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”<br />
<br />
Kita lihat bahwa setiap pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL dan pejabat yang tidak melakukan pengawasan serta pengusaha yang tidak menjalankan paksaan dari pemrintah (aturan) di pidana dengan pidana yang ringan yang dimana disitu masih di mungkinkan untuk pejabat tersbut bebas dari pidana dengan adanya rekativitas pidana tersebut. Hal ini jelas betentangan dengan konstitusi (UUD RI 1945) yang tertuang dalam pasal 28A,28D dan 28H dengan tidak memberikan perlindungan dan jaminan kepada masyarakatnya jika pemerintah bebas mengeluarkan ijin lingkungan yang tidak berdasar prosedur dan juga akan berakibat pada kerusakan lingkungan sampai pada akhirnya berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Dengan tidak adanya sanksi yang tegas bagi pejabat pemerintah serta pengusaha maka pelanggaran terhadap lingkungan hidup yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat akan terus bertambah, maka dari itu perlunya mengkaji ulang undang-undang no.32 tahun 2009 yang lebih memprioritaskan pada kepastian hukum dan keadilan social yang sesuai dengan UUD RI 1945.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5707879701224307387.post-63962714739021494042011-10-30T19:42:00.000-07:002011-10-30T19:42:07.368-07:00DESAIN INDUSTRI (HAKI)BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
<br />
A. LATAR BELAKANG<br />
<br />
Indonesia adalah salah satu anggota WTO (World Trade Organization) yang di dalamnya menyangkut TRIPs Agrement (Trade Relatred Aspects of Intellectual Property Rights Including Trade Inn Counterfied Goods), wajib mengharmoniskan sistem hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dengan mematuhi standar-setndar internasional sesuai TRIPs. Salah satu kewajiban dalam TRIPs Agrement adalah indonesia harus memiliki peraturan dan ketentuan hukum yang dapat melindungi karya-karya di bidang desain industri. Maka di Indonesia pengaturan mengenai perlindungan desain industri diatur dalam UU No. 31 tahun 2000 tentang desain industri.<br />
<br />
Menurut ketentuan pasal 1 ayat (1) UU No. 31 tahun 2000 tentang desain industri yang dimaksud dengan desain Industri ialah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.<br />
<br />
Merujuk pada definisi diatas maka, karakteristik desain industri itu ialah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna atau gabungan keduaya,bentuk konfigurasi atau komposisi tersebut harus berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi, bentuk tersebut harus pula memberikan kesan estetis, kesemuanya itu harus dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan<br />
<br />
Berdasarkan undang-undang ini, perlindungan suatu desain diberikan untuk bentuk fitur-fitur bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis dan warna, atau kombinasinya yang diterapkan pada suatu produk atau barang, baik yang bersifat untuk rumah tangga, ornamental, utilitarian atau industri merupakan contoh produk-produk atau barang dimana suatu desain industri dapat diterapkan.<br />
Bagaimana dengan suatu desain grafis,apakah desain grafis tersebut juga dapat di lindungi dengan UU No.31 tahun 2000 tentang desain industri, karena mengingat pernah para pengusaha desain grafis contoh saja pengusaha Clothing Company di kota Bandung yang tidak mendaftarkan desain grafis pada kaosnya maka ia akan lemah untuk perlindungan hukumnya. <br />
Suyatno mendefinisikan desain grafis sebagai, “Aplikasi dari keterampilan seni dan komunikasi untuk kebutuhan bisnis dan industri”, sebab karya desain grafis pada hakikatnya merupakan buah pikir dari serangkaian proses kreatif setelah melalui beberapa tahap layout secara komperhensif. Karya desain biasanya identik dengan stlye seseorang dalam menghasilakan karya, yang tidak lain merupakan produk kekayaan intelektual pendesain yang patut untuk di lindungi. Hak-hak atas kekayaan intelektual sebagai produk hukum disisi lain berupaya melindungi produk grafis atas penciptaan sorang pendesain melalui perangkat UU No.31 tahun 2000 tentang desain industri.<br />
<br />
Merujuk pada ketentuan diatas maka timbullah suatu pertanyaan, Apa yang dapat memperoleh perlindungan industri? Apasajakah contoh produk yang mendapat perlindungan desain industri? Apakah desain grafis mendapat perlindugan hukum UU No. 31 tahun 2000 tentang desain industri? Apakah dapat desain grafis di lindungi oleh UU HAKI yang lain seperti UU No.19 tahun 2002 ?<br />
<br />
<br />
B. RUMUSAN MASALAH<br />
<br />
1. Apa yang dapat memperoleh perlindungan industri? <br />
2. Apasajakah contoh produk yang mendapat perlindungan desain industri?<br />
3. Apakah desain grafis mendapat perlindugan hukum UU No. 31 tahun 2000 tentang desain industri? <br />
4. Apakah dapat desain grafis di lindungi oleh UU HAKI yang lain seperti UU No.19 tahun 2002 ?<br />
<br />
C. TUJUAN<br />
<br />
1. Untuk mengetahui apa yang dapat memperoleh perlindungan industri? <br />
2. Untuk mengetahui apasajakah contoh produk yang mendapat perlindungan desain industri?<br />
3. Untuk mengetahui apakah desain grafis mendapat perlindugan hukum UU No. 31 tahun 2000 tentang desain industri? <br />
4. Untuk mengetahui apakah dapat desain grafis di lindungi oleh UU HAKI yang lain seperti UU No.19 tahun 2002<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
BAB II<br />
PEMBAHASAN<br />
<br />
Menurut ketentuan pasal 1 ayat (1) UU No. 31 tahun 2000 tentang desain industri yang dimaksud dengan desain Industri ialah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.<br />
<br />
Merujuk pada definisi diatas maka, karakteristik desain industri itu dapat dirumuskan sebagai berikut :<br />
<br />
1. Suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna atau gabungan keduaya<br />
2. Bentuk konfigurasi atau komposisi tersebut harus berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi<br />
3. Bentuk tersebut harus pula memberikan kesan estetis<br />
4. Kesemuanya itu harus dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan<br />
<br />
Berdasarkan undang-undang ini, perlindungan suatu desain diberikan untuk bentuk fitur-fitur bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis dan warna, atau kombinasinya yang diterapkan pada suatu produk atau barang, baik yang bersifat untuk rumah tangga, ornamental, utilitarian atau industri merupakan contoh produk-produk atau barang dimana suatu desain industri dapat diterapkan.<br />
Menurut pasal 2 UU No.31 thun 2000 tentang Desain Industri, yang mendapat perlindungan desain industri ialah :<br />
1) Hak Desain Industri diberikan untuk Desain industri baru<br />
2) Desain Industri dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan, desain industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya<br />
3) Pengungkapan sebelumnya, sebgaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah pengungkapan desain industri yang sebelum :<br />
a. Tanggal penerimaan;atau<br />
b. Tanggal prioritas apabila permohonan diajukan dengan prioritas; telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau diluar Indonesia<br />
<br />
Dalam pasal 3 UU No.31 tahun 2000 tentang desain industri dijelaskan bahwa suatu desain industri tidak dianggap telah diumumkan apabila dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum tanggal penerimaannya, desain industri tersebut :<br />
a. Telah dipertunjukan dalam suatu pameran nasionak maupun internasional di indonesia atau di luar indonesia yang resmi atau diakui resmi;atau<br />
b. Telah digunakan di Indonesia oleh pendesain dalam rangkapercobaan dengan tujuan pendidikan,penelitian dan pengembangan<br />
<br />
Subyek dalam desain industri adalah pendesain atau yang menerima hak tersebut dari pendesain. Pendesain menurut ketentuan pasal 1 ayat (2) UU No.31 tahun 2000 tentang desain industri dalah seorang atau beberapa orang yang menghsilkan suatu desain industri. Perlindungan desain industri dapat di peroleh melalui sistem pendaftaran, dimana seorang pendesain memperoleh perlindungan hukum atas karyanya atau memperoleh hak desain industri apabila pihaknya telah mendaftarkan karya desainnya tersebut pada Direktorat Jendral HKI sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku pada pada UU No.31 tahun 2000 tentang desain industri.<br />
<br />
Contoh produk yang mendapat perlindungan dari UU No. 31 tahun 2000 tentang desain industri adalah produk-produk dari desain grafis, desain interior dan segala produk yang memenuhi kriteria unsur-unsur dari desain industri.<br />
<br />
Dalam Bab sebelumnya (Pendahuluan) diatas, Suyatno mendefinisikan desain grafis sebagai, “Aplikasi dari keterampilan seni dan komunikasi untuk kebutuhan bisnis dan industri”, sebab karya desain grafis pada hakikatnya merupakan buah pikir dari serangkaian proses kreatif setelah melalui beberapa tahap layout secara komperhensif. Karya desain biasanya identik dengan stlye seseorang dalam menghasilakan karya, yang tidak lain merupakan produk kekayaan intelektual pendesain yang patut untuk di lindungi. Hak-hak atas kekayaan intelektual sebagai produk hukum disisi lain berupaya melindungi produk grafis atas penciptaan sorang pendesain melalui perangkat UU No.31 tahun 2000 tentang desain industri.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
BAB III<br />
PENUTUP<br />
<br />
KESIMPULAN<br />
<br />
Dari penjelasan dalam pembahasan diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan diantaranya :<br />
1. Menurut pasal 2 UU No.31 thun 2000 tentang Desain Industri, yang mendapat perlindungan desain industri ialah :<br />
1) Hak Desain Industri diberikan untuk Desain industri baru<br />
2) Desain Industri dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan, desain industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya<br />
3) Pengungkapan sebelumnya, sebgaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah pengungkapan desain industri yang sebelum :<br />
a. Tanggal penerimaan;atau<br />
b. Tanggal prioritas apabila permohonan diajukan dengan prioritas; telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau diluar Indonesia<br />
Dalam pasal 3 UU No.31 tahun 2000 tentang desain industri dijelaskan bahwa suatu desain industri tidak dianggap telah diumumkan apabila dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum tanggal penerimaannya, desin industri tersebut :<br />
a. Telah dipertunjukan dalam suatu pameran nasionak maupun internasional di indonesia atau di luar indonesia yang resmi atau diakui resmi;atau<br />
b. Telah digunakan di Indonesia oleh pendesain dalam rangkapercobaan dengan tujuan pendidikan,penelitian dan pengembangan<br />
<br />
<br />
2. Contoh produk yang mendapat perlindungan dari UU No. 31 tahun 2000 tentang desain industri adalah produk-produk dari desain grafis, desain interior dan segala produk yang memenuhi kriteria unsur-unsur dari desain industri. Berdasarkan pengertian desain idustri dalam pasal 1 ayat (1) UU No.31 tahun 2000 tentang desain industri maka karakteristik desain industri dapat dirumuskan sebagai berikut :<br />
<br />
a. Suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna atau gabungan keduaya<br />
b. Bentuk konfigurasi atau komposisi tersebut harus berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi<br />
c. Bentuk tersebut harus pula memberikan kesan estetis<br />
d. Kesemuanya itu harus dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan<br />
Misalnya : desain grafis dalam pembuatan gamabar kaos itu dapat di lindungi oleh UU desain industri.<br />
<br />
3. Desain grafis di lindungi oleh UU No.31 tahun 2000 tentang desain industri, karena desain grafis merupakan aplikasi dari keterampilan seni dan komunikasi untuk kebutuhan bisnis dan industri, sebab karya desain grafis pada hakikatnya merupakan buah pikir dari serangkaian proses kreatif setelah melalui beberapa tahap layout secara komperhensif. Karya desain biasanya identik dengan stlye seseorang dalam menghasilakan karya, yang tidak lain merupakan produk kekayaan intelektual pendesain yang memenuhi unsur-unsur atau karakteristik dalam pengertian desain industri yang tercantum dalam pasal 1 ayat (1) UU No.31 tahun 2000 tentang desain industri, maka dari itu desain grafis lebih pantas di lindungi melalui UU No.31 tahun 2000 tentang desain industri, meski ada kerancuan dengan UU No. 19 tahun 2002 tentang hak cipta, namun kurang tepat rasanya jika desain grafis dimasukan dalam hak cipta karena berlaku asas lex spesialis derograt lex generalis, bahwa peraturan yang khusus mengesampingkan peraturan yang bersifat umum. <br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-mRzJBNXMc_g/Tq4KqCddG0I/AAAAAAAAACc/u3pFgwXJJaQ/s1600/LEMON-LAW.gif" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="200" width="135" src="http://2.bp.blogspot.com/-mRzJBNXMc_g/Tq4KqCddG0I/AAAAAAAAACc/u3pFgwXJJaQ/s200/LEMON-LAW.gif" /></a></div>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5707879701224307387.post-62541622789768604282011-06-13T22:13:00.000-07:002011-06-13T22:17:22.643-07:00URGENSI PENGADAAN TEMPAT REHABILITASI BAGI KORBAN PERDAGANGAN ANAK DI KOTA SURAKARTA Disusun oleh : Yusuf Usman Nurfitriawan C.100.080.165 2008 Agustin Dwi Ria Mahardika C.100.090.012 2009BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
A. Gagasan Kreatif<br />
Gagasan tertulis yang kami sampaikan melalui karya tulis ini<br />
adalah berupa saran kepada Pemerintah Kota Surakarta dalam rangka<br />
mewujudkan negara hukum yang berkeadilan melalui penegakan hukum<br />
progresif dalam dunia praktek hukum di Indonesia, yaitu untuk pengadaan<br />
sebuah tempat rehabilitasi yang disediakan khusus bagi korban perdagangan<br />
orang (dalam hal ini anak) karena menurut hemat kami, korban perdagangan<br />
orang (anak) mempunyai kecenderungan untuk lebih diperhatikan melalui<br />
pelayanan-pelayanan yang nantinya dapat memperkuat mental dan keyakinan<br />
korban untuk dapat berinteraksi dengan dunia luar.<br />
Pengadaan tempat khusus rehabilitasi bagi anak korban<br />
perdagangan (trafficking) merupakan suatu keharusan, karena pertama, anak<br />
adalah generasi penerus (future generation), sehingga diperlukan perhatian<br />
khusus, bahkan ada salah satu kewajiban bagi pemerintah untuk mewujudkan<br />
pengarusutamaan hak anak. Kedua, tempat khusus yang merupakan salah satu<br />
bentuk tempat pelayanan terpadu itu ditentukan dalam UU. No. 21 Tahun<br />
2007 tentang Tindak Pidana Perdaganagan<br />
2<br />
B. Latar Belakang<br />
“Negara Indonesia adalah negara hukum”. Demikian bunyi Pasal<br />
1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Secara sederhana<br />
ayat ini dapat ditafsirkan bahwasanya negara Indonesia menjunjung tinggi<br />
nilai hukum yang bertujuan, seperti yang dikatakan Lawrence Friedman, untuk<br />
menciptakan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. Tujuan tersebut<br />
dilayangkan untuk melindungi segenap masyarakat Indonesia dari berbagai<br />
permasalahan hukum dan menyamaratakan semua hak masyarakat dalam<br />
bidang hukum. Termasuk dalam hal ini adalah tentang adanya rehabilitasi<br />
terhadap korban perdagangan anak.<br />
Menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007<br />
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, pengertian<br />
rehabilitasi adalah pemulihan dari gangguan terhadap kondisi fisik, psikis dan<br />
sosial agar dapat melaksanakan perannya kembali secara wajar baik dalam<br />
keluarga maupun dalam masyarakat. Sedangkan pengertian korban menurut<br />
Pasal 1 angka 3 pada undang-undang yang sama adalah seseorang yang<br />
mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi, dan/atau sosial,<br />
yang diakibatkan tindak pidana perdagangan orang.<br />
Pengertian perdagangan orang menurut Pasal 1 angka 1 Undang-<br />
Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana<br />
Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan,<br />
pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman<br />
kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,<br />
penipuan dan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan uang<br />
atau memberikan bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan<br />
3<br />
dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang<br />
dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan ekspolitasi atau<br />
mengakibatkan orang tereksploitasi.<br />
Perdagangan orang adalah bentuk modern dari perbudakan manusia.<br />
Perdagangan orang juga merupakan salah satu bentuk perlakukan<br />
terburuk dari pelanggaran harkat dan martabat manusia. Bertambahya<br />
masalah perdagangan orang diberbagai negara, termasuk Indonesia<br />
dan negara-negara yang sedang berkembang lainnya, telah menjadi<br />
perhatian Indonesia sebagai bangsa, masyarakat internasional, dan<br />
anggota organisasi internasional, terutama Perserikatan Bangsa-Bangsa<br />
(PBB).1<br />
Menurut laporan Asian Development Bank (ADB) paling tidak<br />
sebanyak satu sampai dua juta manusia diestimasi telah diperjual<br />
belikan setiap tahun diseluruh dunia. Menurut laporan tersebut,<br />
sebagian besar penjualan orang berasal dari negara miskin, 150.000<br />
dari negara Asia Barat dan 225.000 dari negara Asia Tenggara.2<br />
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan<br />
Tindak Pidana Perdagangan Orang, memberikan perhatian yang besar<br />
terhadap penderitaan korban sebagai akibat tindak pindana<br />
perdagangan orang dalam bentuk hak restitusi yang harus diberikan<br />
oleh pelaku tindak pidana perdagangan orang sebagai ganti kerugian<br />
bagi korban, dan mengatur juga hak korban atas rehabilitasi medis dan<br />
sosial, pemulangan serta reintegrasi yang harus dilakukan oleh negara<br />
khususnya bagi mereka yang mengalami penderitaan fisik, psikis, dan<br />
sosial akibat tindak pidana perdagangan orang. Pencegahan dan<br />
penanganan tindak pidana perdagangan orang merupakan tanggung<br />
jawab Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan keluarga.3<br />
1 Alinea I Penjelasan Umum atas UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana<br />
Perdagangan Orang.<br />
2 Jurnal Perempuan 29, 2003:4<br />
3 Alinea VI Penjelasan Umum atas UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana<br />
Perdagangan Orang.<br />
4<br />
Untuk melindungi kepentingan korban, ada pembentukan pusat<br />
pelayanan terpadu bagi saksi atau korban tindak pidana perdagangan orang<br />
seperti yang tertuang pada pasal 46 Undang-Undang Pemberantasan Tindak<br />
Pidana Perdagangan Orang yang berbunyi,<br />
(1) Untuk melindungi saksi dan/atau korban, pada setiap<br />
kabupaten/kota dapat dibentuk pusat pelayanan terpadu bagi saksi<br />
dan/atau korban tindak pidana perdagangan orang.<br />
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan mekanisme<br />
pelayanan terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur<br />
dengan Peraturan Pemerintah<br />
Menurut penuturan salah seorang yang tergabung dalam tim<br />
Pelayanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak Kota Surakarta (selanjutnya<br />
disebut PTPAS), rehabilitasi terhadap korban perdagangan orang di Surakarta<br />
dilakukan melalui kerja sama antara Government Organization (GO) dengan<br />
Non-Government Organization (NGO). Hal ini dilakukan karena tidak adanya<br />
sumber daya manusia yang memadai dari institusi-institusi pemerintahan yang<br />
ada di Surakarta yang menangani tentang permasalahan rehabilitasi terhadap<br />
korban perdagangan orang. Sistem yang dijalankan oleh PTPAS selama ini<br />
adalah rehabilitasi dengan cara melakukan koordinasi dengan lembagalembaga<br />
yang menaruh simpati terhadap korban perdagangan orang di<br />
Surakarta.<br />
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, ada sebuah kesenjangan<br />
terjadi antara apa yang seharusnya terjadi (hal ini ditunjukkan dengan bunyi<br />
undang-undang) dan apa yang sesungguhnya terjadi di lapangan (hal ini<br />
ditunjukkan dengan pendapat PTPAS tentang sistem rehabilitasi), maka<br />
penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan ini ke dalam sebuah karya<br />
tulis ilmiah dengan judul: URGENSI PENGADAAN TEMPAT<br />
REHABILITASI BAGI KORBAN PERDAGANGAN ANAK DI KOTA<br />
SURAKARTA.<br />
5<br />
C. Rumusan Masalah<br />
Agar karya tulis ini tetap mengarah kepada permasalahan dan tidak<br />
menyimpang dari pokok pembahasan hingga menimbulkan kerancauan maka<br />
diperlukan suatu pembatasan permasalahan. Berdasarkan hal tersebut di atas,<br />
maka dapat ditarik beberapa permasalahan yang perlu dikemukakan. Adapun<br />
perumusan masalah yang hendak dikemukakan penulis adalah sebagai berikut:<br />
Apakah peran pemerintah dianggap penting dalam upaya<br />
pengadaan tempat rehabilitasi bagi korban perdagangan anak di kota<br />
Surakarta?<br />
D. Tujuan dan Manfaat<br />
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis menentukan<br />
tujuan penulisan untuk mendeskripsikan betapa pentingnya peran pemerintah<br />
dalam upaya pengadaan tempat rehabilitasi bagi korban perdagangan anak di<br />
kota Surakarta.<br />
Berdasarkan permasalahan di atas, manfaat yang ingin dicapai<br />
dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:<br />
6<br />
1. Manfaat Teoritis<br />
Diharapkan hasil penulisan ini dapat memberikan<br />
pengetahuan serta pemikiran yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu<br />
pengetahuan hukum pada umumnya dan pada khususnya mengenai<br />
peran pemerintah dalam upaya pengadan tempat rehabilitasi bagi<br />
korban perdagangan anak di kota Surakarta.<br />
2. Manfaat Praktis<br />
a. Memberikan bahan masukan bagi penulis sendiri mengenai<br />
ruang lingkup yang dibahas dalam penulisan ini.<br />
b. Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir<br />
yang dinamis mengenai peran pemerintah dalam upaya<br />
pengadaan tempat rehabilitasi bagi korban perdagangan anak di<br />
kota Surakarta.<br />
E. Metodologi Penulisan<br />
Metode penulisan mengemukakan secara teknis tentang metode<br />
yang digunakan dalam penilisan ini. Adapun metode penulisan yang<br />
digunakan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:<br />
1. Metodologi Penulisan<br />
7<br />
Karya tulis ilmiah ini merupakan karya ilmiah yang bersifat<br />
normatif meskipun diperhatikan pula alasan-alasan dari sisi psikologis<br />
(yaitu dengan pendekatan psikologis).<br />
Albert A. Ehrenzweig, guru besar di Universitas Kalifornia,<br />
menjadikan Freud sebagai titik pusat untuk mengupas semua<br />
pemikiran tentang hukum. Freud diterimanya sebagai seorang<br />
