Minggu, 09 Desember 2012

PENYELESAIAN SENGKETA MELAUI ARBITRASE (SERIAL HUKUM BISNIS)







A. PROSES PENGAJUAN PERMOHONAN
Adapun cara memulainya permohonan arbitrase itu juga telah diatur dalam undang-undang no 30 tahun 1999 pada pasal 6 tentang memulai permohonan arbitrase yang berbunyi:
Pasal 6. Permohonan Arbitrase
1. Prosedur arbitrase dimulai dengan pendaftaran dan penyampaian Permohonan Arbitrase oleh pihak yang memulai proses arbitrase (“Pemohon”) pada Sekretariat BANI.
2. Penunjukan Arbiter
Dalam Permohonan Arbitrase Pemohon dan dalam Jawaban Termohon atas Permohonan tersebut Termohon dapat menunjuk seorang Arbiter atau menyerahkan penunjukan tersebut kepada Ketua BANI.
3. Biaya-biaya
Permohonan Arbitrase harus disertai pembayaran biaya pendaftaran dan biaya administrasi sesuai dengan ketentuan BANI. Biaya administrasi meliputi biaya administrasi Sekretariat, biaya pemeriksaan perkara dan biaya arbiter serta biaya Sekretaris Majelis. Apabila pihak ketiga diluar perjanjian arbitrase turut serta dan menggabungkan diri dalam pro-ses penyelesaian sengketa melalui arbitrase seperti yang dimaksud oleh pasal 30 Undang-undang No. 30/1999, maka pihak ketiga tersebut wajib untuk membayar biaya administrasi dan biaya-biaya lainnya sehubungan dengan keikutsertaannya tersebut.
4. Pemeriksaan perkara arbitrase tidak akan dimulai sebelum biaya administrasi dilunasi oleh para pihak sesuai ketentuan BANI.


B. PROSES PENYAMPAIAN SURAT TUNTUTAN
Segera setelah arbiter atau majelis arbitrase terbentuk, maka arbiter harus segera memberitahukan kepada para pihak akan kewajiban untuk memasukan surat permohonan, yang berisikan tuntutannya kepada (majelis) arbitrase tersebut. Menurut pasal 38 ayat (1) UU No. 30 tahun 1999, dalam jangka waktu yang ditentukan oleh arbiter atau majelis arbitrase, pemohon harus menyampaikan surat tuntutannya kepada arbiter atau majelis arbitrase.
Surat tuntutan yang diajukan tersebut harus memuat sekurang-kurangnya (pasal 38 ayat (2) UU No. 30 tahun 1999 :
1. Nama lengkap dan tempat tinggal atau tempat kedudukan para pihak
2. Uraian singkat tentang sengketa disertai dengan lampiran bukti-bukti, salinan perjanjian arbitrase harus juga diajukan sebagai lampiran (penjelasan pasal 38 ayat (2) huruf b UU No. 30 tahun 1999)
3. Isi tuntutan yang jelas. Isi tuntutan harus jelas dan apabila isi tuntutan berupa uang, harus disebutkan jumplahnya yang pasti (penjelasan pasal 38 ayat (2) huruf c UU No. 30 tahun 1999) .
Segera setelah menerima surat tuntutan dari pemohon, arbiter atau ketua majelis arbitrase akan menyampaikan satu salinan tuntutan tersebut kepada termohon. Penyampaian surat yang berisikan tuntutan tersebut wajib disertai perintah bahwa termohon atau kuasanya untuk hadir dalam siding arbitrase dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya salinan tuntutan tersebut oleh termohon (pasal 39 UU No. 39 tahun 1999).
Segera setelah diterimanya jawaban dari termohon atas perintah arbiter atau ketua majelis arbitrase, salinan jawaban tersebut diserahkan kepada termohon (pasal 40 ayat (1) UU No. 39 tahun 1999), bersama dengan itu, arbiter atau ketua majelis arbitrase memerintahkan agar para pihak atau kuasa mereka menghadap di muka sidang arbitrase yang ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari terhitung mulai hari dikeluarkannya perintah itu (pasal 40 ayat (2) UU No. 39 tahun 1999). Dalam hal termohon setelah lewat 14 (empat belas) hari sebagaimana hal yang disebut diatas tidak menyampaikan jawabannya, termohon akan dipanggil dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (2) UU No. 39 tahun 1999.
Manurut pasal 42 UU No. 39 tahun 1999, dalam jawabannya atau selambat-lambatnya pada siding pertama termohon dapat mengajukan tuntutan balasan dan terhadap tuntutan balasan tersebut pemohon diberi kesempatan untuk menanggapi. Tuntutan balasan ini, diperiksa dan diputus oleh arbiter atau majelis arbitrase bersama-sama dengan pokok sengketa.
Apabila pada hari yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (2) UU No. 30 tahun 1999 pemohon tanpa suatu alasan yang sah tidak datang menghadap , sedangakan telah dipanggil secara patut, surat tuntutannya dinyatakan gugur arbiter atau majelis arbitrase dianggap selesai ( pasal 43 UU No. 30 tahun 1999).

B. PROSES JALANNYA PEMERIKSAAN ARBITRASE
Seperti halnya jalannya proses persidangan dalam pranata peradilan, jalannya proses pemeriksaan sengketa dalam pranata arbitrase ini juga diawali dengan pemasukan surat permohonan oleh pemohon, yang selanjutnya diikuti dengan proses penjawaban surat permohonan tersebut oleh pihak termohon, sebagai bagian dari “hak” para pihak untuk di dengar selama proses pemeriksaan berlangsung. Baiklah berikut di bawah ini akan dijabarkan satu persatu kegiatan proses pemeriksaan dalam pranata arbitrase hingga dikeluarkannya suatu putusan oleh para (arbiter) yang memeriksa sengketa atau perselisihan tersebut :
1. Pemasukan Surat Permohonan
(duraikan diatas dalam proses penyampaian surat tuntutan)
2. Jawaban Atas Surat Permohonan
(duraikan diatas dalam proses penyampaian surat tuntutan)
3. Kehadiran para pihak dalam sidang arbitrase
(duraikan diatas dalam proses penyampaian surat tuntutan)
4. Perdamian
Menurut pasal 45 Undang-undang No. 30 tahun 1999 menentukan bahwa jika para pihak datang menghadap pada hari yang telah ditetapkan, maka arbiter atau majelis arbitrase harus terlebih dahulu mengusahakan perdamian antara para pihak yang bersengketa. Jika tercapai perdamian di antara para pihak maka arbiter atau majelis se arbitrase membuat suatau akta perdamaian yang final dan mengikat pada pihak dan memerintahkan para pihak untuk memenuhi ketentuan perdamaian tersebut.
5. Pemeriksaan Pokok Sengketa
Selanjutnya jika perdamian tidak dapat dicapai oleh kedua belah pihak, maka arbiter atau majelis arbitrase melanjutkan pemeriksaan terhadap pokok sengketa. Dalam proses pemeriksaan terhadap pokok sengketa tersebut, para pihak diberi kesempatan yang terakhir kali untuk menjelaskan secara tertulis pendirian masing-masing, serta untuk mengajukan bukti-bukti yang dianggap perlu untuk menguatakan pendiriannya dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh arbiter atau majelis arbitrase. Arbiter atau majelis arbitrase berhak meminta kepada para pihak untuk mengjukan penjelasan tambahan secara tertulis, dokumen atau bukti lainnya yang dianggap perlu dalam jangka waktu yang ditentukan oleh arbiter atau majelis arbitrase (pasal 46 UU No. 30 tahun 1999).
6. Pencabutan Surat Permohonan
Sebagai suatu proses “kegiatan hukum” yang tunduk pada lingkup Hukum Privat atau Hukum Perdata, maka pada dasarnya sebelum ada jawaban dari termohon, pemohon dapat setiap saat ,mencabut surat permohonan untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, termasuk untuk melakukan perubahan, penambahan maupun pengurangan terhadap terhadap isi tuntutan. Sedangkan jika sudah ada jawaban dari termohon, perubahan atau penambahan surat tuntutan hanya diperbolehkan dengan persetujuan termohon dan sepanjang perubahan atau penambahan itu menyangkut hal-hal yang bersifat fakta saja dan tidak menyangkut dasar-dasar hukum yang menjadi dasar permohonan (pasal 47 UU No. 30 tahun 1999).
Pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling lama 180 hari sejak arbiter atau majelis arbitrase terbentuk. Dengan persetujuan para pihak dan apabila diperlukan sesuai dengan ketentuan pasal 33 UU No. 30 tahun 1999, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang (pasal 48 UU No. 30 tahun 1999).
7. Saksi dan saksi Ahli
Secara umum UU No. 30/1999 menyatakan bahwa pemeriksaan saksi dan saksi ahli dihadapan arbiter atau majelis arbitrase, diselenggarakan menurut ketentuan dalam hukum acara perdata (pasal 37 ayat (3)).
Dalam menurut ketentuan pasal 49 UU No.30/1999 tersebut, disebutkan bahwa arbiter atau majelis arbitrase, atas permintaan para pihak dapat memanggil satu orang atau lebih saksi atau saksi ahli, untuk didengar keterangannya. Biaya yang timbul sehubungan dengan pemanggilan dan perjalanan saksi atau saksi ahli tersebut dibebankan kepada pihak yang meminta. Sebelum memberikan keterangan, para saksi atau saksi ahli wajib mengucapkan sumpah.
Selanjutnya dalam ketentuan pasal 50 UU No. 30/1999 dikatakan bahwa arbiter atau majelis arbitrase dapat meminta bantuan seseorang atau lebih saksi ahli untuk memberikan keterangan tertulis mengenai suatu persolan khusus yang berhubungan dengan pokok sengketa.
Selanjutnya untuk memudahkan tugas dari saksi ahli, para pihak diwajibkan untuk memberikan segala keterangan yang diperlukan oleh saksi ahli. Arbiter atau majelis arbitrase kemudian meneruskan salinan keterangan saksi ahli tersebut kepada para pihak agar dapat ditanggapi secara tertulisoleh para piahak yang bersengketa. Jika terdapat hal yang kuarang jelas, atau permintaan para pihak yang berkepentingan, saksi ahli yang bersangkutan dapat di dengar keterangannya di muka sidang arbitrase dengan dihadiri oleh kuasanya (pasal 50 UU No. 30/1999).
Terhadap segala kegiatan dalam pemeriksaan dan sidang arbitrase tersebut di atasa dibuatklah berita acara pemeriksaan oleh sekretaris arbiter atau majelis arbitrase. Sekretaris ini akan berfungsi sebagaimana layaknya panitera pengadilan ( pasal 51 UU No.30/1999).

C. PUTUSAN ARBITRASE
Putusan arbitrase merupakan suatu putusan yang diberikan oleh arbitrase ad-hoc maupun lembaga arbitrase atas suatu perbedaan pendapat, perselisihan paham maupun persengketaan mengenai suatu pokok persoalan yang lahir dari suatu perjanjian dasar (yang memuat klausula aritrase) yang diajukan pada arbitrase ad-hoc, maupun lembaga arbitrase untuk diputusakan olehnya. Sebagai suatu pranata (hukum), arbitrase dapat mengambil berbagai macam bentuk yang disesuikan dengan kondisi dan keadaan yang dikehendaki oleh para pihak dalam perjanjian.

1. Penjatuhan Putusan Arbitrase
UU No. 30/1999 mewajibkan arbiter atau majelis arbitrase untuk segera menjatuhkan dan mengucapkan putusan arbitrase selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak selesainya pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau majelis arbitrase (pasal 57). Jika ternyata dalam putusan yang dijatuhkan tersebut terdapat “kesalahan” atau “kekeliruan” administrasi, yang bukan “substansi” dari putusan arbitrase, maka para pihak (yang berkepeningan), dalam jangka waktu 14 hari terhitung sejak putusan diucapkan diberikan hak untuk meminta dilakukannya “koreksi” atas putusan arbitrase tersebut. Permintaan untuk melakukan koreksi dapat diajukan secara langsung kepada arbiter atau majelis arbitrase yang menjatuhkan putusan tersebut (pasal 58 UU No. 30/1999).
2. Putusan Arbitrase Brsifat Akhir (final) dan Mengikat (binding)
Berbeda dengan putusan badan peradilan yang masih dapat diajukan banding dan kasasi, putusan arbitrase, baik yang diputuskan oleh arbitrase ad-hoc maupun lembaga arbitrase, adalah merupakan putusan pada tingkat akhir (final), dan karenanya secara langsung mangingat (binding) bagi para pihak.
3. Isi Suatu Putusan Arbitrase
Menurut ketentuan pasal 54 UU No.30/1999, suatu putusan arbitrase harus memuat:
a. Kepala putusan yang berbunyi “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;
b. Nama lengkap dan alamat para pihak;
c. Uraian singkat sengketa;
d. Pendirian para pihak;
e. Nama lengkap dan alamat ariter;
f. Pertimbangan dan kesimpulan arbiter atau majelis arbitrase mengenai keseluruhan sengketa;
g. Pendapat tiap-tiap arbiter dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam majelis arbitrase;
h. Amar putusan;
i. Tempat dan tanggal putusan; dan
j. Tanda tangan arbiter atau majelis arbitrase;serta
k. Suatu jangka waktu kapan putusan tersebut harus dilaksanakan.