Jumat, 04 Februari 2011

Apakah MPR sebagai lembaga permanen atau joint session ?

Penadapat tentang MPR sebagai lembaga permanen atau joint session ini bervariasai, ada yang mengatakan MPR menganut joint session tapi ada pula yang mrngatakan sebagai lembaga permanen bahkan ada pula yang menyatakan MPR menganut system keduanya. Akan sangat menarik dan lebih besar pengetahuan saya seputar kedudukan MPR ini apabila saudara berkenan memberikan pendapatnya untuk pembahasan ini……..terimakasih!



A.    MPR sebagai lembaga permanen
MPR dapat dikatakan sebgai lembaga permanen, apabila kepermanenan lembaga MPR sebagai institusi yang pada akhirnya mempunyai perangkat-perangkat penuh sebagai lembaga yang seutuhnya, yaitu :
a.       Kelengkapan administrasi dan organisasional anggota individu
b.      Kesekretariatan tersendiri dengan pengurusnya untuk menjalankan fungsinya sebagai sebuah lembaga yang mandiri
c.       Kode etik dan badan kehormatan sendiri
d.      System penggajian anggota

MPR sebagai suatu lembaga permanen dengan terang dinyatakan dalam pasal 2 dan dipertegas dalam pasal 10 UU No. 22 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD yang berbunyi :
Pasal 2 ; “MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang di pilih melalui PEMILU” (diatur juga dalam pasal 2 ayat (2) UUD 1945)
Hal ini menegaskan bahwa MPR merupakan suatu kesekretariatan tersendiri dengan pengurusnya yaitu anggota DPR dan DPD untuk menjalankan fungsinya sebagai sebuah lembaga yang mandiri.
Pasal 10 ; “MPR merupakan lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga Negara”

Selain itu MPR sebagai suatu lembaga permanen juga tercantum dalam pasal 7, pasal 8 dan pasal 11 huruf g UU No. 22 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD yang mengatur :
Pasal 7 ; mengenai pimpinan
Pasal 7 ayat (1) menyataakan, “pimpinan MPR terdiri atas seorang ketua dan tiga orang wakil ketua yang mencerminkan unsure DPR dan DPD yang dipilih dari dan oleh Anggota MPR dalam sidang paripurna MPR”
Pasal 8 ayat (1) mengenai tugas pimpinan MPR adalah :
a.       Memimpin sidang-sidang dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan
b.      Menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara ketua dan wakil ketua
c.       Menjadi juru bicara MPR
d.      Melaksanakn dan memasyaraktkan putusan MPR
e.       Mengadakan konsultasi dengan Presiden dan Pimpinan Lembaga Negara lainnya sesuai dengan putusan MPR
f.       Mewakili MPR dan /atau alat kelengkapan MPR di pengadilan
g.      Melaksanakan putusan MPR berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
h.      Menetapkan arah, kebijakan umum dan strategi pengelolaan anggaran MPR; dan
i.        Mempertenggungjawabkan pelaksaan tugasnya dalam sidang paripurna MPR

Hal ini mencerminkan terpenuhinya kelengkapan administrasi dan organisasional anggota individu. Dimana terdapatnya suatu stuktur lembaga yang mempunyai pimpinan sebagaimana ditentukan dalam pasal 7 ayat (1) diatas serta pimpinan tersebut memiliki tugas-tugas tertentu yang tercantum dalam pasal 8 ayat (1), MPR pun memiliki kebijakan umum dan strategi pengelolaan anggaran MPR tersendiri sebagaimana mestinya sebagai suatu lembaga hal tersebut tertuang dalam pasal 8 ayat (1) huruf h.