yang telah mampu menelanjangi dan menjungkir-balikkan<br />
anggapan-anggapan dan pemikiran-pemikiran manusia,<br />
sehingga timbul suatu zaman baru dalam ilmu, khususnya di<br />
bidang psikologi. Ehrenzweig melihat kebaruan tersebut sebagai<br />
sesuatu yang bisa juga dipakai dalam bidang kritik teori hukum,<br />
yaitu dengan mengupas dan menelanjangi apa yang sebetulnya<br />
selama ini diperdebatkan di kalangan para teoritisi, sehingga<br />
menghasilkan berbagai jenis aliran dan pendekatan dalam ilmu<br />
hukum itu. Dengan menggunakan psychoanalysis, mengaitkan<br />
dengan persoalan Superego, Ehrenzweig mengupas soal<br />
keadilan, kesalahan dalam hukum perdata, pemidanaan dan<br />
sebagainya.4<br />
Karena merupakan karya tulis ilmiah yang bersifat normatif,<br />
maka pada awal tulisan ini akan dipaparkan identifikasi, inventarisasi<br />
dan sinkronisasi. Identifikasi dan inventarisasi yang dimaksud adalah<br />
identifikasi dan iventarisasi peraturan-peraturan hukum dari tingkat<br />
pusat sampai dengan tingkat daerah, yaitu tingkat kota Surakarta.<br />
Sinkronisasi yang dimaksud adalah mengkaji keserasian dan<br />
keharmonisan peraturan hukum, dalam hal ini secara vertikal. Hal ini<br />
dilakukan karena di dalam aturan hukum berlaku asas lex superior<br />
derogat legi inferiori yang artinya aturan yang lebih tinggi<br />
mengesampingkan aturan yang lebih rendah.<br />
4 Albert A. Ehrenzweig dalam bukunya Satjipto Rahardjo. 2000. Ilmu Hukum. Bandung: PT Citra<br />
Aditya Bakti. Hal. 357-358.<br />
8<br />
2. Jenis Penelitian<br />
Penelitian ini dilakukan melalui penelitian studi kasus5, yaitu<br />
studi yang mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan<br />
terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam, dan<br />
menyertakan berbagai sumber informasi. Penelitian ini dibatasi<br />
oleh waktu dan tempat, dan kasus yang dipelajari berupa<br />
program, peristiwa, aktivitas, atau individu.<br />
3. Lokasi Penelitian<br />
Dalam penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi di<br />
Pemerintah Kota Surakarta, khususnya PTPAS. Lokasi penelitian<br />
tersebut dipilih dengan pertimbangan bahwa PTPAS dapat memberikan<br />
data yang diinginkan penulis, yaitu informasi tentang anak sebagai<br />
korban tindak pidana perdagangan orang. Hal ini dapat dibuktikan<br />
dengan dapat dipertanggungjawabkannya informasi yang didapatkan<br />
karena berasal dari informan yang berwenang memberikan informasi<br />
tentang anak sebagai korban tindak pidana perdagangan orang.<br />
4. Jenis Data<br />
Data yang diperlukan untuk penulisan ini adalah data yang<br />
bersifat sekunder yang berupa peraturan hukum yang dapat<br />
dikategorikan menjadi bahan hukum primer dan bahan hukum<br />
sekunder.<br />
1. Bahan Hukum Primer<br />
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan<br />
Tindak Pidana Perdagangan Orang<br />
2. Bahan Hukum Sekunder<br />
Hasil wawancara dengan PTPAS<br />
5 Yuliyantho. Metode Penelitian Kualitatif. Diakses dari http://blog.unila.ac.id/young/metodepenelitian-<br />
kualitatif pada hari Kamis tanggal 9 Juni 2011 pukul 20.04 WIB.<br />
9<br />
5. Teknik Pengumpulan Data<br />
Untuk mengumpulkan data dimaksud diatas digunakan teknik<br />
wawancara6 yang merupakan alat rechecking atau pembuktian<br />
terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya.<br />
Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif<br />
adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in–depth<br />
interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan<br />
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara<br />
pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai,<br />
dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara,<br />
di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan<br />
sosial yang relatif lama.<br />
Beberapa hal yang perlu diperhatikan seorang peneliti saat<br />
mewawancarai responden adalah intonasi suara, kecepatan<br />
berbicara, sensitifitas pertanyaan, kontak mata, dan kepekaan<br />
nonverbal. Dalam mencari informasi, peneliti melakukan dua<br />
jenis wawancara, yaitu autoanamnesa (wawancara yang<br />
dilakukan dengan subjek atau responden) dan aloanamnesa<br />
(wawancara dengan keluarga responden). Beberapa tips saat<br />
melakukan wawancara adalah mulai dengan pertanyaan yang<br />
mudah, mulai dengan informasi fakta, hindari pertanyaan<br />
multiple, jangan menanyakan pertanyaan pribadi sebelum<br />
building raport, ulang kembali jawaban untuk klarifikasi,<br />
berikan kesan positif, dan kontrol emosi negatif.<br />
6. Teknik Analisis Data<br />
Analisis terhadap urgensi ini dikaji dari perspektif normative<br />
menggunakan teori Hans Kelsen tentang Stufenbau theory, bahwa<br />
peraturan hukum itu merupakan sebuah system yang berjenjang dimana<br />
peraturan yang berada pada posisi atas merupakan dasar keberlakuan untuk<br />
peraturan di bawahnya. Oleh karena itu peraturan hukum dari yang<br />
tertinggi hingga ke bawah itu harus sinkron.7<br />
6 Yuliyantho. Ibid.<br />
7) Hans Kelsen dalam Darji Damodiharjo dan Shidarta, Pokok – Pokok Filsafat Hukum:Apa dan<br />
bagaimana filsafat hukum Indonesia, Jakarta :Gramedia Pustaka Utama, 2002, halaman 115 dst.<br />
10<br />
BAB II<br />
TELAAH PUSTAKA<br />
A. Telaah Umum Tentang Tindak Pidana<br />
1. Pengertian Tindak Pidana<br />
Pembahasan tentang tindak pidana sebagai masalah<br />
pokok hukum pidana akan memperlihatkan arti pentingnya tindak<br />
pidana sebagai salah satu dari tiga masalah pokok hukum pidana.<br />
Tiga masalah pokok hukum pidana, meliputi:<br />
a. Masalah perbuatan yang dilarang dan diancam pidana;<br />
b. Masalah pertanggung jawaban pidana dari si pelaku atau<br />
kesalahan;<br />
c. Masalah saksi atau pidana.8<br />
Moeljatno, mendefinisikan perbuatan pidana adalah<br />
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana<br />
disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang<br />
siapa yang melanggar larangan tersebut.9<br />
Van Hamel, mendefinisikan yaitu kelakuan orang yang<br />
dirumuskan dalam Undang-undang, yang bersifat melawan hukum, yang<br />
patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.10<br />
Mezger, mendefinisikan tindak pidana, yaitu keseluruhan<br />
syarat untuk adanya pidana.11 Sementara itu, J. Baumann memberikan<br />
tindak pidana, yaitu perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat<br />
melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan.12<br />
8Sudaryono dan Natangsa Surbakti. 2005. Buku Pegangan Kuliah Hukum Pidana. Surakarta:<br />
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hal. 111.<br />
9 Ibid. Hal. 112.<br />
10 Moeljatno. 1987. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Bina Aksara. Hal. 56.<br />
11Sudaryono dan Natangsa Surbakti. Op. Cit. Hal. 113.<br />
12Moeljatno. Loc. Cit.<br />
11<br />
2. Unsur-unsur Tindak Pidana<br />
Hazewinkel-suringa, menyebutkan unsur-unsur tindak pidana<br />
meliputi: 13<br />
a. Unsur kelakuan orang;<br />
b. Unsur akibat (pada tindak pidana yang dirumuskan secara materiel);<br />
c. Unsur psikis (dengan sengaja atau dengan alpa);<br />
d. Unsur objektif yang menyertai keadaan tindak pidana, seperti dimuka<br />
umum;<br />
e. Unsur syarat tambahan untuk dapat dipidanya perbuatan (Pasal164,<br />
dan Pasal 165) disyaratkan apabila tindak pidana terjadi;<br />
f. Unsur melawan hukum.<br />
Sementara itu, D. Simons membedakan unsur-unsur tindak<br />
pidana menjadi sujektif dan objektif. Unsur objektif dalam tindak pidana<br />
meliputi: 14<br />
a. Perbuatan orang;<br />
b. Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu;<br />
c. Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai keadaan itu, seperti di<br />
muka umum pada Pasal 181 KUHP.<br />
Unsur subjektif dalam tindak pidana meliputi:<br />
a. Orang yang mampu bertanggung jawab;<br />
b. Adanya kesalahan (dolus/culpa).<br />
3. Pembagian Tindak Pidana<br />
a. Tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran<br />
Kejahatan merupakan delik hukum (recht delicten)<br />
yaitu suatu perbutan yang memang berdasarkan kualitas atau<br />
sifat-sifat dari perbutan itu adalah sangat tercela, lepas dari<br />
persoalan ada tidaknya penetapan didalam peraturan<br />
perundang-undangan sebagai tindak pidana. Sementara itu,<br />
pelanggaran dikenal sebagai (wet delicten), yakni perbuatan<br />
yang dipandang sebagai perbuatan yang tercela, sebagai tindak<br />
pidana semata-mata karena ditetapkan oleh peraturan<br />
perundang- undangan.15<br />
Kejahatan dimengerti sebagai delik (menurut)<br />
hukum sedangkan pelanggaran sebagai delik (menurut)<br />
13Ibid. Hal. 115.<br />
14Loc. Cit.<br />
15 Sudaryono dan Natangsa Surbakti. 2005. Buku Pegangan Kuliah Hukum Pidana. Surakarta:<br />
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hal. 131.<br />
12<br />
Undang-Undang. Dalam konteks kejahatan, suatu perbuatan<br />
dipandang mutlak atau secara esensial bertentangan dengan<br />
pengertian tertib hukum. Sementara dalam konteks<br />
pelanggaran, yang kerap disebut ‘politieonrecht’ (pelanggaran<br />
menurut sudut pandang polisi).16<br />
b. Tindak Pidana Formal dan tindak pidana materiel<br />
Tindak Pidana Formal atau delik formal adalah<br />
tindak pidana yang perumusannya lebih menitikberatkan pada<br />
perbuatan yang dilarang dan bukan pada akibat dari perbuatan<br />
itu. Contohnya: penghinaan (Pasal 315 KUHP), penghasutan,<br />
pemalsuan. Sementara, tindak pidana materiil adalah atau delik<br />
materiel adalah tindak pidana yang perumusannya lebih<br />
menitikberatkan pada akibat dari perbuatan itu dalam delik ini,<br />
bentuk perbuatan yang menimbulkan itu tidak penting karena<br />
yang menjadi unsur pokok tindak pidananya adalah akibat dari<br />
perbuatan itu.17<br />
Tindak Pidana Formil adalah tindak pidana dalam<br />
perundang-undangan cukup disebut dengan merujuk pada<br />
perbuatan tertentu atau kelalaian sedangkan tindak pidana<br />
materiil adalah perbuatan yang menyebabkan konsekuensikonsekuensi<br />
tertentu, dimana perbuatan tersebut kadang<br />
tercakup dan kadang tidak tercakup sebagai unsur dalam<br />
perumusan tindak pidana.18<br />
c. Tindak pidana dengan kesengajaan dan tindak pidana dengan<br />
kealpaan.<br />
Tindak pidana dengan kesengajaan, merupakan<br />
tindak yang terjadi karena pelaku tindak pidana itu memang<br />
mempunyai keinginan atau kehendaki untuk melakukan<br />
perbuatan tertentu itu, termasuk juga menghendaki timbulnya<br />
akibat dari perbuatan itu. Sementara itu, tindak pidana dengan<br />
unsur kealpaan merupakan tindak pidana yang terjadi<br />
16 Jan Remmelink. 2003. Hukum Pidana. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Hal. 67<br />
17 Sudaryono dan Natangsa Surbakti. Op. Cit. Hal. 133<br />
18 Jan Remmelink. Op. Cit. Hal. 70-71<br />
13<br />
sementara si pelakunya tidak memiliki keinginan atau<br />
kehendak untuk melakukan sesuatau perbuatan itu.19<br />
d. Tindak Pidana Aduan Dan tindak pidana bukan aduan20<br />
Tindak pidana aduan merupakan tindak pidana yang<br />
penuntutannya didasarkan pada adanya pengaduan dari pihak si<br />
korban dari tindak pidana itu. Tindak pidana aduan ini biasanya<br />
dibedakan menjadi dua:<br />
Tindak Pidana Aduan Absolut adalah<br />
penuntutannya semata- mata dilakukan jika ada pengaduan dari<br />
pihak si korbanlah yang harus bersikap proaktif melakukan<br />
pengaduan kepada pihak si korban, si korbanlah yang harus<br />
proaktif melakukan pengaduan kepada pihak yang berwenang.<br />
Tindak pidana aduan relatif adalah merupakan<br />
tindak pidana yang terjadi diantara orang-orang yang<br />
mempunyai hubungan dekat. Sementara itu, Tindak pidana<br />
bukan aduan adalah tindak pidana yang penuntutannya tidak<br />
didasarkan pada prakarsa atau inisiatif dari si korban.<br />
Tindak pidana bukan aduan merupakan tindak<br />
pidana yang penuntutannya tidak didasarkan pada prakarsa atau<br />
inisiatif dari si korban.<br />
e. Tindak pidana commmissionis, tindak pidana omissionis dan<br />
tindak pidana commmissionis per omisionem commissa<br />
Tindak pidana commmissionis adalah tindak pidana<br />
itu berupa melakukan sesuatu perbutan yang dilarang oleh<br />
peraturan perundang-undangan , jadi merupakan pelanggaran<br />
terhadap larangan.<br />
Tindak pidana omissionis adalah tindak pidana itu<br />
berupa perbuatan pasif atau negatif, ditandai dengan tidak<br />
19 Sudaryono dan Natangsa Surbakti. Op. Cit. Hal. 134<br />
20 Ibid. hal. 134-135<br />
14<br />
dilakukannya sesuatu perbuatan yang diperintahkan atau<br />
diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. Tindak pidana<br />
commmissionis per omisionem commissa adalah perbuatan itu<br />
sebenarnya merupakan tindak pidana commmissionis tetapi<br />
dilakukan denagan jalan tidak berbuat, yakni tidak melakukan<br />
sesuatu yang merupakan kewajibannya.21<br />
Tindak pidana Commissionis adalah tindak pidana<br />
yang terjadi karena suatu perbuatan telah dilakukan, perbuatan<br />
aktif yang bertentangan dengan atau melanggar suatu larangan.<br />
Tindak pidana omissionis yaitu tindak pidana yang terfokus<br />
pada sikap tidak melakukan atau melalaikan suatu kewajiban<br />
atau perintah hukum. Tindak pidana ini selalu dirumuskan<br />
secara formil, misalnya dengan sengaja tidak memenuhi<br />
panggilan sebagai saksi.22<br />
f. Delik yang berlangsung terus dan yang tidak berlangsung terus.<br />
Delik yang berlangsung terus merupakan tindak<br />
pidana yang mempunyai ciri, bahwa keadaan terlarang itu<br />
berlangsung lama. Sementara itu, Delik yang yang tidak<br />
berlangsung terus, merupakan tindak pidana yang terjadinya<br />
tidak mensyaratkan keadaan terlarang yang berlangsung lama.23<br />
g. Delik tunggal dan delik berganda<br />
Delik tunggal adalah tindak pidana yang terjadi<br />
cukup dengan perbuatan satu kali. Sementara itu, delik<br />
berganda adalah suatu tindak pidana yang baru dianggap terjadi<br />
bilamana dilakukan beberapa kali perbuatan.24<br />
h. Tindak pidana sederhana dan tindak pidana yang ada<br />
pemberatannya.<br />
Tindak pidana sederhana, contohnya penganiayaan<br />
(Pasal 351 KUHP), pencurian (Pasal 362 KUHP). Sementara<br />
21 Ibid. hal. 136-137<br />
22 Jan Remmelink. Log. Cit.<br />
23 Sudaryono dan Natangsa Surbakti. Op. Cit. Hal. 137<br />
24 Ibid.<br />
15<br />
itu, tindak pidana yang ada pemberatannya, contohnya<br />
pembunuhan dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu<br />
(Pasal 340 KUHP); penganiayaan yang menyebabkan luka<br />
berat atau matinya orang (Pasal 351 ayat (2), (3) KUHP);<br />
pencurian pada waktu malam (Pasal 363 KUHP).25<br />
i. Tindak pidana ringan dan tindak pidana berat<br />
Tindak pidana ringan adalah Tindak pidana yang<br />
dampak kerugiannya tidak besar dan karena itu juga ancaman<br />
pidanya juga ringan. Sementara itu, tindak pidana berat adalah<br />
Tindak pidana yang dampak kerugian yang ditimbulkannya<br />
sangat besar dan karena itu ancaman pidananya juga berat.26<br />
j. Tindak pidana ekonomi, tindak pidana politik<br />
Tindak pidana ekonomi adalah tindak pidana yang<br />
berada dalam bidang atau masalah ekonomi. Sementara, tindak<br />
pidana politik yaitu tindak pidana yang termasuk dalam<br />
masalah politik, tindak pidana yang termasuk dalam masalah<br />
politik.27<br />
j. Tindak Pidana Berdiri Sendiri dan Tindak Pidana Lanjutan<br />
Perbedaan ini menjadi penting dalam hal penjatuhan<br />
pidana. Ketentuan pasal 56 Sr. Pasal 64 KUHP menetapkan<br />
bahwa dalam hal lebih dari satu tindakan, meskipun masingmasing<br />
tindakan menghasilkan kejahatan atau pelanggaran<br />
yang berdiri sendiri, yang (namun demikian) yang saling<br />
berkaitan sehingga harus dipandang sebagai satu tindakan<br />
lanjutan, (maka) dijatuhi satu pidana saja. Jika ancaman<br />
pidananya berbeda-beda akan ditetapkan pidana pokok yang<br />
paling berat.28<br />
k. Tindak Pidana Rampung dan Tindak Pidana Berlanjut<br />
25 Ibid. hal 137-138<br />
26 Ibid. hal. 138<br />
27 Ibid<br />
28 Jan Remmelink. Op. Cit. Hal. 80<br />
16<br />
Tindak pidana rampung atau selesai adalah tiada<br />
lebih dari suatu perbuatan yang mencakup melalaikan,<br />
melakukan atau melalaikan (suatu kewajiban hukum) atau<br />
menimbulkan akibat tertentu. Tindak pidana berlanjut yaitu<br />
perbuatan yang menciptakan atau menimbulkan suatu keadaa<br />
yang dilarang atau berlanjut. Merampas kemerdekaan<br />
seseorang adalah satu perbuatan secara melawan hukum yang<br />
selesai. Sebaliknya, terus mempertahankan keadaan<br />
terampasnya kemerdekaan seseorang merupakan delik berlanjut<br />
(Pasal 282 Sr, Pasal 333 KUHP).29<br />
l. Tindak Pidana Umum dan Tindak Pidana Khusus<br />
Tindak pidana umum adalah Tindak pidana yang<br />
dapat dilakukan oleh siapapun, Tindak pidana khusus adalah<br />
tindak pidana yang hanya mungkin dilakukan oleh mereka<br />
yang memenuhi kualifikasi atau memiliki kualitas tertentu<br />
seperti pegawai negeri, pelaut, militer30<br />
B. Telaah Umum Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang<br />
1. Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Orang<br />
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21 tahun<br />
2007 tentang pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang,<br />
perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan,<br />
penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang<br />
dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan,<br />
penyekapan, pemalsuan, penipuan dan penyalahgunaan kekuasaan atau<br />
posisi rentan, penjeratan uang atau memberikan bayaran atau manfaat,<br />
sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali<br />
atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun<br />
antar negara, untuk tujuan ekspolitasi atau mengakibatkan orang<br />
tereksploitasi.<br />
29 Ibid. hal. 80-81<br />
30 Ibid. hal. 71-72<br />
17<br />
2. Tindak Pidana Perdagangan Orang Ditinjau dari Hukum Positif<br />
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana<br />
Perdagangan Orang:<br />
(1) Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkuta,<br />
penampunagn, pengiriman,m pemindahan, atau penerimaan<br />
seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan,<br />
penculikan, penyekapan, pemalsuan, pemnipuan, penyalahgunaan<br />
kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi<br />
bayaran atau menfaat walaupun memperoleh persetujuan dari<br />
orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan<br />
mengeksploitasi orang tersebut di wilayah Negara Republik<br />
Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paliang singkat 3<br />
tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit<br />
Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling<br />
banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).<br />
C. Telaah Umum Tentang Rehabilitasi Korban Perdagangan Orang<br />
1. Pengertian Rehabilitasi<br />
Pengertian rehabilitasi dapat kita lihat dalam pasal 1 angka 14<br />
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak<br />
Pidana Perdagangan Orang, yaitu Rehabilitasi adalah pemulihan dari<br />
gangguan terhadap kondisi fisik, psikis dan sosial agar dapat<br />
melaksanakan perannya kembali secara wajar baik dalam keluarga<br />
maupun dalam masyarakat.”<br />
2. Rehabilitasi Korban Perdagangan Orang Ditinjau dari Hukum Positif<br />
Mengenai perlindungan atas korban tindak pidana perdagangan<br />
orang, undang-undang mengatur mengenai hak korban untuk tidak di<br />
abaikan yang terdapat dalam pasal 51 dan pasal 52 UU Pemberantasan<br />
Tindak Pidana Perdagangan Orang. Pasal 51 menyebutkan bahwa:<br />
18<br />
(1) Korban berhak memperoleh rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial,<br />
pemulangan, dan reintegrasi sosial dari pemerintah apabila yang<br />
bersangkutan mengalami penderitaan baik fisik maupun psikis akibat<br />
tindak pidana perdagangan orang.<br />
(2) Hak-hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh korban<br />
atau keluarga korban, teman korban, kepolisian, relawan pendamping,<br />
atau pekerja sosial setelah korban melaporkan kasus yang dialaminya<br />
atau pihak lain melaporkannya kepada Kepolisian Negara Republik<br />
Indonesia.<br />
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada<br />
pemerintah melalui menteri atau instansi yang menangani masalahmasalah<br />
kesehatan dan sosial di daerah.<br />
Dalam Pasal 52 menyebutkan bahwa:<br />
(1) Menteri atau instansi yang menangani rehabilitasi sebagaimana<br />
dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) wajib memberikan rehabilitasi<br />
kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial paling<br />
lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diajukan permohonan.<br />
(2) Untuk penyelenggaraan pelayanan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi<br />
sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial sebagaimana dimaksud pada<br />
ayat (1), Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membentuk rumah<br />
perlindungan sosial atau pusat trauma.<br />
(3) Untuk penyelenggaraan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat<br />
(2), masyarakat atau lembaga-lembaga pelayanan sosial lainnya dapat<br />
pula membentuk rumah perlindungan sosial atau pusat trauma.<br />
19<br />
BAB III<br />
PEMBAHASAN<br />
A. Hasil Penelitian<br />
Berdasarkan Keputusan Wali Kota Surakarta No. 462.05/84-<br />
A/1/2010 tentang Tim Pelayanan Terpadu Bagi Perempuan dan Anak Kota<br />
Surakarta (PTPAS) Di kota Surakarta telah di bentuk Tim Pelayanan Terpadu<br />
Bagi Perempuan dan Anak Kota Surakarta (PTPAS) yang bertugas :<br />
1. Menurumuskan dan menyusun pokok-pokok kebijakan, program, kegiatan<br />
tentang perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan, Eksploitasi<br />
Seks Komersial Anak (ESKA), traficking, Anak yang Berhadapan dengan<br />
Hukum (ABH), Anak Korban Penculikan, Anak Korban Penculikan, Anak<br />
Terlantar dan Anak Jalanan<br />
2. Melakukan koordinasi, pelayanan, pemantauan dan evaluasi terhadap<br />
penanganan kasus perempuan dan anak korban kekerasan, Eksploitasi<br />
Seks Komersial Anak (ESKA), traficking, Anak yang Berhadapan dengan<br />
Hukum (ABH), Anak Korban Penculikan, Anak Korban Penculikan, Anak<br />
Terlantar dan Anak Jalanan<br />
3. Melakukan upaya fasilitasi perlindungan perempuan dan anak korban<br />
kekerasan, Eksploitasi Seks Komersial Anak (ESKA), traficking, Anak<br />
yang Berhadapan dengan Hukum (ABH), Anak Korban Penculikan, Anak<br />
Korban Penculikan, Anak Terlantar dan Anak Jalanan dengan memberikan<br />
layanan medis, hukum, konseling, rehabilitasi dan rumah aman atau<br />
shelter<br />
4. Melakukan upaya pencegahan terjadinya tindak tindak kekerasan terhadap<br />
perempuan dan anak<br />
20<br />
5. Melakukan upaya untuk mendorong dan meningkatan partisipasi<br />
masyarakat atau penguatan kelembagaan perlindungan perempuan dan<br />
anak terhadap tindak kekerasan<br />
6. Melakukan kerjasama lintas wilayah dalam rangka perlindungan<br />
perempuan dan anak terhadap tindak kekerasan<br />
7. Menyampaikan laporan kepada Walikota Surakarta<br />
Dalam rangka pendampingan kepada korban perempuan dan anak,<br />
tim dapat melakukan koordinasi dan kerjasama penanganan korban yang<br />
didasarkan pada peranan Tim Pelayanan Terpadu Bagi Perempuan dan Anak<br />
Kota Surakarta (PTPAS) dan standar operasional prosedur sesuai dengan<br />
kewenangan yang dimiliki masing-masing lembaga.<br />
Keputusan tersebut juga di dasarkan pada UU No. 21 tahun 2007<br />
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Lembaran Negara<br />
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara<br />
Republik Indonesia 4720), Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 3 tahun 2006<br />
tentang Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial (Lembaran Daerah Kota<br />
Surakarta Tahun 2006 Nomor 3 seri E Nomor 1) dan juga Peraturan Daerah<br />
Kota Surakarta Nomor 6 tahun 2008 tentang Penghapusan Eksploitasi Seksual<br />
Komersial (Lembaran Daerah Kota Surakarta tahun 2006 Nomor 3 Seri E<br />
Nomor 1).<br />
Pembentukan Tim Pelayanan Terpadu Bagi Perempuan dan Anak<br />
Kota Surakarta (PTPAS) Di kota Surakarta yang didasarkan pada Keputusan<br />
21<br />
Wali Kota Surakarta No. 462.05/84-A/1/2010 tentang Tim pelayanan Terpadu<br />
Bagi Perempuan dan Anak Kota Surakarta (PTPAS) Di kota Surakarta, dalam<br />
hal rehabilitasi maka akan terlihat koordinasi dan kerjasama PTPAS dengan<br />
lembaga-lembaga yang tergabung di dalamnya. Disana di cantumkan bahwa<br />
yang berperan melaksanakan pelayanan rehabilitasi dibagi dalam lembagalembaga<br />
diantaranya :<br />
1. Kepala Rumah Sakit Jiwa Surakarta<br />
Melaksanakan pelayanan rehabilitasi psikologis bagi korban kekerasan<br />
berbasis gender dan anak.<br />
2. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Kota Surakarta<br />
a. Melaksanakan pelayanan di bidang rehabilitasi pendidikan baik<br />
formal atau non formal bagi korban kekerasan berbasisi gender dan<br />
anak<br />
b. Melakukan monitoring dan evaluasi<br />
3. Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta<br />
a. Melaksanakan upaya perlindungan dan pelayanan di bidang sosial<br />
bagi korban kekerasan berbasis gender dan anak, anak jalanan dan<br />
anak terlantar<br />
b. Melaksanakan upaya rehabilitasi sosial dan ekonomi bagi anak<br />
jalanan dan anak terlantar<br />
c. Melakukan mentoring dan evaluasi<br />
B. Pembahasan<br />
Pasal 51 ayat (1) UU No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan<br />
Tindak Pidana Perdagangan Orang<br />
(1) Korban perdagangan orang berhak memperoleh rehabilitasi kesehatan,<br />
rehabilitasi sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial dari pemerintah<br />
22<br />
apabila yang bersangkutan mengalami penderitaan baik fisik maupun psikis<br />
akibat tindak pidana perdagangan orang.<br />
Yang dimaksud dengan “Rehabilitasi kesehatan” dalam<br />
ketentuan ini adalah pemulihan kondisi semula baik fisik maupun<br />
psikis. Yang dimaksud dengan “reintegrasi sosial” dalam ketentuan ini<br />
adalah penyatuan kembali korban tindak pidana perdagangan orang<br />
kepada pihak keluarga atau pengganti keluarga yang dapat<br />
memberikan perlindungan dan pemenuhan kebutuhan bagi korban.<br />
Hak atas pemulangan harus dilakukan dengan memberi jaminan bahwa<br />
korabn benar-benar menginginkan pulang, dan tidak beresiko bahaya<br />
yang lebih besar bagi korban tersebut.31<br />
Selain itu dalam pasal 52 UU No. 21 tahun 2007 tentang<br />
Pemebrantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang menyebutkan bahwa<br />
(1) Menteri atau instansi yang menangani rehabilitasi sebagai mana<br />
dimaksud dalam pasal 51 ayat (1) wajib memberikan rehabilitasi kesehatan,<br />
rehabilitasi sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial paling lambat 7 (tujuh)<br />
hari terhitung sejak diajukan permohonan.<br />
(2) Untuk penyelenggaraan pelayanan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi<br />
sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat<br />
(1), Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membentuk rumah<br />
perlindungan sosial atau pusat trauma.<br />
(3) Untuk penyelenggaraan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),<br />
masyarakat atau lembaga-lembaga pelayanan sosial lainnya dapat pula<br />
membentuk rumah perlindungan sosial atau pusat trauma. Pembentukan<br />
rumah perlindungan sosial atau pusat trauma dilakukan sesuai dengan<br />
kebutuhan masing-masing daerah, dengan memperhatikan asas prioritas.<br />
Dalam hubungannya dengan suatu gejala sosial budaya,32<br />
pengaturan UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang ini<br />
31 Penjelasan Pasal 51 ayat 1 UU No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana<br />
Perdagangan Orang<br />
32 E. Utrecht. 1983. Pengantar dalam Hukum Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru. Hal. 2.<br />
23<br />
dimaksudkan untuk menjalankan fungsi hukum pidana itu sendiri<br />
yakni mengatur dan menyelenggarakan kehidupan masyarakat agar<br />
dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum. Berkaitan dengan<br />
hal ini, Adami Chazawi mengatakan bahwa secara khusus sebagai<br />
bagian dari hukum publik, hukum pidana berfungsi:33<br />
1. Melindungi kepentingan hukum dari perbuatan yang menyerang<br />
atau memperkosa kepentingan hukum tersebut;<br />
2. Memberi dasar legitimasi bagi negara dalam rangka negara<br />
menjalankan fungsi perlindungan atas berbagai kepentingan hukum;<br />
3. Mengatur dan membatasi kekuasaan negara dalam rangka negara<br />
melaksanakan fungsi perlindungan atas kepentingan hukum.<br />
Pemecahan masalah yang ada, seperti yang sudah dipaparkan di<br />
atas, yaitu menurut PTPAS rehabilitasi terhadap korban perdagangan orang di<br />
Surakarta dilakukan melalui kerja sama antara Government Organization<br />
(GO) dengan Non-Government Organization (NGO). Hal ini dilakukan karena<br />
tidak adanya sumber daya manusia yang memadai dari institusi-institusi<br />
pemerintahan yang ada di Surakarta yang menangani tentang permasalahan<br />
rehabilitasi terhadap korban perdagangan orang. Sistem yang dijalankan oleh<br />
PTPAS selama ini adalah rehabilitasi dengan cara melakukan koordinasi<br />
dengan lembaga-lembaga yang menaruh simpati terhadap korban perdagangan<br />
orang di Surakarta.<br />
33 Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I. Jakarta: Raja Grafindo Persada.<br />
Hal. 15.<br />
24<br />
BAB IV<br />
PENUTUP<br />
A. Kesimpulan<br />
Berdasarkan pengamatan yang kami peroreh dan telah kami<br />
jabarkan dalam bab pembahasan maka pengadaan tempat khusus rehabilitasi<br />
bagi anak korban perdagangan (trafficking) merupakan suatu keharusan,<br />
karena pertama, anak adalah generasi penerus (future generation), sehingga<br />
diperlukan perhatian khusus, bahkan ada salah satu kewajiban bagi pemerintah<br />
untuk mewujudkan pengarustamaan hak anak. Kedua, temapt khusus yang<br />
merupakan salah satu bentuk tempat pelayanan terpadu itu ditentukan dalam<br />
UU No.21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan.<br />
25<br />
B. Saran<br />
Saran yang kami sampaikan melalui karya tulis ini adalah berupa<br />
saran kepada Pemerintah Kota Surakarta dalam rangka mewujudkan negara<br />
hukum yang berkeadilan melalui penegakan hukum progresif dalam dunia<br />
praktek hukum di Indonesia, yaitu untuk pengadaan sebuah tempat rehabilitasi<br />
yang disediakan khusus bagi korban perdagangan orang karena menurut hemat<br />
kami, korban perdagangan orang mempunyai kecenderungan untuk lebih<br />
diperhatikan melalui pelayanan-pelayanan yang nantinya dapat memperkuat<br />
mental dan keyakinan korban untuk dapat berinteraksi dengan dunia luar.<br />
26<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Chazawi, Adami. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I. Jakarta: Raja<br />
Grafindo Persada.<br />
Darji Damodiharjo dan Shidarta. 2002. Pokok – Pokok Filsafat Hukum: Apa dan<br />
bagaimana filsafat hukum Indonesi. Jakarta: Gramedia Pustaka<br />
Utama.<br />
E. Utrecht. 1983. Pengantar dalam Hukum Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru.<br />
Moeljatno. 1987. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Bina Aksara.<br />
Rahardjo, Satjipto. 2000. Ilmu Hukum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.<br />
Remmelink, Jan. 2003. Hukum Pidana. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.<br />
Sudaryono dan Natangsa Surbakti. 2005. Buku Pegangan Kuliah Hukum Pidana.<br />
Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta.<br />
Jurnal Perempuan 29, 2003:4<br />
Yuliyantho. Metode Penelitian Kualitatif. Diakses dari<br />
http://blog.unila.ac.id/young/metode-penelitian-kualitatif pada hari<br />
Kamis tanggal 9 Juni 2011 pukul 20.04 WIB.<br />
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana<br />
Perdagangan Orang<br />
27<br />
CURICULUM VITAE<br />
Penulis 1<br />
a. Nama : Yusuf Usman Nurfitriawan<br />
b. Tempat/ tanggal lahir : Sragen, 8 Mei 1990<br />
c. Karya- karya ilmiah<br />
mahasiswa yang pernah di buat : -<br />
d. Penghargaan Ilmiah<br />
yang pernah diraih : -<br />
e. Contact person : 085642426486<br />
f. Email : ucup_eleven@yahoo.co.id<br />
Penulis 2<br />
a. Nama : Agustin Dwi Ria Mahardika<br />
b. Tempat/ tanggal l ahir : Magetan, 18 Agustus 1989<br />
c. Karya- karya ilmiah<br />
mahasiswa yang pernah di buat : PKM-P dengan judul“Pergeseran<br />
Gender dalam Lingkungan Masyarakat<br />
Keraton Surakarta dan implikasinya<br />
terhadap masyarakat (Studi Kasus di<br />
Keraton Surakarta)”<br />
d. Penghargaan Ilmiah<br />
yang pernah diraih : -<br />
e. Contact person : 085235002031<br />
f. Email : agustinmahardika45@gmail.com<br />
28<br />
p<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-VsxvERefp_s/TfbtrsStCbI/AAAAAAAAACM/WuanxC15Nxk/s1600/aaa.jpeg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="108" width="160" src="http://4.bp.blogspot.com/-VsxvERefp_s/TfbtrsStCbI/AAAAAAAAACM/WuanxC15Nxk/s200/aaa.jpeg" /></a></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5707879701224307387.post-18216599891230333212011-06-08T04:14:00.000-07:002011-06-08T04:23:03.827-07:00IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM HUKUM PIDANAoleh : Agustin Dwi Ria Mahardika<br />
<br />
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
<br />
A. LATAR BELAKANG<br />
Pada suatu kesempatan refleksi kebangkitan nasional Indonesia dewasa ini, dapat dikatakan bahwa hampir sebagian besar rakyat memperihatinkan kondisi bangsa dan negara dewasa ini terutama dalam hubungan dengan nasionalisme. Fenomena dalam masyarakat atau kalangan elit negara menunjukan suatau ekspresi rapuhnya bangsa ini tetang pemahaman dan keyakinan filosofisnya.1<br />
B.J Habibie dalam sebuah pidato dalam memperingati hari lahirnya pancasila 1 Juni 2011 mengatakan bahwa Indonesia mengalami amnesia nasional. Bangsa Indonesia lupa akan filosofi bangsa yaitu suatu pondasi atau dasar yang membentuk negara Indonesia yang dulu dirumuskan oleh para faunding father kita. Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam dasar negara kita (Pancasila) luntur seiring dengan kemajuan jaman dan teknologi, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya seperti ketuhananan, keadilan, kepatutan, keselarasan, persatuan, kemanusiaan dan gotong royong tidak direfleksikan dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat termasuk juga dalam substansi dan praktek penegakan hukumnya.<br />
Proklamasi kemerdekaan dan pembentukan negara republik Indonesia yang dituangkan ke dalam undang-undang dasar 1945 membawa perubahan besar dalam semua aspek kehidupan kemasyarakatan di wilayah yang sebelumnya dinamakan hindia belanda, termasuk pada penyelenggaraan hukumnya. Implikasinya, secara impisit sudah terjadi perubahan dalam isi cita hukum sebgai “basic guiding principles” dalam penyelenggaraan hukum di Indonesia.2<br />
<br />
1 Disampaikan oleh guru besar ilmu filsafat UGM dalam seminar nasional kerjasama antara sekertariat MPR dan UMS dengan tema : “Revitalisasi Pancasila Dalam Konteks Kebinekaan Indonesia Saat Ini dan Masa Depan,”surakarta, 19 Mei 2011<br />
2Prof. Dr. Khudzaifah Dimyati, SH.,M.Hum, Dr. Winahyu Erwiningsih, SH., M.Hum, makalah “Orientasi Ilmu Hukum Indonesia”, Makalah disajikan dalam seminar nasional kerjasama antara sekertariat MPR dan UMS dengan tema : “Revitalisasi Pancasila Dalam Konteks Kebinekaan Indonesia Saat Ini dan Masa Depan,”surakarta, 19 Mei 2011<br />
<br />
Perjalanan sejarah bangasa Indonesia dari kolonial ke kemerdekaan adalah suatu perjalanan paradigmatis. Secara politik berubah dari bangsa pinggiran (periferi) menjadi bangsa yang mengambil alih pusat kekuasaan melalui proklamasi kemerdekaan pada Agustus 1945: dari Hindia Belanda menjadi Republik Indonesia. Tidak semua bangsa dalam kemerdekaannya ingin membangun suatu kehidupan baru yang didasarkan pada asas-asas baru. Disini peranan UUD 1945 sangat menentukan terjadinya perubahan yang melompat itu. UUD merupakan grand desaign suatu masyarakat dan kehidupan baru di Indonesia.3Dengan demikian, UUD 1945 merupakan instrumen yang sangat penting dalam proses membangun masyarakat baru Indonesia dan menjadi modal bagi pembangunan hukum di Indonesia. Oleh karena itu. Ilmu Hukum Indonesia yang bertugas mendeskripsikan dan menjelaskan kehidupan hukum di negeri ini juga tak dapat dipisahkan dari UUD 1945. Menunujuk pada pemikiran tersebut, paradigma yang dapat ditangkap dari UUD 1945 antara lain : (a) Ketuhanan Yang Maha Esa;(b) Kemanusiaan;(c) Persatuan; (d) kerakyatan; (e) keadilan sosial; (f) kekeluargaan; (g) harmoni; (h) musyawarah.<br />
Paradigma di atas dapat menuntun dalam bidang penyelenggraan suatu negara hukum, yakni pembuatan UU, penegakan hukum dan peradilan. Tatanan hukum yang beroperasi dalam suatu masyarakat pada dasarnya merupakan pengejawantahan cita hukum yang dianut dalam masyarakat yang bersangkutan ke dalam berbagai perangkat aturan positif, lembaga hukum dan proses (perilaku birokrsi pemerintahan dan masyarakat).4 Pembangunan dan pembinaan hukum di Indonesia didasarkan atas pancasila dan UUD 1945. Secara implisit memperlihatkan, bahwa penyusunan hukum yang berlaku di Indonesia tak dapat di lepaskan dengan pandangan hidup bangsa, Pancasila. Dengan Pancasila sebagai pandangan hidup, maka paham negara hukum tidak seperti dianut dalam budaya hukum barat. 5<br />
<br />
<br />
3Sajipto Raharjo, “Paradigma Ilmu Hukum..”,1989.hal.20-21<br />
4B. Arief Sidharta,”Paradigma Ilmu Hukum Indonesia...”1998, hal.27.<br />
5Prof. Dr. Khudzaifah Dimyati, SH.,M.Hum, Dr. Winahyu Erwiningsih, SH., M.Hum, makalah “Orientasi Ilmu Hukum Indonesia”, Makalah disajikan dalam seminar nasional kerjasama antara sekertariat MPR dan UMS dengan tema : “Revitalisasi Pancasila Dalam Konteks Kebinekaan Indonesia Saat Ini dan Masa Depan,”surakarta, 19 Mei 20<br />
<br />
<br />
Paham negara hukum yang dianut dalam budaya hukum Indonesia menundukan kepentingan orang perorangan secara seimbang dengan kepentingan umum.6Pada aras substansi hukum (legal substance) pidananya, masih dipakainya KUHP (ex. WvS) yang notabene buatan pemerintah kolonial Belanda dan dengan sendirinya berspirit kolonialisme, liberalism, dan individulism7(iks) hal tersebut jelas bertantangan dengan paham negara kita yang terkandung dalam Pancasila. <br />
Bagaimana langkah yang harus di ambil untuk dapat mengimplementasikan nilai-nilai pancasila dalam hukum pidana? Makalah ini akan menjelaskan langkah-langkah yang harus di ambil agar nilai-nilai pancasila dapat di implementasikan dalam hukum pidana yang berlaku di Indonesia saat ini.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
6 Prof. Dr. Khudzaifah Dimyati, SH.,M.Hum, Dr. Winahyu Erwiningsih, SH., M.Hum, makalah “Orientasi Ilmu Hukum Indonesia”, Makalah disajikan dalam seminar nasional kerjasama antara sekertariat MPR dan UMS dengan tema : “Revitalisasi Pancasila Dalam Konteks Kebinekaan Indonesia Saat Ini dan Masa Depan,”surakarta, 19 Mei 20<br />
7Muchamad Iksan, SH, MH, Makalah Dasar-Dasar Kebijakan Hukum Pidana Berprerspektif Pancasila. Makalah disajikan dalam seminar nasional kerjasama antara sekertariat MPR dan UMS dengan tema : “Revitalisasi Pancasila Dalam Konteks Kebinekaan Indonesia Saat Ini dan Masa Depan,”surakarta, 19 Mei 20<br />
<br />
B. RUMUSAN MASALAH<br />
<br />
1. Apakah nilai-nilai luhur Pancasila sebagai dasar negara sudah di implementasikan ke dalam hukum pidana ?<br />
2. Bagaimana cara mengimplementasikan nilai-nilai luhur Pancasila dalam hukum pidana? <br />
<br />
C. TUJUAN<br />
<br />
1. Mengetahui Apakah nilai-nilai luhur Pancasila sebagai dasar negara sudah di implementasikan ke dalam hukum pidana <br />
2. Memberikan solusi berdasar telaah pustaka dan pendapat para ahli mengenai cara mengimplementasikan nilai-nilai luhur Pancasila dalam hukum pidana<br />
<br />
BAB II<br />
PEMBAHASAN<br />
<br />
Proklamasi kemerdekaan dan pembentukan negara republik Indonesia yang dituangkan ke dalam undang-undang dasar 1945 membawa perubahan besar dalam semua aspek kehidupan kemasyarakatan di wilayah yang sebelumnya dinamakan hindia belanda, termasuk pada penyelenggaraan hukumnya. Implikasinya, secara impisit sudah terjadi perubahan dalam isi cita hukum sebgai “basic guiding principles” dalam penyelenggaraan hukum di Indonesia.2-8<br />
Perjalanan sejarah bangsa Indonesia dari kolonial ke kemerdekaan adalah suatu perjalanan paradigmatis. Secara politik berubah dari bangsa pinggiran (periferi) menjadi bangsa yang mengambil alih pusat kekuasaan melalui proklamasi kemerdekaan pada Agustus 1945: dari Hindia Belanda menjadi Republik Indonesia. Tidak semua bangsa dalam kemerdekaannya ingin membangun suatu kehidupan baru yang didasarkan pada asas-asas baru. Disini peranan UUD 1945 sangat menentukan terjadinya perubahan yang melompat itu. UUD merupakan grand desaign suatu masyarakat dan kehidupan baru di Indonesia.3-9Dengan demikian, UUD 1945 merupakan instrumen yang sangat penting dalam proses membangun masyarakat baru Indonesia dan menjadi modal bagi pembangunan hukum di Indonesia. Oleh karena itu. Ilmu Hukum Indonesia yang bertugas mendeskripsikan dan menjelaskan kehidupan hukum di negeri ini juga tak dapat dipisahkan dari UUD 1945. Menunujuk pada pemikiran tersebut, paradigma yang dapat ditangkap dari UUD 1945 antara lain : (a) Ketuhanan Yang Maha Esa;(b) Kemanusiaan;(c) Persatuan; (d) kerakyatan; (e) keadilan sosial; (f) kekeluargaan; (g) harmoni; (h) musyawarah10.<br />
<br />
8 Prof. Dr. Khudzaifah Dimyati, SH.,M.Hum, Dr. Winahyu Erwiningsih, SH., M.Hum, makalah “Orientasi Ilmu Hukum Indonesia”, Makalah disajikan dalam seminar nasional kerjasama antara sekertariat MPR dan UMS dengan tema : “Revitalisasi Pancasila Dalam Konteks Kebinekaan Indonesia Saat Ini dan Masa Depan,”surakarta, 19 Mei 2011<br />
9 Sajipto Raharjo, “Paradigma Ilmu Hukum..”,1989.hal.20-21<br />
10 Prof. Dr. Khudzaifah Dimyati, SH.,M.Hum, Dr. Winahyu Erwiningsih, SH., M.Hum, makalah “Orientasi Ilmu Hukum Indonesia”, Makalah disajikan dalam seminar nasional kerjasama antara sekertariat MPR dan UMS dengan tema : “Revitalisasi Pancasila Dalam Konteks Kebinekaan Indonesia Saat Ini dan Masa Depan,”surakarta, 19 Mei 2011<br />
<br />
Paradigma di atas dapat menuntun dalam bidang penyelenggraan suatu negara hukum, yakni pembuatan UU, penegakan hukum dan peradilan. Tatanan hukum yang beroperasi dalam suatu masyarakat pada dasarnya merupakan pengejawantahan cita hukum yang dianut dalam masyarakat yang bersangkutan ke dalam berbagai perangkat aturan positif, lembaga hukum dan proses (perilaku birokrsi pemerintahan dan masyarakat).11 Pembangunan dan pembinaan hukum di Indonesia didasarkan atas pancasila dan UUD 1945. Secara implisit memperlihatkan, bahwa penyusunan hukum yang berlaku di Indonesia tak dapat di lepaskan dengan pandangan hidup bangsa, Pancasila. Dengan Pancasila sebagai pandangan hidup, maka paham negara hukum tidak seperti dianut dalam budaya hukum barat. 12<br />
Paham negara hukum yang dianut dalam budaya hukum Indonesia menundukan kepentingan orang perorangan secara seimbang dengan kepentingan umum.13Pada aras substansi hukum (legal substance) pidananya, masih dipakainya KUHP (ex. WvS) yang notabene buatan pemerintah kolonial Belanda dan dengan sendirinya berspirit kolonialisme, liberalism, dan individulism14 hal tersebut jelas tidak sesuai dengan paham negara kita yang terkandung dalam Pancasila. <br />
Indonesia Negara Hukum<br />
Negara Indonesia adalah negara berdasar hukum, penegasan ini secara konstitusional terdapat dalam penjelasan UUD 1945 yang berbunyi: “Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka (Machisstaat)”. Disebutkan pula bahwa: “Pemerintah Indonesia berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Bahwa karena urgensi penegasan dimaksud, maka pada Amandemen ke tiga UUD 1945 tahun 2001 ditegaskan kembali dalam pasal 1 ayat (3) yang berbunyi: “Negara Indonesia adalah negara hukum”.<br />
11 B. Arief Sidharta,”Paradigma Ilmu Hukum Indonesia...”1998, hal.27.<br />
12-13 Prof. Dr. Khudzaifah Dimyati, SH.,M.Hum, Dr. Winahyu Erwiningsih, SH., M.Hum, makalah “Orientasi Ilmu Hukum Indonesia”, Makalah disajikan dalam seminar nasional kerjasama antara sekertariat MPR dan UMS dengan tema : “Revitalisasi Pancasila Dalam Konteks Kebinekaan Indonesia Saat Ini dan Masa Depan,”surakarta, 19 Mei 20<br />
14 Muchamad Iksan, SH, MH, Makalah Dasar-Dasar Kebijakan Hukum Pidana Berprerspektif Pancasila. Makalah disajikan dalam seminar nasional kerjasama antara sekertariat MPR dan UMS dengan tema : “Revitalisasi Pancasila Dalam Konteks Kebinekaan Indonesia Saat Ini dan Masa Depan,”surakarta, 19 Mei 20<br />
Penegasan yuridis-konstitusional sebgaimana tersebut di atas belumlah cukup, akan tetapi harus terimplementasi dalam produk hukum di bawahnya, juga dalam hukum inconcerto di masyarakat. Menurut Frans Magnis-Suseno, ada empat syarat atau ciri penting negara hukum yang mempunyai hubungan pertautan atau tali-temali satu sama lain, yaitu: (1) adanya asas legalitas, yang artinya pemerintah bertindak semata-mata atas dasar hukum yang berlaku; (2) adanya kebebasan dan kemandirian kekuasaan kehakiman, terutama dalam fungsinya menegakan hukum dan keadilan; (3) adanya jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia.15<br />
Pada kenyataanya, walaupun negara ini sudah berusia enam dasawarsa lebih, implementasi pilar-pilar negara hukum dimaksud tidak juga terlaksana secara baik. Di sana-sini masih saja saja diketemukan ketimpang-ketimpangan, yang kemudian menimbulkan keraguan dibeberapa pihak tentang ekstistensi negara hukum Indonesia. Banyaknya praktik kekerasan (aparat) negara terhadap masyarakat yang melanggar hak asasi manusia (HAM)16, penyalahgunaan kekuasaan atau abouse of power, lembaga peradilan yang kurang responsif mengakomodasi tuntutan keadilan dan kepastian hukum masyarakat17, putusan-putusan kontroversial baik dalam kasus kecil (seperti: pencurian 3 biji kakao, 2 biji semangka, 4 kg kapas, dll), maraknya kasus mafia hukum/peradilan,penegakan hukum yang belum/kurang optimal termasuk issue tebang pilih, femomena peradilan massa, eigen richting, maraknya tindak kejahatan dalam masyarakat, dan sebagainya, merupakan bukti bahwa pengejawantahan konsep negara hukum dan nilai-nilai luhur Pancasila dalam praktik kenegaraan dan dalam kehidupan kemasyarakatan belum berjalan sebagaimana yang dicita-citakan.<br />
15Suseno, Frans magnis. 1991. Etika Polotik: Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan modern. Jakarta:Gramedia.Hal.298-301.<br />
16 Muchamad Iksan, SH, MH, Makalah Dasar-Dasar Kebijakan Hukum Pidana Berprerspektif Pancasila. Makalah disajikan dalam seminar nasional kerjasama antara sekertariat MPR dan UMS dengan tema : “Revitalisasi Pancasila Dalam Konteks Kebinekaan Indonesia Saat Ini dan Masa Depan,”surakarta, 19 Mei 20<br />
17Tulisan Sajipto Raharjo dengan judul Sosiologi Pembangunan peradilan Bersih Berwibawa dalam jurnal Ilmu Hukum UMS Vo.3 Tahun III/99. Surakarta. Hal.3-10. <br />
<br />
Kebijakan Hukum Pidana<br />
Untuk mewujudkan tujuan negara harus diupayakan melalui pembangunan berbagai bidang, diantaranya bidang hukum, ekonomi, politik, pertahan keamanan, sosial dan budaya. Pembagnunan bidang-bidang terebut memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan tujuan negara tersebut, oleh karenanya dalam Bab IV sub A GBHN 1999-2004 telah disusun 10 Arah Kebijakan di Bidang Hukum, diantaranya sebgai berikut18:<br />
1. Mengembangkan budaya hukum di semua lapisan masyarakat untuk terciptanya kesadaran dan kepatuhan hukum dalam kerangka supermasi hukum dan tegaknya negara hukum<br />
2. Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan mengakui dan menghormati hukum agama dan hukum adat serta memperbaharui perundang-undangan warisan kolonial dan hukum nasional yang dikriminatif, termasuk ketidakasilan gender dan ketidaksesuaian dengan tuntutan reformasi melalui program legislasi<br />
3. Penegakan hukum secara kosisten untuk lebih menjamin kepastian hukum, keadilan dan kebenaran, supremasi hukum, serta menhargai hak asasi manusia<br />
4. Melanjutkan retifikasi konvensi internasional, terutama yang berkaitan dengan hak asasi manusia sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan bangsa dalam bentuk undang-undang<br />
5. Meningkatkan integritas moral dan keprofesionalan aparat penegak hukum, termasuk kepolisian negara RI, untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat dengan meningkatan kesejahteraan, dukungan sarana dan prasarana hukum, pendidik, serta pengawasan, serta pengawasan yang efektif<br />
6. Mewujudkan lembaga peradilan yang mandiri dan bebas dari pengaruh penguasa dan pihak manapun<br />
7. .......dst<br />
<br />
18GBHN 1999-2004,Op-cit. Hal.63.<br />
<br />
<br />
Arah kebijakan negara dalam di GBHN tersebut, walaupun sekarang sudah tidak tidak lagi ada/berlaku, sekaligus merupakan pengakuan bahwa sistem hukum di negara ini disana-sini masih banyak kelemahan, baik dari sisi kebijakan legislatifnya, implementasi dalam masyarakat, maupun budaya atau kultur hukum masyarakat yang masih rendah. Hal terakhir ini ditandai dengan rendahnya dukungan, partisipasi atau peran serta masyarakat dalam penegakan hukum pidana19.<br />
Muladi,20 memberikan patokan-patokan karakteristik yang harus diperhatikan dalam membuat kebijakan hukum pidana yang akan datang, yaitu : pertama, hukum pidana nasional mendatang yang dibentuk harus memenuhi pertimbangan sosiologis, politis, praktis dan juga dalam kerangka ideologis Indonesia; kedua, hukum pidana nasional mendatang tidak boleh mengabaikan aspek-aspek yang bertalian dengan manusia, alam, dan tradisi dalam Indonesia; ketiga, hukum pidana nasional mendatang harus dapat menyesuaikan diri dengan kecenderungan–kecenderungan universal yang tumbuh di dalam pergaulan masyarakat beradab;keempat, karena sistem peradilan pidana, politik criminal dan politik hukum merupakan bagian dari politik sosial maka hukum pidana nasional mendatang harus memperhatikan aspek-aspek yang bersifat preventif; kelima, hukum pidana nasional mendatang harus harus selalu tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi guna meningkatkan efektifitas fungsinya dalam masyarakat.<br />
Apa yang di kemukakan oleh Muladi di atas, sebenarnya merupakan internalisasi atau implementasi nilai-nilai pancasila dalam pembaharuan hukum pidana.<br />
Sejalan dengan pemikiran di atas, maka upaya fungsionalisasi hukum pidana (materil dan formil-pen) juga harus secara sungguh-sungguh memperhatikan :<br />
1. Tujuan pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan pancasila; sehubungan dengan hal itu maka (penggunaan) hukum pidana bertujuan untuk menggulangi kejahatan dan mengadakan pengugeran terhadap tindakan penanggulangan itu sendiri, demi kesejahteraan dan pengayoman masyarakat<br />
19Mudzakir.2002.Kebijakan Hukum Pidana tentang Perlindungan Saksi. Makalah Semiloka Perlindungan Hukum Terhadap Saksi yang diselenggarakan Kerjasama ICW-SCW.Surakarta. <br />
20Muladi.1990.Proyeksi Hukum Indonesia di Masa Datang.Pidato Pengukuhan Guru Besar FH UNDIP.Semarang.24 Februari 1990.Hal.3.<br />
2. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau yang akan ditanggulangi dengan hukum pidana harus merupakan perbuatan yang tidak dikehendaki, yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian meteril dan spiritual bagi warga masyarakat<br />
3. Penggunaan hukum pidana harus memperhitungkan prinsip biaya dan hasil (cost and benefit principle);<br />
4. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kepastian atau kemampuan daya kerja dari bahan-bahan penegak hukum yaitu jangan sampai ada kelampauan bebab tugas (over belasting).<br />
Sebagaiman diketahui, usaha-usaha pembaharuan hukum pidana, baik materiil maupun formil, terus dilakukan. Dalam konteks pembaharuan hukum pidana materiil, telah beberapa kali dibentuk Tim Pembaharuan KUHP nasional yang sudah mulai bekerja pada tahun 60-an hingga sekarang, dan sudah menghasilkan konsep RUU KUHP yang siap di bahas di Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapat persetujuannya. Demikian pula pembaharuan hukum pidana melalui jalur peraturan perundang-undangan di luar KUHP, yang berjumlah puluhan, bahkan mungkin telah ratusan undang-undang, baik yang merupakan undang-undang (di bidang) hukum pidana, maupun undang-undang (pidana) di bidang administrasi. Pembaharuan hukum pidana formil juga dilakukan, sebut saja misalnya UU No.14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman jo UU No. 35 tahun 1999 tentang perubahan UU No.14 tahun 1970, dan terakhir diganti dengan UU No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman, UU No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP, UU No.5 tahun 2004 tentang perubahan UU No.14 tahun 1985 tentang makamah agung, UU No.2 tahun 1986 tentsng peradilan umum yang telah di ganti dengan UU No.8 tahun 2004 tentang peradilan umum, UU No.28 tahun 1997 tentang kepolisian RI yang telah di ganti dengan UU No.2 tahun 2002 tentang kepolisian negara RI, UU No.5 tahun 1991 tentang kejaksaan RI, UU No.12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan anak, UU No.31 tahun 1997 tantang peradilan militer, UU No.5 tahun 1998 tentang pengesahan konvensi anti penyiksaan, UU No.26 tahun 2000 tentnag pengadilan HAM, UU No.18 tahun 2003 tetang advocat, UU No.13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban21.<br />
<br />
21 Muchamad Iksan, SH, MH, Makalah Dasar-Dasar Kebijakan Hukum Pidana Berprerspektif Pancasila. Makalah disajikan dalam seminar nasional kerjasama antara sekertariat MPR dan UMS dengan tema : “Revitalisasi Pancasila Dalam Konteks Kebinekaan Indonesia Saat Ini dan Masa Depan,”surakarta, 19 Mei 20<br />
<br />
Penegakan Hukum Pidana Berperspektif Nilai-nilai Pancasila<br />
Penegakan hukum haruslah disesuaikan dengan cita-cita hukum bangsa yang bersangkutan (Proklamasi, Pancasila, dan UUD 1945). Artinya, penegakan hukum tersebut haruslah disesuaikan dengan falsafah, pandangan hidup, kaidah dan prinsip yang di anut oleh masyarakat yang bersangkutan, shingga akan sesuai dengan kesadaran hukum yang mereka miliki. Untuk itu penegakan hukum haruslah disesuaikan dengan nilai-nilai yang di junjung tinggi oleh masyarakat, yang bagi masyarakat Indonesia nilai-nilai tersebut , antara lain nilai ketuhanan, keadilan, kebersamaan, kedamaian, ketertiban, kemodernan musyawarah, perlindungan hak-hak asasi dan sebgainya. Tentunya sebagai negara yang menganut sistem hukum eropa kontinental, sedapat mungkin nilai-nilai tersebut dinyatakan dalam bentuk undang-undang termasuk dalam hal nilai dan kaidah penegakan hukumnya. jadi nilai-nilai luhur dari pancasila seperti keadilan, kemanusiaan dan hak asasi manusia (martabat manusia), kepastian hukum, kemanfaatan dan persatuan bangsa harus diinternalisasi dalam dinamika praktik penegakan hukum.<br />
Dalam konteks sistem peradilan pidana, maka ruang lingkup penegakan hukum pidana sudah dimulai sejak perumusan peraturan perundang-undangan oleh lembaga legislatif (kebijakan legislatif) di bidang hukum pidana –baik hukum pidana materil maupun formil--, pelaksanaan perundang-undangan itu di masyarakat, maupun langkah atau tindakan yang diambil atau seharusnya diambil oleh aparat penegak hukum pidana seperti polisi, jaksa penununtut umum, hakim, dan penasehat hukum manakala di masyarakat terjadi tindak pidana atau pelanggaran terhadap hukum pidana yang ada harus tetap memperhatikan dan sesuai dengan nilai-nilai luhur pancasila.<br />
Penyelenggaraan acara pidana (khususnya untuk tindak pidana umum) di dasarkan pada undang-undang No.8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana, yang populer dengan sebutan KUHAP, UU kekuasaan kehakiman, dan peraturan perundang-undangan lainnya sebgai pelengkap. KUHAP dan UU kekuasaan kehakiman itu memuat asas-asas yang harus diwujudkan dalam penyelenggaraan acara pidana, khususnya oleh jajaran aparat penegak hukum (official criinal justice system). Asas-asas dimaksud antara lain :<br />
1. Peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan<br />
2. Persumption of innocence (praduga tak bersalah) <br />
3. Oportunitas<br />
4. Pemeriksaan terbuka untuk umum<br />
5. Semua orang diperlakukan sama di depan hakim<br />
6. Tersangka/terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum<br />
7. Akusatoir <br />
8. Pemeriksaan oleh hakim secara lansung dan lisan<br />
Dengan penyebutan yang berbeda, Yahya harahap mengemukakan landasan asas tau prinsip sebgai dasar patokan hukum yang melandasi KUHAP dalam penegakan hukum, yang merupakan tonggak pedoman bagi instansi jajaran penegak hukum dalam menerapkan pasal-pasal KUHAP, juga berlaku bagi setiap anggota masyarakat yang terlibat dan berkepentingan atas pelaksanaan tindakan yang menyangkut KUHAP. Landasan asas atau prinsip itu antara lain :22<br />
1. Asas legalitas<br />
2. Asas keseimbangan<br />
3. Asas praduga tak bersalah<br />
4. Prinsip pembatasan penahanan<br />
5. Asas ganti rugi dan rehabilitasi<br />
6. Penggabungan pidana dengan tuntutan ganti rugi<br />
7. Asas unifikasi<br />
8. Prinsip saling koordinasi<br />
9. Asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan<br />
10. Prinsip peradilan terbuka untuk umum<br />
<br />
22Andi Hamzah.1985.Perlindungan Hak-Hak Asasi Manusia dalam KUHP.Jakarta:Binacipta.hal 13-28.<br />
<br />
<br />
BAB III<br />
PENUTUP<br />
<br />
A. KESIMPULAN<br />
<br />
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai luhur Pancasila sebagai dasar negara belum secara sempurna di implementasikan ke dalam hukum pidana. Implementasi pilar-pilar negara hukum dimaksud tidak juga terlaksana secara baik. Di sana-sini masih saja diketemukan ketimpang-ketimpangan, yang kemudian menimbulkan keraguan dibeberapa pihak tentang ekstistensi negara hukum Indonesia. <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-XJx-CNB8HIg/Te9ZfPDOZGI/AAAAAAAAAB8/0KKjQB2_ZCQ/s1600/images.jpeg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="156" width="144" src="http://4.bp.blogspot.com/-XJx-CNB8HIg/Te9ZfPDOZGI/AAAAAAAAAB8/0KKjQB2_ZCQ/s200/images.jpeg" /></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-Yh66Lk0EX7s/Te9ZniPqr_I/AAAAAAAAACE/BTCyCz8cb8Y/s1600/aaa.jpeg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="108" width="160" src="http://2.bp.blogspot.com/-Yh66Lk0EX7s/Te9ZniPqr_I/AAAAAAAAACE/BTCyCz8cb8Y/s200/aaa.jpeg" /></a></div><br />
Banyaknya praktik kekerasan (aparat) negara terhadap masyarakat yang melanggar hak asasi manusia (HAM), penyalahgunaan kekuasaan atau abouse of power, lembaga peradilan yang kurang responsif mengakomodasi tuntutan keadilan dan kepastian hukum masyarakat, putusan-putusan kontroversial baik dalam kasus kecil (seperti: pencurian 3 biji kakao, 2 biji semangka, 4 kg kapas, dll), maraknya kasus mafia hukum/peradilan,penegakan hukum yang belum/kurang optimal termasuk issue tebang pilih, femomena peradilan massa, eigen richting, maraknya tindak kejahatan dalam masyarakat, dan sebagainya, merupakan bukti bahwa pengejawantahan konsep negara hukum dan nilai-nilai luhur Pancasila dalam praktik kenegaraan dan dalam kehidupan kemasyarakatan belum berjalan sebagaimana yang dicita-citakan.<br />
Selain itu meski telah di buat kebijakan hukum seperti dalam Bab IV sub A GBHN 1999-2004 disusun 10 Arah Kebijakan di Bidang Hukum (telah diuraikan di atas), walaupun sekarang sudah tidak tidak lagi ada/berlaku, sekaligus merupakan pengakuan bahwa sistem hukum di negara ini disana-sini masih banyak kelemahan, baik dari sisi kebijakan legislatifnya, implementasi dalam masyarakat, maupun budaya atau kultur hukum masyarakat yang masih rendah. Hal terakhir ini ditandai dengan rendahnya dukungan, partisipasi atau peran serta masyarakat dalam penegakan hukum pidana.<br />
<br />
<br />
B. SARAN<br />
<br />
Berdasarkan pembahsan diatas maka untuk mengimplementasikan pancasila dalam hukum pidana dengan cara sebagai berikut :<br />
1. Muladi memberikan patokan-patokan karakteristik yang harus diperhatikan dalam membuat kebijakan hukum pidana yang akan datang, yaitu : pertama, hukum pidana nasional mendatang yang dibentuk harus memenuhi pertimbangan sosiologis, politis, praktis dan juga dalam kerangka ideologis Indonesia; kedua, hukum pidana nasional mendatang tidak boleh mengabaikan aspek-aspek yang bertalian dengan manusia, alam, dan tradisi dalam Indonesia; ketiga, hukum pidana nasional mendatang harus dapat menyesuaikan diri dengan kecenderungan–kecenderungan universal yang tumbuh di dalam pergaulan masyarakat beradab;keempat, karena sistem peradilan pidana, politik criminal dan politik hukum merupakan bagian dari politik sosial maka hukum pidana nasional mendatang harus memperhatikan aspek-aspek yang bersifat preventif; kelima, hukum pidana nasional mendatang harus harus selalu tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi guna meningkatkan efektifitas fungsinya dalam masyarakat.<br />
Apa yang di kemukakan oleh Muladi di atas, sebenarnya merupakan internalisasi atau implementasi nilai-nilai pancasila dalam pembaharuan hukum pidana.<br />
Sejalan dengan pemikiran di atas, maka upaya fungsionalisasi hukum pidana (materil dan formil-pen) juga harus secara sungguh-sungguh memperhatikan :<br />
a. Tujuan pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan pancasila; sehubungan dengan hal itu maka (penggunaan) hukum pidana bertujuan untuk menggulangi kejahatan dan mengadakan pengugeran terhadap tindakan penanggulangan itu sendiri, demi<br />
b. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau yang akan ditanggulangi dengan hukum pidana harus merupakan perbuatan yang tidak dikehendaki, yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian meteril dan spiritual bagi warga masyarakat<br />
c. Penggunaan hukum pidana harus memperhitungkan prinsip biaya dan hasil (cost and benefit principle);<br />
d. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kepastian atau kemampuan daya kerja dari bahan-bahan penegak hukum yaitu jangan sampai ada kelampauan bebab tugas (over belasting).<br />
2. Penegakan hukum haruslah disesuaikan dengan cita-cita hukum bangsa yang bersangkutan (Proklamasi, Pancasila, dan UUD 1945). Artinya, penegakan hukum tersebut haruslah disesuaikan dengan falsafah, pandangan hidup, kaidah dan prinsip yang di anut oleh masyarakat yang bersangkutan, shingga akan sesuai dengan kesadaran hukum yang mereka miliki. Untuk itu penegakan hukum haruslah disesuaikan dengan nilai-nilai yang di junjung tinggi oleh masyarakat, yang bagi masyarakat Indonesia nilai-nilai tersebut , antara lain nilai ketuhanan, keadilan, kebersamaan, kedamaian, ketertiban, kemodernan musyawarah, perlindungan hak-hak asasi dan sebgainya. Tentunya sebagai negara yang menganut sistem hukum eropa kontinental, sedapat mungkin nilai-nilai tersebut dinyatakan dalam bentuk undang-undang termasuk dalam hal nilai dan kaidah penegakan hukumnya. jadi nilai-nilai luhur dari pancasila seperti keadilan, kemanusiaan dan hak asasi manusia (martabat manusia), kepastian hukum, kemanfaatan dan persatuan bangsa harus diinternalisasi dalam dinamika praktik penegakan hukum.<br />
3. Meningkatkan kesadaran hukum dan dasar negara dalam msyarakat, penegak hukum dan pembuat kebijakan untuk mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam hukum pidana<br />
4. serta perlunya dukungan, partisipasi atau peran serta masyarakat dalam penegakan hukum pidana yang sesuai dengan nilai-nilai luhur pancasila.<br />
<br />
<i>DAFTAR PUSTAKA<br />
<br />
Guru besar ilmu filsafat UGM, Kaelan.2011.Makalah Revitalisasi Pancasila Dalam Konteks Kebinekaan Indonesia Saat Ini dan Masa Depan, Makalah disajikan dalam seminar nasional kerjasama antara sekertariat MPR dan UMS dengan tema : Revitalisasi Pancasila Dalam Konteks Kebinekaan Indonesia Saat Ini dan Masa Depan.Surakarta.<br />
Dimyati, Khudzaifah. Erwiningsih ,Winahyu.2011.Makalah Orientasi Ilmu Hukum Indonesia, Makalah disajikan dalam seminar nasional kerjasama antara sekertariat MPR dan UMS dengan tema : Revitalisasi Pancasila Dalam Konteks Kebinekaan Indonesia Saat Ini dan Masa Depan.Surakarta.<br />
Raharjo, Sajipto. 1989.Paradigma Ilmu Hukum.Bandung:Alumni<br />
Sidharta, B. Arief. 1998.Paradigma Ilmu Hukum Indonesia...., hal.27.<br />
Iksan, Muchamad.2011.Makalah Dasar-Dasar Kebijakan Hukum Pidana Berprerspektif Pancasila. Makalah disajikan dalam seminar nasional kerjasama antara sekertariat MPR dan UMS dengan tema : Revitalisasi Pancasila Dalam Konteks Kebinekaan Indonesia Saat Ini dan Masa Depan.Surakarta.<br />
Mudzakir.2002.Kebijakan Hukum Pidana tentang Perlindungan Saksi. Makalah Semiloka Perlindungan Hukum Terhadap Saksi yang diselenggarakan Kerjasama ICW-SCW.Surakarta. <br />
Muladi.1990.Proyeksi Hukum Indonesia di Masa Datang.Pidato Pengukuhan Guru Besar FH UNDIP.Semarang.24 Februari 1990.Hal.3.<br />
GBHN. 1999-2004,Op-cit. Hal.63.<br />
Suseno, Frans magnis. 1991. Etika Polotik: Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan modern. Jakarta:Gramedia.Hal.298-301.<br />
Raharjo, Sajipto. Sosiologi Pembangunan peradilan Bersih Berwibawa dalam jurnal Ilmu Hukum UMS Vo.3 Tahun III/99. Surakarta. Hal.3-10. <br />
Hamzah, Andi.1985.Perlindungan Hak-Hak Asasi Manusia dalam KUHP.Jakarta:Binacipta.<br />
\</i>Unknownnoreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-5707879701224307387.post-35553405783300926252011-06-08T04:07:00.000-07:002011-06-08T04:07:29.405-07:00“Sebuah Pertanyaan “Bagaimana perlindungan untuk mreka?<br />
By: Agustin Dwi Ria Mahardika<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-CnKvofr7jEE/Te9X03iev0I/AAAAAAAAAB0/mXGY6-v2CEI/s1600/images.jpg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="275" width="183" src="http://3.bp.blogspot.com/-CnKvofr7jEE/Te9X03iev0I/AAAAAAAAAB0/mXGY6-v2CEI/s320/images.jpg" /></a></div><br />
<br />
Setiap aku pulang kuliah sore aku selalu menjumpai orang itu. Ya aku tetap menyebutnya sebagai orang meskipun dalam hukum ia tidak diakui sebagai subyek hukum. Aku memperhatikannya, kadang ia berpakaian compang-camping, kurang tepat jika di sebut pakaian, mungkin lebih tepat disebut dengan kain-kain perca yang di balutkan ke tubuhnya. Ia laki-laki ya aku tahu dia laki-laki meskipun jalannya meliuk-liuk lemah gemulai seperti wanita. Kadang tubuhnya itu tak berbalut kain selembar-pun, ia biarkan kulit-kulitnya tersengat sinar matahari ataupun terguyur hujan. Biar ia tersengat sinar matahari dan terguyur hujan, biar ia telanjang bulat di depan umum toh tak ada orang akan peduli padanya. Apalagi dia tak akan merasakan apa yang di pikirkan orang kepadanya dan juga tak memikirkan panasnya terik matahari yang menyengatnya ataupun hujan yang mengguyurnya toh dia tak akan merasakan sakit karena kesakitan yang di deritanya terlalu berat sehingga membuatnya mati rasa.<br />
Kadang aku menemuinya di pasar dekat rumah, aku memperhatikannya. Banyak orang yang meledeknya dan mengerjai dia, tak ada satu pun yang membalutkan baju di tubuhnya. Hati ini terasa ngilu, ngilu tak karuan dan air mata pun ingin tumpah begitu saja. Aku berempati padamu kawan, meski kamu tak akan merakan kekejaman mereka terhadapmu. <br />