Selanjutnya dalam Pasal 8 ayat (2) menyatakan, “ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan tata cara pelaksanaanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib MPR
Pasal 11 huruf g menyatakan,MPR mempunyai tugas dan wewenang menetapkan Peraturan Tata Tertib dan kode etik MPR
Kedua pasal itu mengemukakan bahwa MPR memiliki kode etik dan badan kehormatan tersendiri. Sebgai lembaga yang mandiri, MPR memiliki kewenangan-kewenangan penuh dalam hal koerganisasian termasuk di dalamnya untuk membuat aturan main/kode etik bagi anggotanya namun sehubungan anggota MPR adalah juga anggota DPR dan DPD yang juga mempunyai aturan main, maka permasalahan akan timbul misalnya ketika ada anggota MPR yang dipecat karena dianggap melanggar kode etik, apakah secara otomatis juga diberhentikan menjadi anggota DPR dan DPD, sedangkan antara ketiga lembaga tersebut merupakan lembaga yang mandiri, untuk itu maka harus ada sinkronisasi tentang hal tersebut diantara ketiga lembaga tersebut.

Konsekuensi sebgai lembaga yang mandiri, mestinya selain mendapat gaji sebagai anggota DPR atau DPD, anggota kedua lembaga tersebut juga akan mendapatkan gaji sebagai anggota MPR. Hal tersebut tercantum dalam ketentuan sebuah lembaga yaitu adanya system penggajian, namun MPR sendiri tidak mengatur tentang penggajian tersebut.

B.     MPR sebagai forum sidang gabungan/joint session

Dalam pengertian MPR sebagai forum sidang gabungan adalah bahwa MPR tidak lagi sebagai lembaga yang mandiri. MPR hanya merupakan forum pertemuan antara dua lembaga Negara, yaitu DPR dan DPD. Ketika sidang berlangsung, baik anggota DPR dan DPD yang bersidang bersama tersebut tetap dalam kedudukannya sebagai anggota DPR atau DPD dan tidak menjadi anggota dari MPR.

MPR sebagai forum sidang gabungan ini terlihat pada tugas dan wewenag MPR yang tercantum dalam pasal 11 huruf a s/d f UU No. 22 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD yaitu :
a.       Mengubah dan menetapkan UUD
b.      Melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil PEMILU dalam sidang paripurna MPR
c.       Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Makamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan di dalam sidang paripurna MPR
d.      Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya
e.       Memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari
f.       Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua paket calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh hari
Ketentuan-ketentuan mengenai tugas dan wewenag tersebut juga diatur dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945.
Berdasarkan tugas dan wewenang MPR sebagaimana dinyatakan diatas maka tugas dan wewenang MPR tersebut bukanlah merupakan tugas lembaga yang bersifat rutinitas melainkan bersifat insidentil.
Pasal 14 ayat (1) UU No. 22 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD juga menyatakan, “MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota Negara” yang mana juga di atur dalam pasal pasal 2 ayat (2) UUD’45.
Dari pasal  diatas telah jelas bahwa tugas, fungsi dan wewenang MPR bukan merupakan pekerjaan lembaga yang bersifat rutinitas. MPR hanya bekerja minimal lima tahun sekali, oleh karena itu dilihat dari sisi ini MPR dapat dikatakan bukan sebagai lembaga yang bersifat permanen melainkan hanya sebuah forum sidang bersama antara DPR dan DPD untuk melakukan tugas dan fungsi MPR yang bersifat insidentil.
Hal tersebut diperkuat dengan argumentasi sebagai berikut :
1.      MPR tidak lagi sebagai pemegang kedaulatan rakyat sebagaimana ketentuan UUD’45
2.      MPR tidak lagi memilih Presiden dan Wakil Presiden, sebab menurut ketentuan pasal 6A dan pasal 22E, Presiden dan Wakil Presiden dipilih melalui PEMILU oleh rakyat, MPR baru akan memilih Presiden dan/atau Wakil Presiden pilihan rakyat tersebut berhalangan tetap (pasal 8 ayat (2 dan 3), tugas ini bersifat isidentil
3.      Dalam hal pemberhentian presiden (impeachment), kedudukan MPR seharusnya hanyalah sebagai lembaga “eksekusi” dari keputusan yang telah ditetapkan oleh Makamah Konstitusi (pasal 7A dan 7B UUD’45)
4.      Apabila sebagi lembaga Negara yang permanen (MPR berkedudukan sebagai parlemen yang anggotanya terdiri dari DPR dan DPD) seharusnya kewenangan antara DPR dan DPD seimbang, namun kenyataannya tidak demikian.