Keesokan harinya ku bertemu dengannya lagi, berbalut kain perca warna pink hanya di bagian kemaluan tapi dadanya di biarkan telanjang, hari itu ia mengenakan kaca mata mainan. Aku tak tau ulah iseng siapa lagi yang mendandani ia begitu dan yang memberi kain pink serta kaca mata itu? Hm...andai aku tahu ia tinggal dimana, ingin aku mengorek informasi tentangnya. Dan andai aku tahu harus kemana perlakuan tak adil terhadapnya itu mesti di adukan, aku akan berusaha memperjuangan perlindungan untuknya. Karena tak jarang juga ia mendapat perilaku penyimpangan seksual dari orang-orang di sekitarnya (orang normal yang tingkahnya seperti binatang).<br />
Ya begitulah setiap kali ku berjumpa dengannya dan selalu ada yang berbeda dengan gaya nya, kini rambutnya semakin gondrong dulu masih pendek dan tetap kain yang terbalut di tubuhnya minim-minim dan selalu berubah-ubah. Sejak aku semester 1 hingga sekarang semester 4 ia tetap seperti itu, tidakkah ada orang yang mau memakaikan baju lengkap untuknya? Dimana keluarganya? Aku yakin ia berusia lebih muda di bawahku, seandainya ia dibersihkan dan dirapikan ia akan terlihat tampan karena ia masih sangat muda. Seharusnya ia bersekolah seandainya ia tidak mengalami gangguan jiwa. Tapi siapa mau peduli pada nasibnnya? Siapa yang akan mengobatinya? Apa fungsi RSJ di daerah? Apakah RSJ juga membutuhkan biaya banyak untuk orang gila dapat berobat disana? Haduh, orang gila itu jadi gila kebanyakan karena ekonomi kalau gila mau berobat juga pakek uang lagi semakin banyak orang gila berkeliaran atau di pasung di rumah kaya yang di TV itu dong.<br />
Ini baru sebagian cerita kecil, masih banyak orang-orang yang memiliki penyakit jiwa yang berkeliaran di jalan-jalan. Mereka terancam mendapat kekerasan seksual atau bahkan dapat menjadi obyek mutilasi untuk keuntungan suatu pihak yang menurutku pihak ini lebih parah kegunjangan jiwanya daripada mereka yang berpenyakit jiwa. Beberapa waktu lalu aku melihat berita di TV, seorang wanita yang mengidap gangguan jiwa di pasung di rumah, tapi ia sempat hamil dan melahirkan berkali-kali dan anak-anaknya di titipkan di panti asuan, ada lagi wanita yang mengidap penyakit serupa melahirkan anak di kuburan, subbnallah meskipun anak itu di lahirkan oleh orang-orang yang sakit jiwanya tapi anak-anak itu aku lihat komentar di TV, mereka lahir dengan selamat dan sehat. Dan masih banyak berita-berita yang memberitakan hal semacam itu serta kejadian-kejadian yang tak terekspos media karena mungkin mereka golongan minoritas yang sering terlupakan oleh kita semua.<br />
Masih banyak orang-orang yang menertawakan kekurangan orang lain semacam itu. Adakah orang yang masih mau perhatian deangan mereka, dan tidak mengganggap mereka hina sekalipun mereka berbahaya, tapi mereka itu tidak untuk di jauhi atau di asingkan dari pergaulan kita. Sekalipun keberadaan mereka pun tidak diakui sebagai subyek hukum. Pertanyaannya, apa solusi untuk mengurangi penderita gangguan jiwa? Adakah UU/peraturan pemerintah yang mengatur tentang mereka? Adakah TIM sukarelawan yang mau mengadakan pendampingan untuk pemulihan mereka? Adakah hal-hal semacam itu mendapat perhatian dari pemerintah dan masyarakat? <br />
Saya pernah melihat berita di TV, ada tempat penampungan dan pemulihan orang-orang yamg menyandang gangguan jiwa di suatu daerah di jawa timur. Mungkin mereka sperti LSM dan di bantu oleh pemerintah daerah setempat untuk menciptakan rumah perlindungan bagi orang-orang yang menyandang penyakit jiwa. Di situ ia diberi pengobatan dan pembinaan, tak sedikit dari mereka sembuh dan dapat mengingat keluarganya kembali. Aku yakin tiap penyakit pasti ada obatnya jika masih ada orang yang mau peduli terhadap sakit mereka. Seharusnya tak perlu mereka jadi orang gila abadi samapai akhir hayat jika mereka mendapatkan perhatian dari masyarakat pada umumnya dan pemerintah pada khususnya.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5707879701224307387.post-49512990622871820302011-06-03T07:18:00.000-07:002011-06-03T07:23:45.765-07:00fastabiqul qoirot<div align="center" style="line-height: 150%; text-align: center;"><span style="position: relative; z-index: -1;"><span style="height: 330px; left: 74px; position: absolute; top: -36px; width: 703px;"><img alt="Untitled-1.jpg" height="330" src="file:///C:/DOCUME%7E1/Admin/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image002.gif" width="703" /></span></span><b><span style="color: #4f6228; font-family: Verdana; font-size: 16pt; line-height: 150%;">”Lukman</span></b><b><span style="font-family: Verdana; font-size: 16pt; line-height: 150%;"> <span style="color: #00b0f0;">Hakim</span> <span style="color: #f79646;">dan</span> <span style="color: red;">Keledai</span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: red; font-family: Verdana; font-size: 16pt; line-height: 150%;"> ”</span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 16pt; line-height: 150%;"></span></b></div><div align="center" style="line-height: 150%; text-align: center;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 11pt; line-height: 150%;">Lukman Hakim memerintahkan anaknya mengambil seekor keledai. Sang anak memenuhinya dan membawanya ke hariban sang ayah. Lukman menaiki keledai itu dan memerintahkan anaknya untuk menuntun keledai.</span></div><div align="center" style="line-height: 150%; text-align: center;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 11pt; line-height: 150%;">Keduanya berjalan melewati kerumunan orang banyak. Tiba-tiba orang-orang mengecam seraya berkata, "Anak kecil itu berjalan kaki, sedangkan orang-tuanya nangkring di atas keledai, alangkah kejam dan kasarnya ia." Lukman bertanya kepada anaknya, "Bagaimana tanggapan orang-orang wahai anakku?" Sang anak menyampaikan tanggapan mereka.</span></div><div align="center" style="line-height: 150%; text-align: center;"><span style="height: 486px; left: 0px; margin-left: -17px; margin-top: 175px; position: absolute; width: 679px; z-index: -2;"><img alt="Untitled-1.psd.jpg" height="486" src="file:///C:/DOCUME%7E1/Admin/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image004.gif" width="679" /></span><span style="font-family: Verdana; font-size: 11pt; line-height: 150%;">Kemudian, Lukman turun menuntun keledai. Sang anak ganti menaiki keledai. Keduanya lalu berjalan melewati keramaian di tempat lain. Tiba-tiba mereka mencemooh sang anak seraya berkata, "Anak muda itu menaiki keledai, sedangkan orang tuanya berjalan kaki, alangkah jelek dan kurang ajar sang anak." Lukman bertanya kepada anaknya, "Bagaimana tanggapan orang-orang wahai anakku?"<br />
Sang anak menyampaikan tanggapan mereka.</span></div><div align="center" style="line-height: 150%; text-align: center;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 11pt; line-height: 150%;">Kemudian, Lukman dan anaknya sama-sama menaiki keledai berboncengan. Keduanya melewati keramaian di tempat lain, tiba-tiba orang-orang mencerca keduanya seraya berkata, "Betapa kejam kedua orang itu, mereka menaiki seekor keledai, padahal mereka tidak sakit, dan tidak pula lemah." Lukman bertanya kepada anaknya, "Bagaimana tanggapan orang-orang wahai anakku?"<br />
Sang anak menyampaikan tanggapan mereka.</span></div><div align="center" style="line-height: 150%; text-align: center;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 11pt; line-height: 150%;">Akhirnya, Lukman dan anaknya turun dari keledai. Keduanya berjalan kaki sambil menuntunnya melewati keramaian di tempat lain. Tiba-tiba orang-orang mengecam seraca berkata, "Subhanallah... seekor himar yang sehat dan kuat berjalan? sementara kedua orang itu berjalan menuntunnya, alangkah baiknya jika salah satu dari mereka menaikinya." Lukman bertanya kepada anaknya, "Bagaimana tanggapan orang-orang wahai anakku?"<br />
Sang anak menyampaikan tanggapan mereka.</span></div><div align="center" style="line-height: 150%; text-align: center;"><span style="font-family: Verdana; font-size: 11pt; line-height: 150%;">Kemudian, Lukman menasihati anaknya: "Wahai anakku, bukankah aku telah berkata kepadamu, kerjakanlah pekerjaan yang membuat engkau menjadi saleh dan janganlah menghiraukan orang lain. Dengan peristiwa ini saya hanya ingin memberi pelajaran kepadamu."</span></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5707879701224307387.post-15074293412061144462011-02-05T16:02:00.000-08:002011-02-05T16:02:58.203-08:00PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) DAN AKIBATNYA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/_im1pQBGrII8/TU3kNnsbruI/AAAAAAAAABk/ngXdJcxTX60/s1600/images+%25281%2529.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://1.bp.blogspot.com/_im1pQBGrII8/TU3kNnsbruI/AAAAAAAAABk/ngXdJcxTX60/s1600/images+%25281%2529.jpg" /></a></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">A.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">ALASAN MENGAJUKAN PKPU<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dalam menjalankan aktivitas bisnis , kemungkinan munculnya resiko yang bisa menerpa pelaku usaha suatu hal yang sulit untuk dihindari . Konsekwensinya adalah bila ada risiko yang menimpa dunia usaha akan berimplikasi kepada tersendatnya pemenuhan kewajiban. Singkatnya pelaku usaha dalam hal ini debitor, sudah mulai merasakan bahwa untuk melunasi kewajibannya tepat waktu akan sulit dipenuhi. Bila terjadi hal demikian beberapa alternative dapat ditempuh yakni mengadakan penundaan pembayaran diluar pengadilan. Artinya debitor yang bersangkutan mengajukan permohonan kepihak kreditor secara lamgsung. Hal semacam ini dalam bisnis acap kali dilakukan oleh debitor dengan cara mengajukan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">moratorium</i> kepada kreditor artinya debitor minta untuk sementara waktu dihentikan untuk melakukan pembayaran kewajibannya. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Secara teknik yuridis, PKPU melalui pengadilan memang dimungkunkan. Hal ini diatur lewat pranata hokum PKPU, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">surseance van betaling</i> (bld);s<i style="mso-bidi-font-style: normal;">uspension of payment</i> (ing). Hal ini diatur dalam Bab III pasal 222-294 UUK. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Jadi secara sederhana dapat dikemukakan bahwa alasan untuk mengajukan PKPU yakni :<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .75in; mso-add-space: auto; mso-list: l5 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">1.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Debitor mengalami kesulitan keuangan<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .75in; mso-add-space: auto; mso-list: l5 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">2.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Debitor berharap usahanya masih bisa dilanjutkan<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .75in; mso-add-space: auto; mso-list: l5 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">3.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kemungkinan debitor melunasi kewajibannya sangat terbuka<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .75in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; mso-outline-level: 3; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">B.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Tujuan PKPU:<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo3; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; mso-outline-level: 3; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">1.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Piutang para kreditur dapat dibayar seluruhnya<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo3; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; mso-outline-level: 3; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">2.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Pembayaran sebagian yang dimungkinkan oleh pemberesan tahap demi tahap<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo3; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; mso-outline-level: 3; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">3.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Suatu perdamaian dibawah tangan atau dengan notaris<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo3; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; mso-outline-level: 3; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">4.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Pengesahan perdamaian oleh akor[hakim]<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo3; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; mso-outline-level: 3; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">5.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-weight: bold; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Pernyataan pailit, apabila tujuan PKPU tidak tercapai<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; mso-outline-level: 3; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="background: white; line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">C.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Prosedur PKPU<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Tata cara mengajukan permohonan PKPU diatur dalam Undang-Undang Nomro 37 Tahun 2004. Prosesnya secara yuridis sebagai berikut :<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo5; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; tab-stops: .5in; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">1.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Permohoan PKPU ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum debitor. Permohonan tersebut ditandatangani oleh debitor dan advokatnya, permohonan ini pula dilampiri dengan rencana perdamaian. Menurut Munir Fuady dalam bukunya Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, lampiran rencana perdamain ini sangatlah penting dalam PKPU karena tujuan utama dari PKPU ialah agar para pihak dapat mencapai perdamain. Dalam hal pemohon adalah Debitor, permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang harus disertai daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang Debitor beserta surat bukti secukupnya. Dalam hal pemohon adalah Kreditor, Pengadilan wajib memanggil Debitor melalui juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum siding<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo5; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">2.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Surat permohonan berikut lampirannya, bila ada, harus disediakan di Kepaniteraan Pengadilan, agar dapat dilihat oleh setiap orang dengan cuma-cuma. Isi dan sistematika surat permohonan PKPU paling tidak memuat sebagai berikut :<br />
a. Tempat dan tanggal permohonan <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: 150%; margin-left: .5in; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">b. Alamat pengadilan Niaga yang berwenang<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: 150%; margin-left: .5in; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">c. Identitas Pemohon dan advokatnya<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: 150%; margin-left: .5in; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">d. Uraian tentang alasan permohonan PKPU<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: 150%; margin-left: .5in; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">e. Permohonan :<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: 150%; margin-left: 1.0in; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">– Mengabulkan permohonan pemohon<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: 150%; margin-left: 1.0in; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">– menunjuk Hakim Pengawas dan Pengurus<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: 150%; margin-left: .5in; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">f. Tanda tangan debitor dan advokatnya<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: 150%; margin-left: .5in; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Kelengkapan berkas yang harus disiapkan sebagai persyaratan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang pada Pengadilan Niaga meliputi :<o:p></o:p></span></i></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="background: white; line-height: 150%; margin-left: 1.0in; mso-add-space: auto; mso-list: l6 level1 lfo4; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">a.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Surat permohonan bermeterai yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga;<br />
<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Identitas diri debitur;<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; margin-left: 1.0in; mso-add-space: auto; mso-list: l6 level1 lfo4; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">b.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Permohonan harus ditandatangani oleh Debitur dan Penasehat Hukumnya;<br />
<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Surat kuasa khusus yang asli (penunjukkan kuasa pada orangnya bukan kepada Law Firmnya);<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; margin-left: 1.0in; mso-add-space: auto; mso-list: l6 level1 lfo4; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">c.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Ijin Penasehat Hukum/Kartu Penasehat Hukum;<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; margin-left: 1.0in; mso-add-space: auto; mso-list: l6 level1 lfo4; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">d.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Nama dan tempat tinggal/kedudukan para Kreditur Konkuren disertai jumlah tagihannya masing-masing pada Debitur;<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="background: white; line-height: 150%; margin-left: 1.0in; mso-add-space: auto; mso-list: l6 level1 lfo4; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">e.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Neraca pembukuan terakhir;<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: 150%; margin-left: .5in; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada Kreditur Konkuren (Jika ada).<o:p></o:p></span></i></div><div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: 150%; margin-left: .5in; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Kelengkapan persyaratan tersebut diatas berlaku juga bagi permohonan yang diajukan oleh :<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: 150%; margin-left: .5in; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">a. Debitur perorangan;<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: 150%; margin-left: .5in; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">b. Debitur perseroan terbatas ;<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: 150%; margin-left: .5in; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">c. Debitur yayasan/asosiasi/perkongsian/partner.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Salinan dokumen-dokumen/surat-surat yang dibuat di luar negeri harus disahkan oleh Kedutaan/ perwakilan Indonesia di negara tersebut dan diterjemahkan oleh penerjemah resmi (disumpah); Dokumen (surat-surat) yang berupa foto copy harus dilegalisir sesuai dengan aslinya oleh Pejabat yang berwenang/Panitera Pengadilan; Surat permohonan serta dokumen-dokumen dibuat rangkap sesuai dengan jumlah pihak ditambah 4 (empat) set untuk Majelis Hakim dan arsip. Pada saat pendaftaran itu pula pemohon wajib membayar biaya panjar. Pada permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang, selain memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam formulir kelengkapan persyaratan permohonan (check-list); jika ada dilampiri dengan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo5; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">3.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Apabila permohonan PKPU dan kepailitan diperiksa pada saat yang bersamaan, maka permohonan PKPUlah yang ditunjuk terlebih dahulu<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo5; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">4.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Dalam hal permohonan diajukan oleh Debitor, Pengadilan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan, harus mengabulkan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara dan harus menunjuk seorang Hakim Pengawas dari hakim pengadilan serta mengangkat 1 (satu) atau lebih pengurus yang bersama dengan Debitor mengurus harta Debitor.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo5; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">5.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Dalam hal permohonan diajukan oleh Kreditor, Pengadilan dalam waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan, harus mengabulkan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara dan harus menunjuk Hakim Pengawas dari hakim pengadilan serta mengangkat 1 (satu) atau lebih pengurus yang bersama dengan Debitor mengurus harta Debitor.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo5; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">6.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Segera setelah putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara diucapkan, Pengadilan melalui pengurus wajib memanggil Debitor dan Kreditor yang dikenal dengan surat tercatat atau melalui kurir, untuk menghadap dalam sidang yang diselenggarakan paling lama pada hari ke-45 (empat puluh lima) terhitung sejak putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara diucapkan. Dalam hal Debitor tidak hadir dalam sidang penundaan kewajiban pembayaran utang sementara berakhir dan Pengadilan wajib menyatakan Debitor Pailit dalam sidang yang sama.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo5; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">7.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Pengurus wajib segera mengumumkan putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara dalam Berita Negara Republik Indonesia dan paling sedikit dalam 2 (dua) surat kabar harian yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas dan pengumuman tersebut juga harus memuat undangan untuk hadir pada persidangan yang merupakan rapat permusyawaratan hakim berikut tanggal, tempat, dan waktu sidang tersebut, nama Hakim Pengawas dan nama serta alamat pengurus. Apabila pada waktu penundaan kewajiban pembayaran utang sementara diucapkan sudah diajukan rencana perdamaian oleh Debitor, hal ini harus disebutkan dalam pengumuman tersebut, dan pengumuman tersebut harus dilakukan dalam jangka waktu paling lama 21 (dua puluh satu) hari sebelum tanggal sidang yang direncanakan. Penundaan kewajiban pembayaran utang sementara berlaku sejak tanggal putusan penundaan kewajiban pembayaran utang tersebut diucapkan dan berlangsung sampai dengan tanggal sidang.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo5; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">8.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Pada hari sidang Pengadilan harus mendengar Debitor, Hakim Pengawas, pengurus dan Kreditor yang hadir, wakilnya, atau kuasanya yang ditunjuk berdasarkan surat kuasa. Dalam sidang itu setiap Kreditor berhak untuk hadir walaupun yang bersangkutan tidak menerima panggilan untuk itu.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo5; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">9.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Apabila rencana perdamaian dilampirkan pada permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara atau telah disampaikan oleh debitor sebelum sidang dilangsungkan, maka pemungutan suara tentang rencana perdamaian dilakukan, sepanjang belum ada putuan pengadilan yang menyatakan bahwa PKPU tersebut berakhir. jika Kreditor belum dapat memberikan suara mereka mengenai rencana perdamaian, atas permintaan Debitor, Kreditor harus menentukan pemberian atau penolakan penundaan kewajiban pembayaran utang tetap dengan maksud untuk memungkinkan Debitor, pengurus, dan Kreditor untuk mempertimbangkan dan menyetujui rencana perdamaian pada rapat atau sidang yang diadakan selanjutnya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo5; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">10.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Bila PKPU tetap tetap tidak dapat ditetapkan oleh Pengadilan Niaga, maka dalam jangka waktu 45 hari terhitung sejak putusan PKPU sementara diucapkan, maka debitor demi hukum dinyatakan pailit.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l4 level1 lfo6; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; tab-stops: 67.5pt; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">a.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Setelah dilakukan pemeriksaan, Majelis Hakim dapat mengabulkan PKPU sementara menjadi PKPU tetap dengan syarat sebagai berikut :<br />
disetujui lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau yang sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut; dan<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l4 level1 lfo6; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; tab-stops: 67.5pt; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">b.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>disetujui lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah Kreditor yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan Kreditor atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut.<br />
<br />
12. PKPU tetap hanya berlangsung selama 270 hari sejak putusan PKPU sementara ditetapkan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="background: white; line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">D.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Akibat Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Dengan diucapkannya putusan PKPU, akibat hukum yang timbul terhadap debitor ialah sekarang ia tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya tanpa persetujuan pengurus. Di sini ia tetap memiliki hak untuk mengurus hartanya, hanya saja segala tindakan yang dilakukan terhadap hartanya harus terlebih dahulu meminta persetujuan dari pengurus Apabila ternyata melanggar ketentuan ini ketentuan pengurus berhak untuk melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa harta Debitor tidak dirugikan karena tindakan Debitor tersebut. Kewajiban Debitor yang dilakukan tanpa mendapatkan persetujuan dari pengurus yang timbul setelah dimulainya penundaan kewajiban pembayaran utang, hanya dapat dibebankan kepada harta Debitor sejauh hal itu menguntungkan harta Debitor. Selama penundaan kewajiban pembayaran utang berlangsung, terhadap Debitor tidak dapat diajukan permohonan pailit. Atas dasar persetujuan yang diberikan oleh pengurus, Debitor dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga hanya dalam rangka meningkatkan nilai harta Debitor. Apabila dalam melakukan pinjaman itu perlu diberikan agunan, Debitor dapat membebani hartanya dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, sejauh pinjaman tersebut telah memperoleh persetujuan Hakim Pengawas. Pembebanan harta Debitor dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya hanya dapat dilakukan terhadap bagian harta Debitor yang belum dijadikan jaminan utang. Apabila Debitor telah menikah dalam persatuan harta, harta Debitor mencakup semua aktiva dan pasiva persatuan.<br />
Akibat lain yang terjadi dengan putusan PKPU ini antara lain :<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo7; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">1.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Jika debitur tersebut minta pailit, maka debitur tidak lagi dapat mengajukan PKPU.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo7; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">2.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Debitur tidak dapat dipaksa membayar hutang-hutangnya, dan pelaksanaan eksekusi harus ditangguhkan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo7; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">3.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Eksekusi dan sitaan yang telah dimulai atas barang-barang, baik yangtidak dibebani agunan maupun yang dibebani hak tanggungan, gadai, agunan lainnya atau istimewa lainnya harus ditangguhkan<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo7; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">4.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Sitaan berakhir dan diangkat<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo7; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">5.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Perkara yang sedang berjalan ditangguhkan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo7; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">6.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Debitur tidak boleh menjadi penggugat dan tergugat yang menyangkut harta<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>kekayaannya.<br />
7. PKPU tidak berlaku bagi Kreditur Preferen<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo7; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">7.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">PKPU tidak berlaku utk biaya pendidikan,biaya pemeliharaan dan pengawasan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo7; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">8.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Hak retensi tetap berlaku.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo7; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">9.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Berlaku masa penangguhan 270 hari.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo7; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">10.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Bisa dilakukan kompensasi<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo7; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">11.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Dapat dilakukan PHK.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="background: white; line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo7; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><span style="mso-list: Ignore;">12.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Perbuatan debitur tidak dapat dibatalkan oleh Kurator<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";">Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini tidak Penundaan kewajiban pembayaran utang tidak menghentikan berjalannya perkara yang sudah dimulai oleh Pengadilan atau menghalangi diajukannya perkara baru. hakim dapat menangguhkan putusan sampai berakhirnya penundaan kewajiban pembayaran utang bila gugatan pembayaran suatu piutang yang sudah diakui Debitor, sedangkan penggugat tidak mempunyai kepentingan untuk memperoleh suatu putusan untuk melaksanakan hak terhadap pihak ketiga, setelah dicatatnya pengakuan tersebut, Debitor tidak dapat menjadi penggugat atau tergugat dalam perkara mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta kekayaannya tanpa persetujuan pengurus.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="background: white; line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";"><br />
</span></div><div class="MsoNoSpacing"><span class="MsoSubtleEmphasis"><i>Oleh : Agustin Dwi Ria Mahardika, sebagai tugas Hukum Dagang II tentang kepalitan dan PKPU<o:p></o:p></i></span></div><div class="MsoNoSpacing"><span class="MsoSubtleEmphasis"><i>Di ambil dari buku : HUKUM KEPAILITAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TERKAIT DENGAN KEPALITAN, Dr. Sentosa Sembiring, S.H., MH. Penerbit Nuansa Aulia</i><o:p></o:p></span></div></div>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5707879701224307387.post-8352108673487747252011-02-04T07:49:00.000-08:002011-02-04T07:58:50.905-08:00Apakah MPR sebagai lembaga permanen atau joint session ?<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/_im1pQBGrII8/TUwfXK382GI/AAAAAAAAABg/WEtUSFP0yyc/s1600/sidang-MPR.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="212" src="http://1.bp.blogspot.com/_im1pQBGrII8/TUwfXK382GI/AAAAAAAAABg/WEtUSFP0yyc/s320/sidang-MPR.jpg" width="320" /></a></div><div style="text-align: center;"><div style="text-align: left;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: small; font-weight: normal; line-height: normal;"></span></span></b></span></div><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><div style="border-bottom-style: none; border-color: initial; border-left-style: none; border-right-style: none; border-top-style: none; border-width: initial; display: inline !important; margin-left: 0.65in; margin-right: 0.65in; padding-bottom: 4pt; padding-left: 0in; padding-right: 0in; padding-top: 0in;"><div class="MsoIntenseQuote" style="display: inline !important; margin-bottom: 14pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 10pt;"><div style="display: inline !important; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px;"><i>Penadapat tentang MPR sebagai lembaga permanen atau joint session ini bervariasai, ada yang mengatakan MPR menganut joint session tapi ada pula yang mrngatakan sebagai lembaga permanen bahkan ada pula yang menyatakan MPR menganut system keduanya. Akan sangat menarik dan lebih besar pengetahuan saya seputar kedudukan MPR ini apabila saudara berkenan memberikan pendapatnya untuk pembahasan ini……..terimakasih!</i></div></div></div></span></b><br />
<div style="text-align: left;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: small; font-weight: normal; line-height: normal;"></span></span></b></span></div><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 24px; margin-left: 0in; text-align: justify;"></div></span></b><br />
<div style="text-align: left;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><b><br />
</b></span></span></div><div style="text-align: left;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">A.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">MPR sebagai lembaga permanen</span></b></span></div></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><div style="text-align: left;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">MPR dapat dikatakan sebgai lembaga permanen, apabila kepermanenan lembaga MPR sebagai institusi yang pada akhirnya mempunyai perangkat-perangkat penuh sebagai lembaga yang seutuhnya, yaitu :<o:p></o:p></span></div></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; mso-list: l4 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><div style="text-align: left;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">a.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kelengkapan administrasi dan organisasional anggota individu<o:p></o:p></span></div></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-list: l4 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">b.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kesekretariatan tersendiri dengan pengurusnya untuk menjalankan fungsinya sebagai sebuah lembaga yang mandiri<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-list: l4 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">c.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kode etik dan badan kehormatan sendiri<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-list: l4 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">d.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">System penggajian anggota<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">MPR sebagai suatu lembaga permanen dengan terang dinyatakan dalam pasal 2 dan dipertegas dalam pasal 10 UU No. 22 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD yang berbunyi :<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pasal 2 ; “MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang di pilih melalui PEMILU” (diatur juga dalam pasal 2 ayat (2) UUD 1945)<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Hal ini menegaskan bahwa MPR merupakan suatu kesekretariatan tersendiri dengan pengurusnya yaitu anggota DPR dan DPD untuk menjalankan fungsinya sebagai sebuah lembaga yang mandiri.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pasal 10 ; “MPR merupakan lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga Negara”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Selain itu MPR sebagai suatu lembaga permanen juga tercantum dalam pasal 7, pasal 8 dan pasal 11 huruf g UU No. 22 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD yang mengatur :<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pasal 7 ; mengenai pimpinan<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pasal 7 ayat (1) menyataakan, “pimpinan MPR terdiri atas seorang ketua dan tiga orang wakil ketua yang mencerminkan unsure DPR dan DPD yang dipilih dari dan oleh Anggota MPR dalam sidang paripurna MPR”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pasal 8 ayat (1) mengenai tugas pimpinan MPR adalah :<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-list: l0 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">a.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Memimpin sidang-sidang dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan <o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-list: l0 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">b.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara ketua dan wakil ketua<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-list: l0 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">c.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Menjadi juru bicara MPR<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-list: l0 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">d.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Melaksanakn dan memasyaraktkan putusan MPR<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-list: l0 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">e.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Mengadakan konsultasi dengan Presiden dan Pimpinan Lembaga Negara lainnya sesuai dengan putusan MPR<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-list: l0 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">f.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Mewakili MPR dan /atau alat kelengkapan MPR di pengadilan<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-list: l0 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">g.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Melaksanakan putusan MPR berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-list: l0 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">h.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Menetapkan arah, kebijakan umum dan strategi pengelolaan anggaran MPR; dan<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-list: l0 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">i.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Mempertenggungjawabkan pelaksaan tugasnya dalam sidang paripurna MPR<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Hal ini mencerminkan terpenuhinya kelengkapan administrasi dan organisasional anggota individu. Dimana terdapatnya suatu stuktur lembaga yang mempunyai pimpinan sebagaimana ditentukan dalam pasal 7 ayat (1) diatas serta pimpinan tersebut memiliki tugas-tugas tertentu yang tercantum dalam pasal 8 ayat (1), MPR pun memiliki kebijakan umum dan strategi pengelolaan anggaran MPR tersendiri sebagaimana mestinya sebagai suatu lembaga hal tersebut tertuang dalam pasal 8 ayat (1) huruf h. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Selanjutnya dalam Pasal 8 ayat (2) menyatakan, “ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan tata cara pelaksanaanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib MPR<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pasal 11 huruf g menyatakan,MPR mempunyai tugas dan wewenang menetapkan Peraturan Tata Tertib dan kode etik MPR<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kedua pasal itu mengemukakan bahwa MPR memiliki kode etik dan badan kehormatan tersendiri. Sebgai lembaga yang mandiri, MPR memiliki kewenangan-kewenangan penuh dalam hal koerganisasian termasuk di dalamnya untuk membuat aturan main/kode etik bagi anggotanya namun sehubungan anggota MPR adalah juga anggota DPR dan DPD yang juga mempunyai aturan main, maka permasalahan akan timbul misalnya ketika ada anggota MPR yang dipecat karena dianggap melanggar kode etik, apakah secara otomatis juga diberhentikan menjadi anggota DPR dan DPD, sedangkan antara ketiga lembaga tersebut merupakan lembaga yang mandiri, untuk itu maka harus ada sinkronisasi tentang hal tersebut diantara ketiga lembaga tersebut.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Konsekuensi sebgai lembaga yang mandiri, mestinya selain mendapat gaji sebagai anggota DPR atau DPD, anggota kedua lembaga tersebut juga akan mendapatkan gaji sebagai anggota MPR. Hal tersebut tercantum dalam ketentuan sebuah lembaga yaitu adanya system penggajian, namun MPR sendiri tidak mengatur tentang penggajian tersebut.</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">B.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span></i></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">MPR sebagai forum sidang gabungan/<i style="mso-bidi-font-style: normal;">joint session<o:p></o:p></i></span></b></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Dalam pengertian MPR sebagai forum sidang gabungan adalah bahwa MPR tidak lagi sebagai lembaga yang mandiri. MPR hanya merupakan forum pertemuan antara dua lembaga Negara, yaitu DPR dan DPD. Ketika sidang berlangsung, baik anggota DPR dan DPD yang bersidang bersama tersebut tetap dalam kedudukannya sebagai anggota DPR atau DPD dan tidak menjadi anggota dari MPR.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">MPR sebagai forum sidang gabungan ini terlihat pada tugas dan wewenag MPR yang tercantum dalam pasal 11 huruf a s/d f UU No. 22 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD yaitu :<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .75in; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">a.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Mengubah dan menetapkan UUD<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .75in; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">b.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil PEMILU dalam sidang paripurna MPR<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .75in; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">c.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Makamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan di dalam sidang paripurna MPR<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .75in; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">d.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .75in; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">e.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-left: .75in; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">f.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua paket calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh hari<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Ketentuan-ketentuan mengenai tugas dan wewenag tersebut juga diatur dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Berdasarkan tugas dan wewenang MPR sebagaimana dinyatakan diatas maka tugas dan wewenang MPR tersebut bukanlah merupakan tugas lembaga yang bersifat rutinitas melainkan bersifat insidentil. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pasal 14 ayat (1) UU No. 22 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD juga menyatakan, “MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota Negara” yang mana juga di atur dalam pasal pasal 2 ayat (2) UUD’45.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Dari pasal diatas telah jelas bahwa tugas, fungsi dan wewenang MPR bukan merupakan pekerjaan lembaga yang bersifat rutinitas. MPR hanya bekerja minimal lima tahun sekali, oleh karena itu dilihat dari sisi ini MPR dapat dikatakan bukan sebagai lembaga yang bersifat permanen melainkan hanya sebuah forum sidang bersama antara DPR dan DPD untuk melakukan tugas dan fungsi MPR yang bersifat insidentil.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Hal tersebut diperkuat dengan argumentasi sebagai berikut :<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; mso-list: l5 level1 lfo5; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">1.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">MPR tidak lagi sebagai pemegang kedaulatan rakyat sebagaimana ketentuan UUD’45<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-list: l5 level1 lfo5; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">2.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">MPR tidak lagi memilih Presiden dan Wakil Presiden, sebab menurut ketentuan pasal 6A dan pasal 22E, Presiden dan Wakil Presiden dipilih melalui PEMILU oleh rakyat, MPR baru akan memilih Presiden dan/atau Wakil Presiden pilihan rakyat tersebut berhalangan tetap (pasal 8 ayat (2 dan 3), tugas ini bersifat isidentil<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-list: l5 level1 lfo5; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">3.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Dalam hal pemberhentian presiden (impeachment), kedudukan MPR seharusnya hanyalah sebagai lembaga “eksekusi” dari keputusan yang telah ditetapkan oleh Makamah Konstitusi (pasal 7A dan 7B UUD’45)<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-list: l5 level1 lfo5; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">4.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Apabila sebagi lembaga Negara yang permanen (MPR berkedudukan sebagai parlemen yang anggotanya terdiri dari DPR dan DPD) seharusnya kewenangan antara DPR dan DPD seimbang, namun kenyataannya tidak demikian.</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">C.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kesimpulan<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Maka berdasarkan pendapat diatas saya menyimpulkan bahwa MPR merupakan forum sidang gabungan/joint session meskipun dalam peraturan perundangannya juga menyebutkan mengenai MPR sebagai suatu lembaga permanen. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Argumentasi :<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo6; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">1.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Apabila MPR sebagai lembaga permanen maka MPR memiliki kewenangan-kewenangan penuh dalam hal koerganisasian termasuk di dalamnya untuk membuat aturan main/kode etik bagi anggotanya namun sehubungan anggota MPR adalah juga anggota DPR dan DPD yang juga mempunyai aturan main, maka permasalahan akan timbul misalnya ketika ada anggota MPR yang dipecat karena dianggap melanggar kode etik, apakah secara otomatis juga diberhentikan menjadi anggota DPR dan DPD, sedangkan antara ketiga lembaga tersebut merupakan lembaga yang mandiri, untuk itu maka harus ada sinkronisasi tentang hal tersebut diantara ketiga lembaga tersebut.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo6; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">2.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Konsekuensi sebagai lembaga yang mandiri, mestinya selain mendapat gaji sebagai anggota DPR atau DPD, anggota kedua lembaga tersebut juga akan mendapatkan gaji sebagai anggota MPR. Hal tersebut tercantum dalam ketentuan sebuah lembaga yaitu adanya system penggajian, namun MPR sendiri tidak mengatur tentang penggajian tersebut.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo6; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">3.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Apabila sebagi lembaga Negara yang permanen (MPR berkedudukan sebagai parlemen yang anggotanya terdiri dari DPR dan DPD) seharusnya kewenangan antara DPR dan DPD seimbang, namun kenyataannya tidak demikian.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo6; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">4.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">MPR tidak lagi sebagai pemegang kedaulatan rakyat sebagaimana ketentuan UUD’45<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo6; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">5.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">MPR tidak lagi memilih Presiden dan Wakil Presiden, sebab menurut ketentuan pasal 6A dan pasal 22E, Presiden dan Wakil Presiden dipilih melalui PEMILU oleh rakyat, MPR baru akan memilih Presiden dan/atau Wakil Presiden pilihan rakyat tersebut berhalangan tetap (pasal 8 ayat (2 dan 3), tugas ini bersifat isidentil<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo6; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">6.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Dalam hal pemberhentian presiden (impeachment), kedudukan MPR seharusnya hanyalah sebagai lembaga “eksekusi” dari keputusan yang telah ditetapkan oleh Makamah Konstitusi (pasal 7A dan 7B UUD’45)<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; mso-list: l2 level1 lfo6; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">7.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pasal 14 ayat (1) UU No. 22 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD juga menyatakan, “MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota Negara” yang mana juga di atur dalam pasal pasal 2 ayat (2) UUD’45. Dari pasal tersebut telah jelas bahwa tugas, fungsi dan wewenang MPR bukan merupakan pekerjaan lembaga yang bersifat rutinitas. MPR hanya bekerja minimal lima tahun sekali, oleh karena itu dilihat dari sisi ini MPR dapat dikatakan bukan sebagai lembaga yang bersifat permanen melainkan hanya sebuah forum sidang bersama antara DPR dan DPD untuk melakukan tugas dan fungsi MPR yang bersifat insidentil.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div style="border-bottom: solid #4F81BD 1.0pt; border: none; margin-left: .65in; margin-right: .65in; mso-border-bottom-alt: solid #4F81BD .5pt; mso-border-bottom-themecolor: accent1; mso-border-bottom-themecolor: accent1; mso-element: para-border-div; padding: 0in 0in 4.0pt 0in;"><div class="MsoIntenseQuote" style="margin-bottom: 14.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 10.0pt;"><i>Oleh : Agustin Dwi Ria Mahardika, untuk tugas HTN II tentang krdudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.</i></div><div class="MsoIntenseQuote" style="margin-bottom: 14.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 10.0pt;"><i>Diambil dari bahan materi kuliah HTN II oleh Bpk. Iswanto, UUD 1945 dan UU No. 22 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.</i></div><div class="MsoIntenseQuote" style="margin-bottom: 14.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 10.0pt;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: normal;"><i><br />
</i></span></span></div></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5707879701224307387.post-12492590061268429642011-02-02T23:37:00.000-08:002011-02-02T23:46:12.616-08:00SISTEM PEMILU YANG DIANUT OLEH UU NO. 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DPRD KABUPATEN/KOTA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/_im1pQBGrII8/TUpc2Ft7SWI/AAAAAAAAABY/uqkp92sXtG4/s1600/pemilu2009.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://4.bp.blogspot.com/_im1pQBGrII8/TUpc2Ft7SWI/AAAAAAAAABY/uqkp92sXtG4/s320/pemilu2009.jpg" width="264" /></a></div><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">System pemilu yang di anut UU No.10 tahun 2008 untuk pemilu anggota DPR dan DPRD provinsi dan kabupaten/kota adalah sistem proposional terbuka sedangkan untuk memilih anggota DPD dengan system distrik berwakil banyak.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: -4.5pt; text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Dasar hukum<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Hal tersebut di dasarkan pada pasal 5 ayat (1) & (2) UU No. 10 tahun 2008 yang berbunyi sebagai berikut :<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; mso-list: l2 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">(1)<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota <o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-list: l2 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">(2)<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pemilu untuk memilih anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil <o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">banyak. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Penjelasan :<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: Symbol; font-size: 12pt; line-height: 150%;">·<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sistem proposional terbuka<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">System ini pada dasarnya merupakan kombinasi antara system proposional dan suara terbanyak, artinya dalam menentukan calon yang berhak duduk di lembaga perwakilan rakyat tidak hanya di dasarkan pada nomer urut akan tetapi perolehan suara calon juga diukur berdasarkan angka BPP, maka calon tersebut berhak duduk di lembaga perwakilan rakyat walaupun nomer urutnya diurutan terbawah (nomer sepatu). Seorang calon untuk memperoleh dukungan suara sesuai dengan BPP kemungkinannya sangat kecil , untuk itu maka biasanya UU menentukan dengan prosentase, misalnya 30% dari BPP.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: .5in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-layout-grid-align: none; text-autospace: none;"><span style="color: #231f20; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt;">Pasal 214 UU No.10 th 2008<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: .5in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-layout-grid-align: none; text-autospace: none;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: .5in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span style="color: #231f20; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: .5in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span style="color: #231f20; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">dari Partai Politik Peserta Pemilu didasarkan pada perolehan kursi Partai Politik Peserta<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: .5in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span style="color: #231f20; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pemilu di suatu daerah pemilihan, dengan ketentuan:<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: .5in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><br />
</div><div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 1.0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-add-space: auto; mso-layout-grid-align: none; mso-list: l1 level1 lfo3; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -.25in;"><span style="color: #231f20; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">a.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="color: #231f20; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan calon yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari BPP;<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: .5in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><br />
</div><div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 1.0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-add-space: auto; mso-layout-grid-align: none; mso-list: l1 level1 lfo3; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -.25in;"><span style="color: #231f20; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">b.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="color: #231f20; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">dalam hal calon yang memenuhi ketentuan huruf a jumlahnya lebih banyak daripada jumlah kursi yang diperoleh partai politik peserta pemilu, maka kursi diberikan kepada calon yang memiliki nomor urut lebih kecil di antara calon yang memenuhi ketentuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari BPP;<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: .5in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 1.0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-add-space: auto; mso-layout-grid-align: none; mso-list: l1 level1 lfo3; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -.25in;"><span style="color: #231f20; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">c.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="color: #231f20; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">dalam hal terdapat dua calon atau lebih yang memenuhi ketentuan huruf a dengan<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 1.0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-add-space: auto; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span style="color: #231f20; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">perolehan suara yang sama, maka penentuan calon terpilih diberikan kepada<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 1.0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-add-space: auto; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span style="color: #231f20; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">calon yang memiliki nomor urut lebih kecil di antara calon yang memenuhi<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 1.0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-add-space: auto; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span style="color: #231f20; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">ketentuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari BPP, kecuali bagi<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 1.0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-add-space: auto; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span style="color: #231f20; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">calon yang memperoleh suara 100% (seratus perseratus) dari BPP;<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: .5in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><br />
</div><div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 1.0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-add-space: auto; mso-layout-grid-align: none; mso-list: l1 level1 lfo3; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -.25in;"><span style="color: #231f20; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">d.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="color: #231f20; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">dalam hal calon yang memenuhi ketentuan huruf a jumlahnya kurang dari jumlah<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 1.0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span style="color: #231f20; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">kursi yang diperoleh partai politik peserta pemilu, maka kursi yang belum terbagi<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 1.0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span style="color: #231f20; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">diberikan kepada calon berdasarkan nomor urut;<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 1.0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 1.0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-add-space: auto; mso-layout-grid-align: none; mso-list: l1 level1 lfo3; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: -.25in;"><span style="color: #231f20; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">e.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="color: #231f20; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> dalam hal tidak ada calon yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari BPP, maka calon terpilih ditetapkan berdasarka nomor urut;<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: 1.0in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-add-space: auto; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-list: l0 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: Symbol; font-size: 12pt; line-height: 150%;">·<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">System distrik<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">System ini didasarkan pada kesatuan geografis dan setiap kesatuan geografis hanya akan muncul satu pemenang. Untuk itu, dalam melaksanakan system ini wilayah Negara akan dibagi-bagi dalam beberapa wilayah kesatuan geografis/distrik, sedangkan jumlah distrik disesuaikan degan jumlah kursi parlemen yang akan diisi. Penentuan pemenang/calon terpilih dalam system distrik menggunakan kaidah mayoritas, yaitu bahwa calon yang mendapatkan suara terbanyak ditentukan sebagai pemenang.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: .5in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-layout-grid-align: none; text-autospace: none;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: .5in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-layout-grid-align: none; text-autospace: none;"><span style="color: #231f20; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt;">Pasal 202 UU No.10 tahun 2008<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: .5in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-layout-grid-align: none; text-autospace: none;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: .5in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span style="color: #231f20; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">(1) Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5% (dua koma lima perseratus) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi DPR.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: .5in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0in; margin-left: .5in; margin-right: 0in; margin-top: 0in; mso-layout-grid-align: none; text-align: justify; text-autospace: none;"><span style="color: #231f20; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam penentuan perolehan kursi DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: -4.5pt; text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">HAK PILIH<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: -4.5pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sedangkan untuk penggunaan hak pilih menurut UU no. 10 tahun 2008 menggunakan adult suffrage system yaitu suatu system yang tidak membedakan hak pilih wanita ataupun laki-laki dalam pemilu. Hal ini didasarkan pada pasal 19 ayat (1) UU No. 10 tahun 2008 yang berbunyi:<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: .5in; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">“Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pemah kawin mempunyai hak memilih “<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-left: -4.5pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Hak pilih yang digunakan menurut UU no. 10 tahun 2008 adalah hak pilih langsung artinya rakyat langsung menentukan wakil-wakilnya yang duduk di lembaga perwakilan rakyat. Hal ini didasarkan pada pasal 2 dan pasal 3 UU No. 10 tahun 2008 yang berbunyi :<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: -4.5pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pasal 2<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">“Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormalCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-left: 40.5pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pasal 3 <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormalCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-left: 40.5pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">“Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p>oleh Agustin Dwi Ria M sebagai Tugas HTN II(semester III)</o:p></span></div></div>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5707879701224307387.post-12014267656065955692011-02-02T20:20:00.000-08:002011-02-02T23:19:54.176-08:00SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><br />
</span></b></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/_im1pQBGrII8/TUosgQ5coHI/AAAAAAAAAAw/gBbz13OZDXc/s1600/law1.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="http://3.bp.blogspot.com/_im1pQBGrII8/TUosgQ5coHI/AAAAAAAAAAw/gBbz13OZDXc/s200/law1.jpg" width="200" /></a></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><br />
</span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 14pt; line-height: 150%;">SEJARAH PERKEMBANGAN</span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: small; font-weight: normal; line-height: normal;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/_im1pQBGrII8/TUosgQ5coHI/AAAAAAAAAAw/gBbz13OZDXc/s1600/law1.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; display: inline !important; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><span class="Apple-style-span" style="-webkit-text-decorations-in-effect: none; color: black; line-height: 24px;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 14pt; line-height: 150%;">HUKUM PERDATA INTERNASIONAL</span></b></span></a></span></span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p><br />
</o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p><br />
</o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p><br />
</o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; mso-list: l7 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">A.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><u><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Awal Perkembangan Hukum Perdata Internasional (HPI)<o:p></o:p></span></u></b></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Di dalam sejarah perkembangan HPI, tampaknya perdagangan (pada tahap permulaan adalah pertukaran barang atau barter) dengan orang asinglah yang melahirkan kaidah-kaidah HPI. Pada jaman romawi kuno segala persoalan yang timbul sebagai akibat hubungan antara orang romawi dan pedagang asingdiselesaikan oleh hakim oengadilan khusus yang disebut <i style="mso-bidi-font-style: normal;">praetor peregrinis.</i> Hokum yang digunakan oleh hakim tersebut pada dasarnya adalah hokum yang berlaku bagi para <i style="mso-bidi-font-style: normal;">cives romawi, </i>yaitu<i style="mso-bidi-font-style: normal;"> ius civile </i>yang telah disesuaikan dengan pergaulan internasional. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Ius civile </i>yang telah diadaptasi untuk hubungan internasional itu kemudian disebut<i style="mso-bidi-font-style: normal;"> Ius Gentium</i>. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sebagaimana halnya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ius civile</i>, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Ius Gentium </i>juga memuat kaidah-kaidah yang dikatagorikan ke dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ius privatum</i> dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ius publicum</i>. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Ius Gentium</i> yang menjadi bagian <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ius privatum</i> berkembang menjadi HPI. Sedangkan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Ius Gentium</i> yang menjadi bagian<i style="mso-bidi-font-style: normal;"> ius publicum </i>telah berkembang menjadi hokum internasional publik atau territorial, yang dewasa ini dianggap sebagai asas HPI yang penting, misalnya :<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .75in; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">a.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Asas <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Lex Rei Sitae (Lex Situs)</i>, yang menyatakan bahwa hukum yang harus diberlakukan atas suatu benda adalah hukum dari temapt benda tersebut berada.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .75in; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">b.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Asas <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Lex Loci Contractus</i>, yang menyatakan bahwa terhadap perjanjian-perjanjian (yang bersifat HPI) berlaku kaidah-kaidah hukum dari tempat pembutan perjanjian.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .75in; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">c.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Asas <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Lex Domicilii</i>, yang menyatakan bahwa hukum yang mengatur hak serta kewajiban perorangan adalah hukum dari tempat seseorang berkediaman tetap.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Di dalam prinsip territorial, hukum yang berlaku bersifat territorial. Setiap wilayah memiliki hukumnya sendiri dan hanya ada satu hukum yang berlaku terhadap semua orang atau benda yang berada di wilayah itu dan perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan di wilayah itu.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 13.5pt; mso-add-space: auto; mso-list: l7 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -13.5pt;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">B.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><u><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Masa Pertumbuhan Asas Personal (Abad 6-10 M)<o:p></o:p></span></u></b></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-left: 13.5pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pada akhir abad 6M kekaisaran romawi ditaklukkan bangsa “barbar” dari Eropa. Bekas wilayah kekaisaran romawi diduduki berbagai suku bangsa yang satu dengan yang lainnya berbeda secara geneologis. Kedudukan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ius civile</i> menjadi kurang penting, karena masing-masing suku bangsa tersebut tetap memberlakukan hokum personal, hokum keluarga serta hokum agamanya masing-masing di daerah yang didudukinya. Dengan demikian prinsip territorial telah berubah menjadi prinsip personal. Di dalam prinsip personal hokum yang berlaku digantungkan pada pribadi yang bersangkutan. Sehingga dalam wilayah tertentu mungkin akan berlaku beberapa hokum sekaligus.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Dalam menyelesaikan sengketa yang menyangkut dua suku bangsa yang berbeda biasanya ditentukan dulu kaidah-kaidah hokum (adat) masing-masing suku, barulah ditetapkan hokum mana yang akan diberlakukan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Beberapa asas HPI yang tumbuh pada masa tersebut yang dewasa ni dapat dikategorikan sebagai asas HPI (yang berasa personal), misalnya :<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; mso-list: l2 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">a.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Asas yang menetapkan bahwa hokum yang berlaku dalam suatu perkara adalah hokum personal dari pihak tergugat.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-list: l2 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">b.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Asas yang menyatakan bahwa kemampuan untuk melakukan perbuatan hokum seseorang ditentukan oleh hokum personal orang tersebut. Kapasitas para pihak dalam suatu perjanjian harus ditentukan oleh hokum personal dari masing-masing pihak.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-list: l2 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">c.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Asa yang menyatakan bahwa masalah pewarisan harus diatur berdasarkan hokum personal si pewaris.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; mso-list: l2 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">d.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pengesahan suatu perkawinan harus dilakukan berdasarkan hokum personal sang suami.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; mso-list: l7 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">C.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><u><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pertumbuhan Asas Teritorial (Abad 11-12 M)<o:p></o:p></span></u></b></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Dikawasan Eropa Utara terjadi peralihan struktur masyarakat geneologis ke masyarakat territorial tampak dari tumbuhnya unit-unit masyarakat yang feodalistis, khususnya di wilayah Inggris, Prancis, dan Jerman sekarang. Semakin banyak tuan tanah (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">landlords</i>) yang berkuasa dan memberlakukan hokum mereka sendiri terhadap semua orang dan semua hubungan hokum yang berlangsung diwilayahnya. Dengan perkataan lain tidak ada pengakuan terhadap hak-hak asing. Hak-hak yang dimiliki orang asing dapat begitu saja dicabut penguasa, sehingga dalam keadaan demikian HPI tidak berkembang sama sekali. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Di kawasan Eropa bagian selatan transformasi dari asa personal genealogis ke asa territorial berlangsung bersamaan dengan pertumubuhan pusat-pusat perdagangan khususnya di Italia. Dasar ikatan antar manusia di sini bukanlah genealogis atau feodalisme, melainkan tempat tinggal yang sama. Kota-kota perdagangan yang tumbuh pesat itu antara lain Florence, Pisa, Peruggia, Venetia, Milan, Padua, dan Genoa. Kota-kota tersebut merupakan kota perdagangan yang otonom dengan :<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; mso-list: l6 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">1.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Batas-batas territorial sendiri<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-list: l6 level1 lfo4; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">2.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">System hokum local sendiri yang berlainnya satu dengan yang lainnya dan berbeda pula dengan hokum romawi dan Lombardi yang berlaku umum di seluruh Italia. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: .25in; margin-right: 0in; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l7 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">D.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><u><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Perkembangan Teori Statuta di Italia (Abad 13-15M)<o:p></o:p></span></u></b></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: .25in; margin-right: 0in; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Seiring makin berkembangnya perdagangan antara warga kota-kota di Italia, penerapan asa territorial tidak dapat dipertahankan lagi dan perlu peninjauan kembali.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">System feodal memandang hanya peraturan-peraturan hokum yang dikeluarkan penguasa yang harus diberlakukan atas semua benda atau kontrak yang dilangsungkan di wilayahnya. Selain itu hokum masing-masing kota di Italia itu berlainan. Tentunya tidak dapat dipertahankan lagi apabila hak-hak yang telah diperoleh atau kontrak-kontrak yang dibuat di kota A akan dikesampingkan di kota B.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Situasi ini mendorong para ahli hokum di universitas-universitas di Italia untuk mencari asas-asa hokum yang dianggap lebih adil dan wajar. Usaha yang dilakukan adalah dengan membuat tafsiran baru dan menyempurnakan kaidah-kaidah yang tertulis dala hokum romawi. Mereka inilah yng termasuk golongan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">postglossatoren</i>.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Dalam mencari dasar hokum yang baru untuk mengatur hubungan-hubungan diantara pihak-pihak yang tunduk pada system hokum yang berbeda, kelompok ini mengacu kepada <i style="mso-bidi-font-style: normal;">corpus iuris</i> dai Justianus. Mereka menemukan suatu kaidah yang dimulai dengan kata <i style="mso-bidi-font-style: normal;">cuntos popules ques clementiae nostrae regit imperium </i>(semua bangsa di bawah kekuasaan kami).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Di dalam teks codex tersebut ditemukan Glosse Accursius (1128) yang pada pokoknya menyatakan :<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">“ apabila seseorang warga bologna digugat di Modena, maka ia janganlah diadili menurut status dari Modena dari kota mana ia bukan merupakan warga oleh karena dalam Undang-Undang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Contos Popolos</i> telah ditentukan …<i style="mso-bidi-font-style: normal;"> ques nostrae clementiae regit imperium</i>.”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Doktrin yang telah dikemukakan Accursius kemudian dikembangkan oleh Bartolus De Sassoferrato (1314-1357). Bartolus menghububgkan statuta personalia dengan lex originis dan statute realia dengan kekuasaan territorial hokum itu. Ia membedakan statuta ke dalam statua yang mengijinkan sesuatu dan yang melarang sesuatu.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l9 level1 lfo5; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: Symbol; font-size: 12pt; line-height: 150%;">·<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Statuta personalia, statuta yang mempunyai lingkungan kuasa berlaku secara personal. Bahwa statuta itu mengikuti orang (person) dimanapun dia berada.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l9 level1 lfo5; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: Symbol; font-size: 12pt; line-height: 150%;">·<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Statuta realia, Statuta yang mempunyai lingkungan kuasa secara terotorial. Hanya benda-benda yang terletak di dalam wilayah pembentuk undang-undang tunduk di bawah statuta- statutanya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l9 level1 lfo5; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: Symbol; font-size: 12pt; line-height: 150%;">·<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Statuta mixta, yang berlaku bagi semua perjanjian yang diadakan di tempat berlakunya Statuta itu denga segala akibat hukumnya. Sedangkan mengenai wanprestasi dengan segala akibat hukumnya diatur menurut Statuta di tempat perjanjian itu seharusnya dilaksanakan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: .5in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Berdasarkan doktrin Statuta tersebut kemudian dikembangkan metode berfikir HPI sebagai berikut :<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo6; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">1.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Apabila persoalan HPI yang dihadapi menyangkut persoalan status benda, maka kedudukan hokum benda itu harus diatur berdasarkan statuta realia dari tempat diman benada itu berada. Dalam perkembanganya, cara berfikir <i style="mso-bidi-font-style: normal;">realia</i> semacam ini hanya berlaku terhadap benda tetap saja sedang terhadap benda bergerak berlaku asas <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mobilia sequntuur personam</i>.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo6; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">2.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Apabila persoalan HPI yang dihadapi berkaitan dengan status personal, maka status personal orang tersebut harus diatur berdasarkan statute personlia dari tempat diman orang tersebut berkediaman tetap (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">lex domicilii</i>).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo6; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">3.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Apabila persoalan HPI ysng dihadapi berkenaan dengan bentuk dan atu akibat dari suatu perbuatan hokum, maka bentuk dan akibat perbuatan hokum itu harus tunduk pada kaidah-kaidah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mixta</i> dari tempat dimana perbuatan itu dilakukan. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; mso-list: l7 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">E.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><u><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Teori Statuta di Perancis (Abad 16)<o:p></o:p></span></u></b></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-left: .25in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pada abad ke-16 propinsi-propinsi di peramcis memiliki hokum tersendiri yang disebut <i style="mso-bidi-font-style: normal;">coutume</i>, yang pada hakekatnya sama dengan statuta. Karena ada keanekaragaman <i style="mso-bidi-font-style: normal;">coutume </i>tersebut dan makin meningkatnya perdagangan antar propinsi, maka konflik hokum antar propinsi meningkat pula. Dalam keadaan demikian beberapa ahli hokum perancis, seperti Charles Dumoulin dan Bertrand D’Argentre berusaha mendalami teori statute dan menerapkannya di perancis dengan beberapa modifikasi.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Charles Dumoulin memperluas pengertian <i style="mso-bidi-font-style: normal;">statuta personalia</i> hingga mencakup pilihan hukum (hukum yang dikehendaki oleh para pihak) sebagai hukum yang seharusnya berlaku dalam perjanjian. Jadi perjanjian yang dalam teori statuta dari Bartolus masuk dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">statuta realia</i> menurut Charles Dumoulin harus masuk dalam ruang lingkup <i style="mso-bidi-font-style: normal;">statuta personalia</i>, karena pada hakekatnya kebebasan untuk memilih hokum adalah semacam status perseorangan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Menurut Bertrand D’Argentre yang harus diperluas itu adalah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">statuta realia</i>, sehingga yang diutamakan bukanlah otonomi para pihak melainkan otonomi propinsi. Ia tetap mengakui ada statuta yang benar-benar merupakan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">statuta personalia</i>, misalnya kaidah yang menyangkut kemampuan seseorang untuk melakukan tindakan hokum, akan tetapi :<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo8; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">1.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Ada statuta yang dimaksudkan ntuk mengatur orang, tetapi berkaitan dengan hak milik orang itu atas suatu benda (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">realia</i>)<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo8; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">2.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Ada pula statuta yang mengatur perbuatan-perbuatan hokum (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">statute mixta</i>) yang dilakukan di tempat tertentu . statuta semacam itu harus dianggap sebagai <i style="mso-bidi-font-style: normal;">statuta realia</i>, karena isinya berkaitan dengan dengan teritori atau wilayah penguasa yang memberlaukan statuta itu.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: .25in; margin-right: 0in; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l7 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">F.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><u><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Teori Statuta di Negeri Belanda (Abad 17)<o:p></o:p></span></u></b></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: .25in; margin-right: 0in; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Teori Argentre ternyata diikuti para sarjana hokum Belanda setelah pembebasan dari penjajahan Spanyol. Pada saat itu segi kedaulatan sangat ditekankan. Hokum yang dbuat Negara berlaku secara mutlak di dalam wilayah Negara tersebut. Prinsip dasar yang digunakan penganut teori statuta di negeri belanda adalah kedaulatan eksklusif Negara.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: .5in;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Berdasarkan ajaran D’Argentre, Ulrik Huber mengajkan tiga prisip dasar yang dapat digunakan untk menyeesaikan perkara-perkara HPI sebgai berikut :<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l8 level1 lfo7; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">1.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Hukum dari suatu Negara mempunyai daya berlaku yang mutlak hanya di dalam batas-batas wilayah kedaulatannya saja<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l8 level1 lfo7; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">2.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sremua orang baik yang menetap maupun sementara yang berada di dalam wilayah suatu Negara berdaulat harus menjadi subyek hokum dari Negara itu<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l8 level1 lfo7; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">3.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Berdasarkan alas an sopan santun antar Negara (asas komitas=comity) diakui pula bahwa setiap pemeritah Negara yang berdaulat mengakui bahwa hokum yang sudah berlaku di Negara asalnya akan tetap memiliki kekuatan berlaku dimana-mana sejauh tidak bertentangan dengan kepentingan subyek hokum dari Negara yang memberikan pengakuan itu.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: 0in; margin-right: 0in; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Selanjutnya Urik Huber menegaskan bahwa dalam menafsirkan ketiga hal tersebut harus pula diperhatikan prinsip semua perbuatan/transakasi yuridis yang dianggap sah berdasarkan hokum dari suatu Negara tertentu, akan diakui sah pula ditempat lain yang system hukumnya sebenarnya mengganggap perbuatan/transaksi semacam itu batal. Tetapi perbuatan/transaksi yang dilaksanakan disuatu tempat tetentu yang menganggapnya batal demi hokum juga dianggap batal dimanapun.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: .25in; margin-right: 0in; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: .25in; margin-right: 0in; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: .25in; margin-right: 0in; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l7 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">G.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><u><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Teori-Teori Modern<o:p></o:p></span></u></b></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-bottom: 10.0pt; margin-left: .25in; margin-right: 0in; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pada abad ke-19 pemikiran HPI mengalami kemajuan berkat adanya usaha dari tiga orang pakar hokum yaitu Joseph Story, Friedrich Carl Von Savigny, dan Pasquae Manchini.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Titik tolak pandangan Von Savigny adalh bahwa suatu hububngan hokum yang sama harus member penyelesaian yang sama pula, baik bila diputuskan oleh hakim Negara A maupun Negara B. Maka, penyelesaian soal-soal yang menyangkut unsur-unsur asingpun hendaknya diatur sedemikian rupa, sehingga putusannya juga akan sama dimana-mana.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Satunya pergaukan internasional akan menimbulkan satu system hokum supra nasional yaitu hokum perdata internasional. Oleh karena titik tolak berfikir Von Savigny adalah bahwa HPI itu bersifat hokum supra nasional, oleh karenanya bersifat universal maka ada yang menyebut piikiran Von Savigny ini dengan istilah teori HPI universal.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Menurut Von Savigny pengakuan terhadap hokum asing bukan semata-mata berdasarkan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">comitas</i>, akan tetapi berpokok pangkal pada kebaikan atau kemanfaatan fungsi yang dipenuhinya bagi semua pihak (Negara atau manusia) yang bersangkutan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Machini berpendapat, bahwa hokum personil seseorang ditentukan oleh nasionalitasnya. Pendapat Machini menjadi dasar mazhab Italia yang berkembang kemudian. Menurut mazhab Italia ini ada dua macam kaidah dalam setiap system hokum yaitu :<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l5 level1 lfo9; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">1.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kaidah hokum yang menyangkut kepentingan perseorangan<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l5 level1 lfo9; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">2.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kaidah-kaidah hokum untuk melindungi dan menjaga ketertiban umum<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Berdasarkan pembagian ini dikemukakan tiga asas HPI yaitu :<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l4 level1 lfo10; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">1.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kaidah-kaidah untuk kepentingan perseorangan berlaku bagi setiap warga Negara dimanapun dan kapanpun juga (prinsip personil)<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l4 level1 lfo10; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">2.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kaidah-kaidah untuk menjaga ketertiban umum bersifat territorial dan berlaku bagi setiap orang yang ada dalam wilayah kekuasaan suatu Negara (prinsip terotorial)<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; mso-add-space: auto; mso-list: l4 level1 lfo10; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">3.<span style="font: normal normal normal 7pt/normal 'Times New Roman';"> </span></span><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Asas kebebasan, yang menyatakan bahwa pihak yang bersangkutan boleh memilih hokum manakah yang akan berlaku terhadap transakasi diantara mereka (pilihan hokum)<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Cita-cita Machini adalah mencapai unifikasi HPI melalui persetujuan- persetujuan internasional swedangkan Von Savigny ingin mencapainya dalam wujud suatu HPI supra nasional.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-top: 12.0pt; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Dalam kenyataannya hingga kini, belum dapat diadakan asas HPI yang berlaku umum. Setiap hubungan hokum selama ini harus diselesaikan menurut caranya sendiri dan inipun bergantung pada kebiasaan, undang-undang putusan-putusan pengadilan di dalam masing-masing masyarakat hokum. Walaupun demikian dapat disaksikan makin bertambah banyaknya perjanjian internasional yang berusaha menyeragamkan kaidah-kaidah HPI seperti perjanjian-perjanjian HPI Den Haag.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p><b>dari berbagai sumber buku HPI bayu seto dan google</b></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p><b>oleh :agustin dwi ria mahardika sebagai tugas HPI </b></o:p></span></div></div>Unknownnoreply@blogger.com3