C.    Kesimpulan

Maka berdasarkan pendapat diatas saya menyimpulkan bahwa MPR merupakan forum sidang gabungan/joint session meskipun dalam peraturan perundangannya juga menyebutkan mengenai MPR sebagai suatu lembaga permanen.

Argumentasi :

1.      Apabila MPR sebagai lembaga permanen maka MPR memiliki kewenangan-kewenangan penuh dalam hal koerganisasian termasuk di dalamnya untuk membuat aturan main/kode etik bagi anggotanya namun sehubungan anggota MPR adalah juga anggota DPR dan DPD yang juga mempunyai aturan main, maka permasalahan akan timbul misalnya ketika ada anggota MPR yang dipecat karena dianggap melanggar kode etik, apakah secara otomatis juga diberhentikan menjadi anggota DPR dan DPD, sedangkan antara ketiga lembaga tersebut merupakan lembaga yang mandiri, untuk itu maka harus ada sinkronisasi tentang hal tersebut diantara ketiga lembaga tersebut.
2.      Konsekuensi sebagai lembaga yang mandiri, mestinya selain mendapat gaji sebagai anggota DPR atau DPD, anggota kedua lembaga tersebut juga akan mendapatkan gaji sebagai anggota MPR. Hal tersebut tercantum dalam ketentuan sebuah lembaga yaitu adanya system penggajian, namun MPR sendiri tidak mengatur tentang penggajian tersebut.
3.      Apabila sebagi lembaga Negara yang permanen (MPR berkedudukan sebagai parlemen yang anggotanya terdiri dari DPR dan DPD) seharusnya kewenangan antara DPR dan DPD seimbang, namun kenyataannya tidak demikian.
4.      MPR tidak lagi sebagai pemegang kedaulatan rakyat sebagaimana ketentuan UUD’45
5.      MPR tidak lagi memilih Presiden dan Wakil Presiden, sebab menurut ketentuan pasal 6A dan pasal 22E, Presiden dan Wakil Presiden dipilih melalui PEMILU oleh rakyat, MPR baru akan memilih Presiden dan/atau Wakil Presiden pilihan rakyat tersebut berhalangan tetap (pasal 8 ayat (2 dan 3), tugas ini bersifat isidentil
6.      Dalam hal pemberhentian presiden (impeachment), kedudukan MPR seharusnya hanyalah sebagai lembaga “eksekusi” dari keputusan yang telah ditetapkan oleh Makamah Konstitusi (pasal 7A dan 7B UUD’45)
7.      Pasal 14 ayat (1) UU No. 22 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD juga menyatakan, “MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota Negara” yang mana juga di atur dalam pasal pasal 2 ayat (2) UUD’45. Dari pasal  tersebut telah jelas bahwa tugas, fungsi dan wewenang MPR bukan merupakan pekerjaan lembaga yang bersifat rutinitas. MPR hanya bekerja minimal lima tahun sekali, oleh karena itu dilihat dari sisi ini MPR dapat dikatakan bukan sebagai lembaga yang bersifat permanen melainkan hanya sebuah forum sidang bersama antara DPR dan DPD untuk melakukan tugas dan fungsi MPR yang bersifat insidentil.

Oleh : Agustin Dwi Ria Mahardika, untuk tugas HTN II tentang krdudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Diambil dari bahan materi kuliah HTN II oleh Bpk. Iswanto, UUD 1945 dan UU No. 22 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar