Rabu, 10 April 2013

HUKUM PASAR MODAL DI INDONESIA



HUKUM PASAR MODAL






Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek atau perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya atau lembaga profesi yang berkaitan dengan efek untuk melakukan transaksi jual beli. Oleh karena itu, pasar modal merupakan tempat bertemu antara penjual dan pembeli modal/dana.
Dengan demikian, tujuan pasar modal adalah mempercepat proses ikut sertanya masyarakat dalam pemilikan saham menuju pemerataan pendapatan masyarakat serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengerahan dana dan penggunaannya secara produktif untuk pembiayaan pembangunan nasional. Di dalam pasar modal, barang yang diperdagangkan tidak seperti pada pasar barang seperti baju, sepatu, tas, tetapi barang yang diperdagangkan berupa surat-surat berharga. Surat-surat berharga yang diperjualbelikan di pasar modal disebut instrumen pasar modal. Instrumen di pasar modal dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu saham, obligasi, dan derivatif.

1 ) Saham
Saham merupakan bukti kepemilikan atas suatu perusahaan dengan adanya modal yang disetor. Jika kalian menanam modal di suatu perusahaan, maka kalian ikut andil dalam kepemilikan perusahaan tersebut. Semakin besar saham yang dimilikinya, maka semakin besar pula kekuasaannya di perusahaan tersebut.
Keuntungan yang diperoleh dari saham tersebut disebut dividen.
Adapun jenis saham dibedakan menjadi dua yaitu saham biasa (common stock) dan saham preferen (preferred stock).

2 ) Obligasi
Obligasi merupakan surat pengakuan utang jangka panjang yang dikeluarkan suatu perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh dana. Selain perusahaan, pemerintah juga menerbitkan obligasi untuk memperoleh dana pembangunan, misalnya perbaikan jalan, pembangunan gedung sekolah, dan fasilitas-fasilitas umum lainnya.
Pemegang obligasi akan memperoleh bunga secara periodik dan akan menerima pokok pinjaman pada tanggal jatuh tempo.
Keuntungan membeli obligasi diwujudkan dalam bentuk kupon.

3 ) Derivatif
Derivatif merupakan bentuk turunan dari saham. Derivatif yang ada di Indonesia berupa warrant dan right.

a) Warrant, yaitu efek yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memberikan hak kepada pemegang efek untuk membeli saham langsung dari perusahaan tersebut dengan harga dan waktu yang telah ditetapkan.

b) Right, yaitu hak dari pemegang saham yang ada untuk membeli saham baru yang akan diterbitkan oleh perusahaan sebelum saham tersebut ditawarkan kepada pihak lain atau hak memesan efek terlebih dahulu.
Perusahaan yang melakukan penjualan surat-surat berharga disebut emiten, sedangkan pembeli surat-surat berharga yang ditawarkan oleh emiten disebut investor. Contoh bursa efek di Indonesia adalah Bursa Efek Indonesia yang merupakan gabungan dari Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya.

Pemain Utama Pasar Modal

Disebut pemain utama, karena pihak-pihak ini yang paling berperan dalam perdagangan efek. Berikut ini pemain utama dalam bursa efek.

(1) Emiten
Emiten adalah pihak yang melakukan penjualan surat-surat berharga atau melakukan emisi di bursa. Dalam melakukan penjualannya, emiten dapat memilih dua macam instrumen pasar modal, yaitu bersifat kepemilikan atau utang.


(2) Investor
Investor adalah pemodal yang akan membeli atau menanamkan modalnya di perusahaan yang akan melakukan penjualan surat-surat berharga. Sebelum membeli atau menanamkan modalnya, investor melakukan analisis terhadap perusahaan tersebut, prospek emiten, dan lain-lainnya. Investor ini dapat berasal dari dalam negeri dan luar negeri.


(3) Penjamin Emisi (Underwriter)
Penjamin emisi merupakan lembaga yang menjamin terjualnya saham atau obligasi sampai batas waktu tertentu.
(4) Perantara Perdagangan Efek (Pialang)
Pialang merupakan perantara antara penjual dengan pembeli surat-surat berharga. Pialang disebut juga broker. Tugas pialang meliputi: memberikan informasi tentang emiten, dan melakukan penjualan surat-surat berharga kepada para investor.


(5) Manajer Investasi

Manajer investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola efek untuk para nasabah



Dasar Hukum Pasar modal


1. Undang-Udang Nomor 8 Tahun 1995, tentang Pasar Modal.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995, tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995, tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal.
4. Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 645/KMK.010/ 1995, tentang Pencabutan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1548 Tahun 1990 tentang Pasar Modal.
5. Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 646/KMK.010/ 1995, tentang Pemilikan Saham atau Unit Penyertaan Reksadana oleh Pemodal Asing.
6. Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 647/KM K.010/ 1995, tentang Pembatasan Pemilikan Saham Perusahaan Efek oleh Pemodal Asing.
7. Keputusan Presiden Nomor 117/1999 tentang Perubahan atas Keppres Nomor 97/ 1993 tentang Tata cara Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 115/1998.
8. Keputusan Presiden Nomor 120/1999 tentang Perubahan atas Keppres Nomor 33/1981 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 113/1998.
9. Keputusan Presiden Nomor 121/1999 tentang perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 183/1998 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal, yang telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 37 / 1999.
10. Keputusan Menteri Negara Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 38/S1K/1999 tentang Pedoman dan Tata¬cara Permohonan Penanaman Modal yang didirikan dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing.


Lembaga Penunjang dalam Pasar Modal



Lembaga penunjang dalam pasar modal merupakan pendukung/penunjang beroperasinya suatu pasar modal. Dalam menjalankan fungsinya lembaga penunjang, terdiri dari penjamin emisi, penanggung (guarantor), wali amanat, perantara perdagangan efek, pedagang efek (delaer), perusahaan surat berharga, perusahaan pengelola dana (investment company), biro administrasi efek (BAE).

Profesi Penujang dalam Pasar Modal


Profesi penunjang dalam pasar modal, antara lain :


a. Notaris
Yaitu pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan terdaftar di Bapepam.


b. Konsultan Hukum
Yaitu memberikan pendapat dari segi hukum (legal opinion) mengenai segala kewajiban yang mengikat perusahaan yang hendak go public secara hukum.


c. Akuntan Publik
Bertanggung jawab memberikan pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan perusahaan yang hendak go public dan bukan kebenaran atas laporan keuangan.


d. Perusahaan Penilai
Adalah pihak yang melakukan kegiatan penilaian kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan yang hendak go public.


Larangan dalam Pasar Modal


a. Penipuan dan manipulasi dalam kegiatan perdagangan efek
Setiap pihak dilarang secara langsung maupun tidak langsung, antara lain:
1. Menipu pihak lain dengan cara apa pun,
2. Membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta material atau tidak mengungkapkan fakta yang material,
3. Setiap pihak dilarang dengan cara apa pun membuat pernyataan, memberikan keterangan secara material tidak benar,
4. Setiap pihak baik sendiri-sendiri maupun bersama dengan pihak baik dilarang melakukan dua transaksi efek atau lebih.
b. Perdagangan orang dalam(insider trading)
Adalah seseorang yang membocorkan informasi terhadap informasi rahasia yang belum diumumkan kepada masayrakat, sehingga merugikan pihak-pihak laian
c. Larangan bagi orang dalam
d. Larangan bagi pihak yang dipersamakan dengan orang dalam
e. Perusahaan efek yang memiliki informasi orang dalam.


Sanksi terhadap Larangan
a. Sanksi Administrasi
b. Sanksi Pidana


DI KUTIB DARI BERBAGAI SUMBER

Jumat, 04 Januari 2013

Membangun Budaya Hukum



hukum tak akan ada tanpa adanya struktur hukum itu sendiri, struktur hukum tidak akan ada tanpa ada subtansi hukum dan keduanya (struktur hukum dan subtansi hukum tidak akan berjalan tanpa ada budaya hukum). budaya hukum merupakan sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum. sikap masyarakat ini meliputi kepercayaan, nilai-nilai, ide-ide, serta harapan masyarakat terhadap hukum dan sistem hukm. budaya hukum juga merupakan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum dilaksanakan, dihindari atau bahkan bagaimana hukum di salahgunakan. budaya hukum mempunyai peranan yang besar dalam sistem hukum, tanpa budaya hukum maka sistem hukum akan kehilangan kekuatannya seperti yang di katakan Lawrence M. Friedman "without legal culture, the legal system is meet-as dead fish lying in a basket, not a living fish swimming in its sea".
stuktur hukum, subtansi hukum dan budaya hukum harus berjalan sinergi agar tercipta hukum dan sistem hukum yang baik dan melindungi masyarakat serta menja ketertiban masyarakat sebagaimana tujuan diadakannya hukum dan sisem hukum itu sendiri. apabila di umpamakan, struktur hukum merupakan mesin yang menghasilkan sesuatu, substansi hukum merupakan produk yang di hasilkan oleh mesin, dan budaya hukum merupakan orang yang memutuskan untuk menjalankan mesin serta membatasi penggunaan mesin. dari hal ini, tentu kita dapat melihat betapa besar pengaruh dari budaya hukum, dan siapa yang berperan dalam membangun budaya hukum ini juga tak lepas dari peran serta masyarakat. jika masyarakat sadar akan fungsi kontrol mereka tentu akan tercipta bunyi pancasila ke-5 "keadilan sosial bagi seluruh masyarakat indonesia" juga akan terwujudnya asas "equality before the law". negara yang kuat adalah negara yang masyarakatnya maju dan mau membangun negerinya dan terwujudnya kontrol sosial yang balance,,,,

Selasa, 01 Januari 2013

PELAKSANAAN PPA (PROGAM PENGENALAN AKADEMIK) FAKULTAS HUKUM UMS 2009




A. LATAR BELAKANG



Sejalan dengan perkembangan dunia pendidikan, perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan formal yang mengembangkan amanah untuk menciptakan masyarakat akademik yang cakap ilmu dan juga menjadi wakil untuk melakukan perubahan sosial. Perguruan tinggi secara formal merupakan pendidikan lanjutan yang mempunyai perbedaan yang cukup mendasar dengan pendidikan formal sebelumnya, yaitu sekolah lanjutan atas (SLA), MA maupun SMU/SMK. Perbedaan proses pembelajaran antara perguruan tinggi dan sekolah lanjutan atas sejak dini harus diperkenalkan kepada mahasiswa baru, tentunya memerlukan adaptasi terhadap lingkungan dan budaya baru yang ditempatinya.


Penyelenggaraan ospek yang berlandaskan pada SK Dirjen Dikti No. 38/DIKTI/Kep/2000 tentang Pengaturan Kegiatan Penerimaan Mahasiswa Baru di Perguruan Tinggi, pada dasarnya bertujuan untuk memberikan pengenalan awal bagi mahasiswa baru, baik berkenaan dengan sejarah kampus, lembaga-lembaga yang ada di kampus, jenis kegiatan akademik, sistem kurikulum, cara pembelajaran yang efektif di perguruan tinggi, para pemimpin universitas, fakultas dan dosen. Orientasi Studi Pengenalan Kampus (OSPEK) bagi mahasiswa baru, merupakan kegiatan yang penting di berbagai perguruan tinggi, meskipun dengan nama yang berbeda-beda (Afandi, 2000).


Tampaknya aktivitas ospek masih menonjolkan eksploitasi fisik dan mental, bahkan tidak sedikit mahasiswa tiap tahunnya menjadi korban kolonial yang tetap dipertahankan dalam dunia pendidikan. Sangat disayangkan memang jika mahasiswa yang seharusnya mengedepankan intelektualitas, daya nalar, serta berpikir kritis melakukan tindakan yang tidak wajar karena sebenarnya masih banyak cara yang ditempuh tanpa mengandalkan kekerasan fisik. Ospek pada awalnya digagas sebagai inisiasi mahasiswa baru yang intinya memperkenalkan sistem pendidikan tinggi, cara belajar mandiri, serta ciri khas masing-masing perguruan tinggi, sekaligus sebagai wahana perkenalan awal antara sesama mahasiswa baru sehingga dapat lebih mempererat penyadaran insaniah. Namun demikian, pelaksanaan ospek ternyata rawan kekerasan.


Segala tindakan yang memberikan efek negatif ataupun mental dapat dimasukkan dalam kekerasan. Perintah dari senior yang terkadang aneh dan tidak mendidik seringkali menjadi bumbu pelaksanaan ospek, semakin aneh tugas yang diberikan, mereka semakin dianggap kreatif. Hal itulah yang sangat rawan terjadi pada ospek mulai dari hukuman fisik sampai keluarnya kata-kata yang tidak sopan.


Contohya pada September 2001, salah satu mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta di wilayah Jawa Barat mengalami penganiayaan. Ia adalah calon mahasiswa jurusan Manejemen Informatika yang saat mengikuti kegiatan ospek Jumat silam, meminta kepada panitia untuk istirahat lantaran kelelahan. Alasannya penyakit yang diderita pemuda berusia 19 tahun tadi kambuh. Biasanya, saat kambuh, secara spontan melakukan tindakan yang ganjil. Misalnya tanpa sadar meminta uang. Hal tersebut kontan membuat panitia berang. Tak berpikir panjang, sejumlah panitia langsung memukuli korban beramai-ramai lantaran menganggap calon mahasiswa itu mabuk.


Pada tahun 2004, lebih dari 4 orang calon mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi di Makassar yang sedang mengikuti kegiatan OSPEK jatuh pingsan karna kelelahan sehingga korban dilarikan ke RS. Wahidin Sudirohusodo.
Pada tahun 2005, masih di salah satu Perguruan Tinggi di Makassar 2 orang calon mahasiswa baru saat kegiatan OSPEK terpaksa harus dilarikan ke Rumah Sakit. Salah satu dari keduanya mengalami pergeseran tulang rahang akibat ditendang oleh seniornya.


Dan kemudian pada Februari 2009 meninggalnya Dwiyanto Wisnugroho, seorang mahasiswa Geodesi ITB saat mengikuti OSPEK, menyisakan duka mendung bagi dunia pendidikan. Kegiatan yang digelar oleh Ikatan Mahasiswa Geodesi (IMG) ini sebetulnya termasuk illegal, karena sejak 1995 dilarang kampus ITB. Mahasiswa baru ketika mengikuti OSPEK dipaksa berjalan dari Dago menuju desa Pagerwangi, Lembang. Nah, ditengah simpang siur penyebab meninggalnya korban. Belum lagi korban yang berjatuhan di STPDN dan perguran tinggi lainnya.

Pemaknaan dan pelaksanaan ospek rentan terhadap berbagai perubahan dan bentuk penyimpangan pada saat kegiatan berlangsung. Program yang dilaksanakan sebelumnya seolah merupakan keharusan yang terlaksana setiap tahun secara berulang tanpa pernah dilakukan monitoring dan evaluasi akan efektivitas maupun hasil yang akan dicapai kalau memang program ospek jelas dapat memberikan manfaat, semua pihak tentu akan mendukung pelaksanaannya dengan senang hati.


Melihat akibat yang ditimbulkan ospek, maka wajar bila banyak pihak yang menilai kegiatan tahunan tersebut sama sekali tidak membawa manfaat bagi mahasiswa baru khususnya dan bagi civitas akademika umumnya. Tidak heran kalau kemudian banyak pihak pula yang menolak dan menuntut agar kegiatan ospek dihapuskan. Penilaian negatif tersebut tentu saja tidak dapat diluruskan dengan hanya menggunakan bahasa verbal bahwa ospek sesungguhnya sangat penting untuk menghantarkan dan mengadaptasikan mahasiswa baru pada tradisi kehidupan kampus sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan yang berarti saat mengikuti proses perkuliahan kelak.

Mahasiswa Universitas Muhamadiyah Surakarta (UMS) adalah salah satu perguruan tinggi swasta sebagai wacana keilmuan dan keislaman, sehingga ospek harus dikembalikan pada konsep dan tujuan awal dimana kekerasan fisik tidak ditonjolkan. Ospek yang selama ini sering memperlihatkan kekerasan fisik dan psikis harus diganti dengan ospek yang bervisi humanis, mencerahkan jiwa dan pikiran mahasiswa baru. ospek yang selama ini memperlihatkan sifat arogansi kekuasaan harus diganti dengan ospek yang lebih memperlihatkan kearifan, etika dan moral, serta keramahan yang mendidik.

Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu mendeskripsikan pengertian dan unsur-unsur OSPEK yang hakiki sehingga pelaksanaan OSPEK diketahui dan memberikan manfaat pada semua pihak. Selain itu juga menyumbangkan pemikiran-pemikiran yaitu berupa saran pelaksanaan OSPEK yang beretika yang tidak berujung pada penyimpangan.




B. PEMBAHASAN


OSPEK yang diadakan di Universitas Muhamadiyah Surakarta dinamakan dengan PPA, unsur-unsur PPA sendiri tidak terlepas dari unsur-unsur OSPEK. Pengenalan Program Akademik (PPA) merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh Universitas Muhammadiyah Surakarta dalam rangka penyambutan mahasiswa baru. Kegiatan ini dilaksanakan untuk membekali mahasiswa baru baik dalam bidang akademik dan kemahasiswaan, sebagai persiapan menjalani proses studi di Universitas Muhammadiyah umumnya dan Fakultas Hukum khususnya. Kegiatan ini dilaksanakan selama 4 (empat) hari dari tanggal 18 Agustus 2009 s/d 21 Agustus 2009. Mahasiswa baru akan didampingi oleh fasilitator yang terdiri dari unsur pimpinan universitas, pimpinan fakultas, dosen, dan mahasiswa.

PPA dilaksanakan dengan pertimbangan: mahasiswa baru adalah sosok yang sedang mengalami masa transisi, baik dalam bentuk lingkungan, pergaulan, cara berpakaian yang semula di SMA menuju ke Perguruan Tinggi. Untuk itu perlu pengenalan sistem Pendidikan Tinggi dalam rangka mempersiapkan mahasiswa baru dalam menempuh studinya di Perguruan Tinggi.

Sedangkan berdasarkan SK Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas Nomor: 38/DIKTI/Kep/2000 tentang Pengaturan Kegiatan Penerimaan Mahasiswa Baru di Perguruan Tinggi, disebutkan bahwa pengenalan terhadap program studi dan program pendidikan di Perguruan Tinggi hanya boleh dilakukan dalam rangka kegiatan akademik dan dilaksanakan oleh pimpinan Perguruan Tinggi.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka PPA ini dilaksanakan dengan semangat “Transformasi Pengembangan Diri”, untuk mempersiapkan mahasiswa supaya dapat memahami betul segala hal yang berhubungan dengan mekanisme yang ada diperguruan tinggi dimana ia sedang belajar dan bebas dari kegiatan perploncoan.
Materi yang akan diberikan dalam PPA ini meliputi ke-Universitasan, ke-Fakultasan, Ormawa tingkat Universitasan-jurusan, dan UKM. Kegiatan PPA ini dilaksanakan dengan strategi yang bervariasi, seperti interactive lecturing, resitasi, diskusi kelompok kecil dan diskusi kelompok besar, atau juga dalam bentuk pembelajaran individual dan kolaboratif. Dengan strategi ini diharapkan mahasiswa baru (peserta) terlibat aktif dalam proses PPA pada setiap sesi, sehingga mahasiswa baru benar-benar dapat memahami setiap materi yang disampaikan.

PPA di Fakultas Hukum UMS dibagi dalam beberapa tahap yaitu :
1. Tahap Pra Kegiatan
2. Tahap Pelaksanaan Kegiatan
3. Tahap Pasca Kegiatan

Maka setiap kejadian yang ada dalam tahapan tersebut akan dijelaskan sesuai dengan pengamatan yang saya lakukan dilapangan selaku subyek dalam kegiatan tersebut. Hasil dari pengamatan tersebut merupakan tujuan akhir dari makalah ini, setelah teruraikan tahapan demi tahapan maka akan diperoleh kesimpulan sementara dari kegitan tersebut.

1. Tahap Pra Kegiatan
Sebelum pelaksanaan PPA para peserta yang akan mengikuti PPA diperkenankan untuk mendaftarkan diri mereka di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum. Pendaftaran dimulai sekitar awal Juni dan berakhir pada tanggal 10 Agustus 2009. Kegiatan ini merupakan kegiatan wajib bagi calon mahasiswa baru apabila tidak dapat mengikuti kegiatan ini maka ia diwajibkan mengulang kembali di tahun berikutnya. Pada tanggal 16 Agustus 2009 para calon peserta diberi bekal seputar peraturan-peraturan yang akan dibawa pada waktu pelaksanaan PPA dari sini sudah tercium bau perploncoan yang dilakukan panitia PPA FH. Pada waktu pembekalan seluruh peserta diwajibkan mebawa hal-hal sebagai berikut :
a. Cocard berbentuk segi-delapan dengan diameter 20cm
b. Pita merah putih sebanyak 17 mengelilingi cocard
c. Mengenakan tas dari karung dan tali dari raffia
d. Mengenakan blangkon, kacamata hitam, dasi kupu-kupudan kain putih diikat dikepala bertuliskan cita-cita

Ketentuan bagi perempuan :
a. Mengenakan jilbab putih
b. Mengenakan rok hitam kain dan kemeja putih
c. Sepatu pan tofel

Ketentuan bagi laki-laki :
a. Mengenakan kemeja putih dan celana kain
b. Sepatu pan tofel

2. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan PPA dimulai tanggal 18 Agustus 2009. Pukul 06.00 sudah banyak mahasiswa dengan seragam anehnya di tempat parkir FH UMS. Mereka datang pagi-pagi sekali karena takut dimarahi senior karena telat. Jadwal kegitan sesungguhnya dimulai pukul 06.30. Tepat pukul 06.30 kami dikumpulkan dilapangan, baru hari pertama kami sudah dibentak-bentak oleh tim persidangan berbaju merah. Kami pun lari terbirit-birit menuju lapangan dengan tas karung dan atribut bodoh lainnya.

Hari pertama itu ada peserta yang telat, tim persidangan berteriak-teriak keras memarahi peserta tersebut, kami sebagai peserta merinding mendengar bentakan-bentakan tersebut. Hari itu dimulai dengan upacara pembukaan dan dilajutkan dengan berbagai kegiatan-kegiatan kelas. Kegiatan kelas ini sangat bermanfaat bagi para calon mahasiswa untuk memperoleh pengenalan terhadap lingkungan kampus.
Pada hari kedua, sluruh peserta diberi tugas untuk membawa makanan namun lauknya harus belut digoreng lurus. Saya sendiri sebagai pserta bingung apa manfaat dari membawa makanan itu kalau toh sebagai bekal untuk dimakan kenapa mesti yang aneh-eneh. Beruntung teman saya mempunyai ide menggoreng belum lurus dengan lidi, saya pun terbebas dari hukuman. Banyak peserta yang tidak membawa belut digoreng lurus, kebanyakan membeli belut yang sudah dalam kemasan di took-toko. Saya dapat memaklumi hal itu karena PPA berakhir pukul 18.00 WIB sehingga mereka pun hanya memiliki sedikit waktu untuk memperoleh belut hidup. Tidak sedikit peserta yang nasibnya beruntung seperti saya karena teman saya kebetulan tetangganya penjual belut.

Peserta yang tidak membawa bahan-bahan yang ditentukan mendapat hukuman dari para senior (tim persidangan). Mereka berdiri berjajar sambil mendengarkan bentakan-bentakan dari para senior. Kami yang tidak dihukum dan disuruh memakan bekal kami sampai tak bisa menelan ataupun menikmati apa yang kami makan karena bentakan-bentakan tersebut. Belum lagi ada peserta yang telat disuruh lari mengelilingi lapangan.

Hari ketiga, semua berharap PPA ini akan segera berakhir karena selama dua hari penuh fisik mereka dituntut fit. Pada hari terakhir ini mulai banyak korban berjatuhan. Hari terakhir ini para senior lebih keras membentak-bentak karena semua kelengkapan dari atas hingga akhir diperiksa banyak pserta yang perlengkapannya kurang. Saya kira senior sengaja mencari-cari alasan di akhir kegiatan. Wajar jika di akhir kegiatan banyak tas yang sudah rusak karena , terbuat dari karung dengan tali raffia, juga pita-pita yang hilang hal itu dimanfaatkan para senior untuk bebas member hukuman pada peserta.

Hari ketiga koraban berjatuhan, dua peserta pingsan dan dilarikan ke rumah sakit. Setelah diketahui salah satu dari peserata tersebut mempunyai penyakit jantung. Kejadian tersebut cepat ditangani sehingga tidak berakibat fatal. Ada juga peserta yang kecelakan tertabrak mobil karena terburu-buru menuju kampus agar tidak dimarahin senior tapi malah mrndapat 20 jahitan di lengan tangan kanannya. Belum lagi peserta yang lain yang jatuh sakit.
Di akhir kegitan para senior meminta maaf atas perlakuan-perlakuan yang tidak menyenangkan selama PPA berlangsung. Para calon mahasiswa yang resmi menjadi mahasiswa FH UMS waktu itu berjabat tangan dengan para senior. Tetap saja beban mental karena dipermalukan dihadapan orang banyak masih terngiang di masing-masing diri peserta. Belum lagi adanya korban yang berjatuhan dirasa sangat merugikan

3. Pasca Kegiatan
Kami mahasiswa FH UMS setelah kegiatan PPA beropini yang sama. Yang diraskan tiap-tiap peserta adalah capek dan tidak mau mengulang lagi. Apabila PPA bertujuan untuk membentuk etika dan moral mahasiswa tetap saja tidak ada perubahan yang menonjol pada diri tiap-tiap peserta yang mengikuti PPA, namun ada pula yang merasakan manfaatnya ketika berhadapan dengan dosen pada saat materi. Apabila PPA bertujuan pula sebagai program mengenalan akademik, tetap saja banyak mahasiswa yang masih kebingungan terhadap jadwal kuliah.
Suatu kegiatan pasti ada kelebiahan dan kekurangan alangkah baiknya kita sebagai orang bijak meminimalkan yang buruk bahkan mencegah yang buruk untuk memperoleh kebaikan.

Dari uraian diatas saya membuat suatu kesimpulan bahwa OSPEK yang kami sebut dengan PPA, ada yang mencapai tujuan positif tapi ada juga sisi negatifnya. Sisi negative ini yaitu dengan adanya perploncoan-perploncoan secara lansung maupun tidak langsung. Pengenalan Program Akademik seharusnya tidak diwarnai dengan aksi kekerasan baik fisik maupun non fisik. Hal ini merupakan suatu penghambat bagi para calon mahasiswa untuk dapat mengikuti jalannya materi PPA yang menjadi inti dari kegiatan PPA tersebut.

Kekerasan-kekerasan yang dilakukan senior hanya akan membuat calon mahasiswa takut dan depresi ketika memperoleh materi mereka terlihat lelah dan was-was akan di hukum jika perlengkapan yang mereka bawa kurang.



C. PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang saya peroleh dari data dan pengamatan diatas adalah :
1. Kegitan OSPEK atau yang disebut PPA oleh panitia FH UMS belum keseluruhannaya membentuk etika dan moral para peserta PPA yang merupakan calon mahasiswa FH UMS
2. Faktor pendukung dan penghambat kegiatan
a. Faktor pendukungnya ialah adanya materi-meteri tentang pengenalan program akademik yang disampaikan para dosen FH UMS dalam kegiatan diluar kelas. Hal ini sangat bermanfaat bagi para peserta sebagai pemanasan awal sebelum mengikuti perkuliahan
b. Faktor penghambatnya ialah para senior yang bertindak berlebihan pada calon mahasiswa dirasa tidak ada manfaat bagi para peserta. Hal tersebut merupakan wujud pembodohan bagi para calon mahasiswa sebagai agen perubahan. Perploncoan merupakan tindakan yang tidak manusiawi bahkan karena adanya kewenangan senior terhadap juniornya mrngakibatkan korban berjatuhan.



B. Saran

Pemberian informasi mengenai lingkungan kampus dan sekitarnya dapat dilakukan dalam satu matakuliah umum dalam beberapa kali pertemuan, yang kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan-kegiatan dalam kelompok yang dipandu dan difasilitator oleh mahasiswa yang lebih senior. Dinamika kelompok kecil akan lebih terasa dibandingkan kelompok besar, sehingga keakraban antar mahasiswa dalam kelompok maupun antar kelompok pun akan semakin terjalin dengan baik.

Penanaman nilai-nilai dan informasi baru sangat efektif dilakukan dengan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan dalam rupa permainan-permainan ringan tanpa hukuman. Hadiah telah terbukti efektif dalam membentuk dan mempertahankan suatu perilaku baru.

Sistem Kredit Poin per Materi dapat juga digunakan sebagai hadiah (rewards). Misalnya 1 poin untuk datang tepat waktu, 1 poin untuk kerapian, 1 poin untuk mengenal denah gedung kuliah. Jika mahasiswa tidak memperoleh standar poin tertentu, mahasiswa harus mengulang kegiatan tersebut di tahun depan ataupun pengurangan jumlah sks yang diambil.
Hal yang menyenangkan akan selalu diingat sebagai kenangan yang menyenangkan pula, dan tidak menimbulkan trauma.














Minggu, 09 Desember 2012

PENYELESAIAN SENGKETA MELAUI ARBITRASE (SERIAL HUKUM BISNIS)







A. PROSES PENGAJUAN PERMOHONAN
Adapun cara memulainya permohonan arbitrase itu juga telah diatur dalam undang-undang no 30 tahun 1999 pada pasal 6 tentang memulai permohonan arbitrase yang berbunyi:
Pasal 6. Permohonan Arbitrase
1. Prosedur arbitrase dimulai dengan pendaftaran dan penyampaian Permohonan Arbitrase oleh pihak yang memulai proses arbitrase (“Pemohon”) pada Sekretariat BANI.
2. Penunjukan Arbiter
Dalam Permohonan Arbitrase Pemohon dan dalam Jawaban Termohon atas Permohonan tersebut Termohon dapat menunjuk seorang Arbiter atau menyerahkan penunjukan tersebut kepada Ketua BANI.
3. Biaya-biaya
Permohonan Arbitrase harus disertai pembayaran biaya pendaftaran dan biaya administrasi sesuai dengan ketentuan BANI. Biaya administrasi meliputi biaya administrasi Sekretariat, biaya pemeriksaan perkara dan biaya arbiter serta biaya Sekretaris Majelis. Apabila pihak ketiga diluar perjanjian arbitrase turut serta dan menggabungkan diri dalam pro-ses penyelesaian sengketa melalui arbitrase seperti yang dimaksud oleh pasal 30 Undang-undang No. 30/1999, maka pihak ketiga tersebut wajib untuk membayar biaya administrasi dan biaya-biaya lainnya sehubungan dengan keikutsertaannya tersebut.
4. Pemeriksaan perkara arbitrase tidak akan dimulai sebelum biaya administrasi dilunasi oleh para pihak sesuai ketentuan BANI.


B. PROSES PENYAMPAIAN SURAT TUNTUTAN
Segera setelah arbiter atau majelis arbitrase terbentuk, maka arbiter harus segera memberitahukan kepada para pihak akan kewajiban untuk memasukan surat permohonan, yang berisikan tuntutannya kepada (majelis) arbitrase tersebut. Menurut pasal 38 ayat (1) UU No. 30 tahun 1999, dalam jangka waktu yang ditentukan oleh arbiter atau majelis arbitrase, pemohon harus menyampaikan surat tuntutannya kepada arbiter atau majelis arbitrase.
Surat tuntutan yang diajukan tersebut harus memuat sekurang-kurangnya (pasal 38 ayat (2) UU No. 30 tahun 1999 :
1. Nama lengkap dan tempat tinggal atau tempat kedudukan para pihak
2. Uraian singkat tentang sengketa disertai dengan lampiran bukti-bukti, salinan perjanjian arbitrase harus juga diajukan sebagai lampiran (penjelasan pasal 38 ayat (2) huruf b UU No. 30 tahun 1999)
3. Isi tuntutan yang jelas. Isi tuntutan harus jelas dan apabila isi tuntutan berupa uang, harus disebutkan jumplahnya yang pasti (penjelasan pasal 38 ayat (2) huruf c UU No. 30 tahun 1999) .
Segera setelah menerima surat tuntutan dari pemohon, arbiter atau ketua majelis arbitrase akan menyampaikan satu salinan tuntutan tersebut kepada termohon. Penyampaian surat yang berisikan tuntutan tersebut wajib disertai perintah bahwa termohon atau kuasanya untuk hadir dalam siding arbitrase dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya salinan tuntutan tersebut oleh termohon (pasal 39 UU No. 39 tahun 1999).
Segera setelah diterimanya jawaban dari termohon atas perintah arbiter atau ketua majelis arbitrase, salinan jawaban tersebut diserahkan kepada termohon (pasal 40 ayat (1) UU No. 39 tahun 1999), bersama dengan itu, arbiter atau ketua majelis arbitrase memerintahkan agar para pihak atau kuasa mereka menghadap di muka sidang arbitrase yang ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari terhitung mulai hari dikeluarkannya perintah itu (pasal 40 ayat (2) UU No. 39 tahun 1999). Dalam hal termohon setelah lewat 14 (empat belas) hari sebagaimana hal yang disebut diatas tidak menyampaikan jawabannya, termohon akan dipanggil dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (2) UU No. 39 tahun 1999.
Manurut pasal 42 UU No. 39 tahun 1999, dalam jawabannya atau selambat-lambatnya pada siding pertama termohon dapat mengajukan tuntutan balasan dan terhadap tuntutan balasan tersebut pemohon diberi kesempatan untuk menanggapi. Tuntutan balasan ini, diperiksa dan diputus oleh arbiter atau majelis arbitrase bersama-sama dengan pokok sengketa.
Apabila pada hari yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (2) UU No. 30 tahun 1999 pemohon tanpa suatu alasan yang sah tidak datang menghadap , sedangakan telah dipanggil secara patut, surat tuntutannya dinyatakan gugur arbiter atau majelis arbitrase dianggap selesai ( pasal 43 UU No. 30 tahun 1999).

B. PROSES JALANNYA PEMERIKSAAN ARBITRASE
Seperti halnya jalannya proses persidangan dalam pranata peradilan, jalannya proses pemeriksaan sengketa dalam pranata arbitrase ini juga diawali dengan pemasukan surat permohonan oleh pemohon, yang selanjutnya diikuti dengan proses penjawaban surat permohonan tersebut oleh pihak termohon, sebagai bagian dari “hak” para pihak untuk di dengar selama proses pemeriksaan berlangsung. Baiklah berikut di bawah ini akan dijabarkan satu persatu kegiatan proses pemeriksaan dalam pranata arbitrase hingga dikeluarkannya suatu putusan oleh para (arbiter) yang memeriksa sengketa atau perselisihan tersebut :
1. Pemasukan Surat Permohonan
(duraikan diatas dalam proses penyampaian surat tuntutan)
2. Jawaban Atas Surat Permohonan
(duraikan diatas dalam proses penyampaian surat tuntutan)
3. Kehadiran para pihak dalam sidang arbitrase
(duraikan diatas dalam proses penyampaian surat tuntutan)
4. Perdamian
Menurut pasal 45 Undang-undang No. 30 tahun 1999 menentukan bahwa jika para pihak datang menghadap pada hari yang telah ditetapkan, maka arbiter atau majelis arbitrase harus terlebih dahulu mengusahakan perdamian antara para pihak yang bersengketa. Jika tercapai perdamian di antara para pihak maka arbiter atau majelis se arbitrase membuat suatau akta perdamaian yang final dan mengikat pada pihak dan memerintahkan para pihak untuk memenuhi ketentuan perdamaian tersebut.
5. Pemeriksaan Pokok Sengketa
Selanjutnya jika perdamian tidak dapat dicapai oleh kedua belah pihak, maka arbiter atau majelis arbitrase melanjutkan pemeriksaan terhadap pokok sengketa. Dalam proses pemeriksaan terhadap pokok sengketa tersebut, para pihak diberi kesempatan yang terakhir kali untuk menjelaskan secara tertulis pendirian masing-masing, serta untuk mengajukan bukti-bukti yang dianggap perlu untuk menguatakan pendiriannya dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh arbiter atau majelis arbitrase. Arbiter atau majelis arbitrase berhak meminta kepada para pihak untuk mengjukan penjelasan tambahan secara tertulis, dokumen atau bukti lainnya yang dianggap perlu dalam jangka waktu yang ditentukan oleh arbiter atau majelis arbitrase (pasal 46 UU No. 30 tahun 1999).
6. Pencabutan Surat Permohonan
Sebagai suatu proses “kegiatan hukum” yang tunduk pada lingkup Hukum Privat atau Hukum Perdata, maka pada dasarnya sebelum ada jawaban dari termohon, pemohon dapat setiap saat ,mencabut surat permohonan untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, termasuk untuk melakukan perubahan, penambahan maupun pengurangan terhadap terhadap isi tuntutan. Sedangkan jika sudah ada jawaban dari termohon, perubahan atau penambahan surat tuntutan hanya diperbolehkan dengan persetujuan termohon dan sepanjang perubahan atau penambahan itu menyangkut hal-hal yang bersifat fakta saja dan tidak menyangkut dasar-dasar hukum yang menjadi dasar permohonan (pasal 47 UU No. 30 tahun 1999).
Pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling lama 180 hari sejak arbiter atau majelis arbitrase terbentuk. Dengan persetujuan para pihak dan apabila diperlukan sesuai dengan ketentuan pasal 33 UU No. 30 tahun 1999, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang (pasal 48 UU No. 30 tahun 1999).
7. Saksi dan saksi Ahli
Secara umum UU No. 30/1999 menyatakan bahwa pemeriksaan saksi dan saksi ahli dihadapan arbiter atau majelis arbitrase, diselenggarakan menurut ketentuan dalam hukum acara perdata (pasal 37 ayat (3)).
Dalam menurut ketentuan pasal 49 UU No.30/1999 tersebut, disebutkan bahwa arbiter atau majelis arbitrase, atas permintaan para pihak dapat memanggil satu orang atau lebih saksi atau saksi ahli, untuk didengar keterangannya. Biaya yang timbul sehubungan dengan pemanggilan dan perjalanan saksi atau saksi ahli tersebut dibebankan kepada pihak yang meminta. Sebelum memberikan keterangan, para saksi atau saksi ahli wajib mengucapkan sumpah.
Selanjutnya dalam ketentuan pasal 50 UU No. 30/1999 dikatakan bahwa arbiter atau majelis arbitrase dapat meminta bantuan seseorang atau lebih saksi ahli untuk memberikan keterangan tertulis mengenai suatu persolan khusus yang berhubungan dengan pokok sengketa.
Selanjutnya untuk memudahkan tugas dari saksi ahli, para pihak diwajibkan untuk memberikan segala keterangan yang diperlukan oleh saksi ahli. Arbiter atau majelis arbitrase kemudian meneruskan salinan keterangan saksi ahli tersebut kepada para pihak agar dapat ditanggapi secara tertulisoleh para piahak yang bersengketa. Jika terdapat hal yang kuarang jelas, atau permintaan para pihak yang berkepentingan, saksi ahli yang bersangkutan dapat di dengar keterangannya di muka sidang arbitrase dengan dihadiri oleh kuasanya (pasal 50 UU No. 30/1999).
Terhadap segala kegiatan dalam pemeriksaan dan sidang arbitrase tersebut di atasa dibuatklah berita acara pemeriksaan oleh sekretaris arbiter atau majelis arbitrase. Sekretaris ini akan berfungsi sebagaimana layaknya panitera pengadilan ( pasal 51 UU No.30/1999).

C. PUTUSAN ARBITRASE
Putusan arbitrase merupakan suatu putusan yang diberikan oleh arbitrase ad-hoc maupun lembaga arbitrase atas suatu perbedaan pendapat, perselisihan paham maupun persengketaan mengenai suatu pokok persoalan yang lahir dari suatu perjanjian dasar (yang memuat klausula aritrase) yang diajukan pada arbitrase ad-hoc, maupun lembaga arbitrase untuk diputusakan olehnya. Sebagai suatu pranata (hukum), arbitrase dapat mengambil berbagai macam bentuk yang disesuikan dengan kondisi dan keadaan yang dikehendaki oleh para pihak dalam perjanjian.

1. Penjatuhan Putusan Arbitrase
UU No. 30/1999 mewajibkan arbiter atau majelis arbitrase untuk segera menjatuhkan dan mengucapkan putusan arbitrase selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak selesainya pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau majelis arbitrase (pasal 57). Jika ternyata dalam putusan yang dijatuhkan tersebut terdapat “kesalahan” atau “kekeliruan” administrasi, yang bukan “substansi” dari putusan arbitrase, maka para pihak (yang berkepeningan), dalam jangka waktu 14 hari terhitung sejak putusan diucapkan diberikan hak untuk meminta dilakukannya “koreksi” atas putusan arbitrase tersebut. Permintaan untuk melakukan koreksi dapat diajukan secara langsung kepada arbiter atau majelis arbitrase yang menjatuhkan putusan tersebut (pasal 58 UU No. 30/1999).
2. Putusan Arbitrase Brsifat Akhir (final) dan Mengikat (binding)
Berbeda dengan putusan badan peradilan yang masih dapat diajukan banding dan kasasi, putusan arbitrase, baik yang diputuskan oleh arbitrase ad-hoc maupun lembaga arbitrase, adalah merupakan putusan pada tingkat akhir (final), dan karenanya secara langsung mangingat (binding) bagi para pihak.
3. Isi Suatu Putusan Arbitrase
Menurut ketentuan pasal 54 UU No.30/1999, suatu putusan arbitrase harus memuat:
a. Kepala putusan yang berbunyi “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;
b. Nama lengkap dan alamat para pihak;
c. Uraian singkat sengketa;
d. Pendirian para pihak;
e. Nama lengkap dan alamat ariter;
f. Pertimbangan dan kesimpulan arbiter atau majelis arbitrase mengenai keseluruhan sengketa;
g. Pendapat tiap-tiap arbiter dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam majelis arbitrase;
h. Amar putusan;
i. Tempat dan tanggal putusan; dan
j. Tanda tangan arbiter atau majelis arbitrase;serta
k. Suatu jangka waktu kapan putusan tersebut harus dilaksanakan.

Sabtu, 24 November 2012

PENUNTUTAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA




Hukum merupakan kumpulan kaidah-kaidah dan norma yang berlaku di masyarakat, yang keberadaannya sengaja dibuat oleh masyarakat dan diakui oleh masyarakat sebagai pedoman tingkah laku dalam kehidupannya. Tujuannya untuk menciptakan ketenteraman di masyarakat. Hukum sebagai instrumen dasar yang sangat penting dalam pembentukan suatu negara, berpengaruh dalam segala segi kehidupan masyarakat, karena hukum merupakan alat pengendalian sosial, agar tercipta suasana yang aman, tenteram dan damai. Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum, berarti harus mampu menjunjung tinggi hukum sebagai kekuasaan tertinggi di negeri ini, sebagaimana dimaksud konstitusi kita, Undang-Undang Dasar RI 1945.

Dalam hal penuntutan menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) ialah tindakan Penuntut Umum (PU) untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri (PN), yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam UU dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim dalam persidangan. Penuntutan ini di bagi menjadi dua yaitu prapenuntutan dan penuntutan, Ihwal prapenuntutan memang tidak diatur dalam Bab tersendiri tapi terdapat di dalam Bab tentang Penyidikan dan Bab Penuntutan (pasal 109 dan pasal 138 KUHAP). Keberadaan lembaga prapenuntutan bersifat mutlak karena tidak ada suatu perkara pidana pun sampai ke pengadilan tanpa melalui proses prapenuntutan sebab dalam hal penyidik telah melakukan penyelidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik wajib memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum.

Maka dalam hal ini akan di jabarkan hal-hal mengenai penuntutan dari prapenuntutan dan penuntutan beserta pejabat yang berwenang melakukan penuntutan, tugas dan wewenang jaksa penuntut umum (PU), menyusun surat dawaan, syarat surat dakwaan, macam-macam surat dakwaan (tunggal, kumulatif,alternatife, subsider) hingga melimpahkan berkas perkara ke pengadilan negeri (PN).


A.PRAPENUNTUTAN

Seperti yang dikemukakan di dalam pendahuluan bahwa ihwal prapenuntutan memang tidak diatur dalam Bab tersendiri tapi terdapat di dalam Bab tentang Penyidikan dan Bab Penuntutan (pasal 109 dan pasal 138 KUHAP). Keberadaan lembaga prapenuntutan bersifat mutlak karena tidak ada suatu perkara pidana pun sampai ke pengadilan tanpa melalui proses prapenuntutan sebab dalam hal penyidik telah melakukan penyelidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik wajib memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum.

Proses berlangsungnya prapenuntutan dilaksanakan baik oleh penyidik maupun penuntut umum sebagaimana ketentuan pasal 110 ayat (2) KUHAP juncto pasal 138 ayat (1), (2) KUHAP. Antara lain, sebagai berikut: Penuntut umum setelah menerima pelimpahan berkas perkara wajib memberitahukan lengkap tidaknya berkas perkara tersebut kepada penyidik. Bila hasil penelitian terhadap berkas perkara hasil penyidikan penyidik belum lengkap maka penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk paling lama 14 (empat belas) hari terhitung berkas perkara diterima Penuntut Umum. Penyidik yang tidak rnelaksanakan petunjuk untuk melengkapi berkas perkara maka proses kelengkapan berkas perkara tersebut menjadi bolak - balik.

Dalam sebuah pelaksanaan prapenuntutan, proses prapenuntutan selain dapat memacu terhindarinya rekayasa penyidikan juga dapat mempercepat penyelesaian penyidikan juga menghindari terjadinya arus bolak - balik perkara. Proses prapenuntutan selain dapat menghilangkan kewenangan penyidikan oleh penuntut umum dalam perkara tindak pidana umum juga dalam melakukan pemeriksaan tambahan bilamana penyidik Polri menyatakan telah melaksanakan petunjuk penuntut umum secara optimal namun penuntut umum tidak dapat melakukan penyidikan tambahan secara menyeluruh artinya penuntut umum hanya dapat melakukan pemeriksaan tambahan terhadap saksi - saksi tanpa dapat melakukan pemeriksaan terhadap tersangka.

Definisi dari Prapenuntutan itu sendiri adalah Pengembalian berkas perkara dari penuntut umum kepada penyidik karena penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata kurang lengkap disertai petunjuk untuk melengkapinya. Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu empat belas hari penuntut umum tidak mengembalikan berkas perkara.

Tingkat prapenuntutan, yaitu antara dimulainya Penuntutan dalam arti sempit (perkara dikirim ke pengadilan) dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik. Dalam melakukan penuntutan, Jaksa dapat melakukan prapenuntutan. Prapenuntutan adalah tindakan jaksa untuk memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan oleh penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk guna dilengkapi penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan.


B.PENUNTUTAN

1.Pengertian
Sebagaimana di ungkapkan pada pendahuluan bahwa penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum (PU) untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri (PN), yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam UU dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim dalam persidangan. Menurut pasal 137 KUHAP yang berwenang untuk melakukan penuntutan ialah penuntut umum (PU).

2.Tugas dan Wewenang Penuntut Umum (PU)
Di dalam pasal 13 KUHAP dinyatakan bahwa penuntut umum adalah Jaksa yang diberi wewenang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Selain itu, dalam Pasal 1 Undang-Undang Pokok Kejaksaan (UU No. 15 tahun 1961) menyatakan, kejaksaan RI selanjutnya disebut kejaksaan adalah alat Negara penegak hokum yang terutama bertugas sebagai Penuntut Umum. Menurut Pasal 14 KUHAP, Penuntut Umum mempunyai wewenang:
a.Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau pembantu penyidik;
b.Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan pasal 110 ayat 3 dan ayat 4 dengan memberi petunjukdalam rangka menyempurnakan penyidikan dan penyidik.
c.Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan lanjutan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;
d.Membuat surat dakwan;
e.Melimpahkan perkara kepengadilan;
f.Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk dating pada sidang yang telah ditentukan;
g.Melakukan penuntutan;
h.Menutup perkara demi kepentingan hokum;
i.Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut undang-undang;
j.Melaksanakan penetapan hakim.

Di dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan tindakan lain adalah antara lain meneliti identitas tersangka, barang bukti dengan memperhatikan secara tegas batas wewenang dan fungsi antara penyidik, penuntut umum dan pengadilan.
Setelah Penuntut Umum hasil penyidikan dari penyidik, ia segera mempelajarinya dan menelitinya dan dalam waktu 7 hari wajib memberitahuakan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum. Dalam hal hasil penyidikan ini ternyata belum lengkap, penuntut umum mengebalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk melengkapi dan dalam waktu 14 hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik sudah harus menyampaikan kembali berkas yang perkara kepada penuntut umum (pasal 138 KUHAP).
Setelah Penuntut Umum menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak diadakan penuntutan.

3.Surat Dakwaan
•Pengertian dan Syarat
Surat Dakwaan adalah sebuah akta yang dibuat oleh penuntut umum yang berisi perumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa berdasarkan kesimpulan dari hasil penyidikan. Surat dakwaan merupakan senjata yang hanya bisa digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum berdasarkan atas asas oportunitas yang memberikan hak kepada jaksa penuntut umum sebagai wakil dari negara untuk melakukan penuntutan kepada terdakwa pelaku tindak pidana. Demi keabsahannya, maka surat dakwaan harus dibuat dengan sebaik-baiknya sehingga memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a.Syarat Formil
Diantara syarat formil yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :
1)Diberi tanggal dan ditanda tangani oleh Penuntut Umum;
2)Berisi identitas terdakwa/para terdakwa, meliputi nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa (Pasal 143 ayat 2 huruf a KUHAP). Identitas tersebut dimaksudkan agar orang yang didakwa dan diperiksa di depan sidang pengadilan adalah benar-benar terdakwa yang sebenarnya dan bukan orang lain. Apabila syarat formil ini tidak seluruhnya dipenuhi dapat dibatalkanoleh hakim (vernietigbaar) dan bukan batal demi hukum karena dinilai tidak jelas terhadap siapa dakwaan tersebut ditujukan.

b.Syarat Materiil
a)Menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana dilakukan
Dalam menyusun surat dakwaan, Penguraian unsur mengenai waktu tindak pidana dilakukan adalah sangat penting karena hal ini berkaitan dengan hal-hal mengenai azas legalitas, penentuan recidive, alibi, kadaluarsa, kepastian umur terdakwa atau korban, serta hal-hal yang memberatkan terdakwa. Begitu juga halnya dengan penguraian tentang tempat terjadinya tindak pidana dikarenakan berkaitan dengan kompetensi relatif pengadilan, ruang lingkup berlakunya UU tindak pidana serta unsur yang disyaratkan dalam tindak pidana tertentu misalnya “di muka umum, di dalam pekarangan tertutup) dan lain-lain.
b)Memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan.
Uraian Harus Cermat
Dalam penyusunan surat dakwaan, penuntut umum harus bersikap cermat/ teliti terutama yang berkaitan dengan penerapan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar tidak terjadi kekurangan dan atau kekeliruan yang mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau unsur-unsur dalam dakwaan tidak berhasil dibuktikan.
Uraian Harus Jelas
Jelas adalah penuntut umum harus mampu merumuskan unsur-unsur tindak pidana/ delik yang didakwakan secara jelas dalam arti rumusan unsur-unsur delik harus dapat dipadukan dan dijelaskan dalam bentuk uraian fakta perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Dengan kata lain uraian unsur-unsur delik yang dirumuskan dalam pasal yang didakwakan harus dapat dijelaskan/ digambarkan dalam bentuk fakta perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Sehingga dalam uraian unsur-unsur dakwaan dapat diketahui secara jelas apakah terdakwa dalam melakukan tindak pidana yang didakwakan tersebut sebagai Pelaku (dader/pleger), pelaku peserta (mede dader/pleger), penggerak (uitlokker), penyuruh (doen pleger) atau hanya sebagai pembantu (medeplichting). Apakah unsur yang diuraikan tersebut sebagai tindak pidana penipuan atau penggelapan atau pencurian dan sebagainya. Dengan perumusan unsur tindak pidana secara jelas dapat dicegah terjadinya kekaburan dalam surat dakwaan (obscuur libel). Pendek kata, jelas berarti harus menyebutkan :
a.Unsur tindak pidana yang dilakukan;
b.fakta dari perbuatan materiil yang mendukung setiap unsur delik;
c.cara perbuatn materiil dilakukan.
Uraian Harus Lengkap
Lengkap adalah bahwa dalam menyusun surat dakwaan harus diuraikan unsur-unsur tindak pidana yang dirumuskan dalam UU secara lengkap dalam arti tidak boleh ada yang tercecer/ tertinggal tidak tercantum dalam surat dakwaan. Surat dakwaan harus dibuat sedemikian rupa dimana semua harus diuraikan, baik unsur tindak pidana yang didakwakan, perbuatan materiil, waktu dan tempat dimana tindak pidana dilakukan sehingga tidak satupun yang diperlukan dalam rangka usaha pembuktian di dalam sidang pengadilan yang ketinggalan.
Sebelum membuat Surat Dakwaan yang perlu diperhatikan tindak pidana yang akan diajukan ke muka sidang pengadilan ialah pasal yang mengatur tindak pidana tersebut. Apabila penuntut sudah yakin atas tindak pidana yang akan didakwakan melanggar pasal terntu dalam KUHP, lalu yang perlu dilakukan oleh Penuntut Umum adalah membuat matriks tindak pidana tersebut. Matriks adalah kerangka dasar sebagai sarana mempermudah dalam pembuatan Surat Dakwaan. Matriks disusun sesuai dengan isi dan maksud pasal 143 KUHAP, karena Surat Dakwaan terancam batal apabila tidak memenuhi pasal 143 ayat (2) a dan b KUHAP.

•Proses Penyusunan Surat Dakwaan

A.Voeging
Voeging adalah penggabungan berkas perkara dalam melakukan penuntutan dan dapat dilakukan jika (pasal 141 KUHAP) :
a.Beberapa tindak pidana
b.Beberapa tindak pidana yang dilakukan satu orang atau lebih
c.Belum diperiksa dan akan diperiksa bersama
B.Splitsing
Selain pengganbungan perara PU juga mempunyai ha untuk melakukan penuntutan dengan jalan memisahan perkara (pasal 142 KUHAP). Splitsing dilakukan dengan membuat berkas perkara baru dimana para tersangka saling menjadi saksi. Hal ini dilakukan untuk memperkuat dakwaan PU.


•Macam-Macam Surat Dakwaan
1.Dakwaan Tunggal
Dakwaannya hanya satu/tunggal dan tindak pidana yang digunakan apabila berdasarkan hasil penelitian terhadap materi perkara hanya satu tindak pidana saja yang dapat didakwakan. Dalam dakwaan ini, terdakwa hanya dikenai satu perbuatan saja, tanpa diikuti dengan dakwaan-dakwaan lain. Dalam menyusun surat dakwaan tersebut tidak terdapat kemungkinan-kemungkinan alternatif, atau kemungkinan untuk merumuskan tindak pidana lain sebagai penggantinya, maupun kemungkinan untuk mengkumulasikan atau mengkombinasikan tindak pidana dalam surat dakwaan. Penyusunan surat dakwaan ini dapat dikatakan sederhana, yaitu sederhana dalam perumusannya dan sederhana pula dalam pembuktian dan penerapan hukumnya.
2.Dakwaan Alternatif
Dalam bentuk dakwaan demikian, maka dakwaan tersusun dari beberapa tindak pidana yang didakwakan antara tindak pidana yang satu dengan tindak pidana yang lain bersifat saling mengecualikan. Dalam dakwaan ini, terdakwa secara faktual didakwakan lebih dari satu tindak pidana, tetapi pada hakikatnya ia hanya didakwa satu tindak pidana saja. Biasanya dalam penulisannya menggunakan kata “atau”. Dasar pertimbangan penggunaan dakwaan alternatif adalah karena penuntut umum belum yakin benar tentang kualifikasi atau pasal yang tepat untuk diterapkan pada tindak pidana tersebut, maka untuk memperkecil peluang lolosnya terdakwa dari dakwaan digunakanlah bentuk dakwaan alternatif. Biasanya dakwaan demikian, dipergunakan dalam hal antara kualifikasi tindak pidana yang satu dengan kualifikasi tindak pidana yang lain menunjukkan corak/ciri yang sama atau hampir bersamaan, misalnya:pencurian atau penadahan, penipuan atau penggelapan, pembunuhan atau penganiayaan yang mengakibatkan mati dan sebagainya. Jaksa menggunakan kata sambung “atau”.
3.Dakwaan Subsidiair
Bentuk dakwaan ini dipergunakan apabila suatu akibat yang ditimbulkan oleh suatu tindak pidana menyentuh atau menyinggung beberapa ketentuan pidana. Keadaan demikian dapat menimbulkan keraguan pada penunutut umum, baik mengenai kualifikasi tindak pidananya maupun mengenai pasal yang dilanggarnya. Dalam dakwaan ini, terdakwa didakwakan satu tindak pidana saja. Oleh karena itu, penuntut umum memilih untuk menyusun dakwaan yang berbentuk subsider, dimana tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok terberat ditempatkan pada lapisan atas dan tindak pidana yang diancam dengan pidana yang lebih ringan ditempatkan di bawahnya. Konsekuensi pembuktiannya, jika satu dakwaan telah terbukti, maka dakwaan selebihnya tidak perlu dibuktikan lagi. Biasanya menggunakan istilah primer, subsidiair dan seterusnya. Meskipun dalam dakwaan tersebut terdapat beberapa tindak pidana, tetapi yang dibuktikan hanya salah satu saja dari tindak pidana yang didakwakan itu.
4.Dakwaan Kumulatif
Bentuk dakwaan ini dipergunakan dalam hal menghadapi seorang yang melakukan beberapa tindak pidana atau beberapa orang yang melakukan satu tindak pidana. Dalam dakwaan ini, terdakwa didakwakan beberapa tindak pidana sekaligus. Biasanya dakwaan akan disusun menjadi dakwaan satu, dakwaan dua dan seterusnya. Jadi, dakwaan ini dipergunakan dalam hal terjadinya kumulasi, baik kumulasi perbuatan maupun kumulasi pelakunya. Jaksa menerapkan dua pasal sekaligus dengan menerapkan kata sambung “dan”.
5.Dakwaan Campuran/Kombinasi
Bentuk dakwaan ini merupakan gabungan antara bentuk kumulatif dengan dakwaan alternatif ataupun dakwaan subsidiair. Ada dua perbuatan, jaksa ragu-ragu mengenai perbuatan tersebut dilakukan. Biasanya dakwaan ini digunakan dalam perkara narkotika.

4.Pelimpahan Perkara ke Pengadilan Negeri
Pelimpahan perara ke pengadilan diatur dalam pasal 143 UU no.8 th 1981 tentang hukum acara pidana yang berbunyi sebagai berikut :
1)Penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan agar segera mengadii perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan.
4)Turunan surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan kepada tersangka atau kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik, pada saat yang bersamaan. dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan negeri.








Contoh Surat Kuasa Cerai



SURAT KUASA

Yang bertandatangan dibawah ini :
Nama : Anggun Cicasmi
Unmur : 30 tahun
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. ABC No 39 Lawean, Suarakarta

Dengan ini memberikan kuasa dan memilih tempat kediaman hukum :
Nama : Agustin Dwi Ria Mahardika.,SH
Umur : 25 tahun
Pekerjaan : Advocat-penasehat hukum yang berkedudukan di Jl. Ronggowarsito No.2, Serengan, Surakarta
Alamat : Jl. Mankudewa No.90 Serengan, Surakarta

KHUSUS
Untuk menjadi kuasa hukum kami/mendampingi dalam perkara : cerai gugat antara Anggun Cicasmi dengan Ali Topan yang disebabkan tidak adanya keharmonisan antara kedua belah pihak.

Untuk itu pemegang surat kuasa ini, kami berikan kewenangan untuk /mendampingi dalam:
1. Melakukan upaya perdamaian atas persetujuan pemberi kuasa.
2. Mengajukan gugatan pada pejabat Pengadilan Agama Surakarta
3. Menghadap dan berbicara didepan majelis hakim Pengadilan Agama Surakarta;
4. Membuat surat- surat dan menandatangani surat-surat itu;
5. Mengajukan permohonan yang baik dan berguna bagi pemberi kuasa;
6. Membacakan berkas perkara;
7. Mengajukan alat-alat bukti sehubungan dengan perkara tersebut;

Pada pokoknya pemegang surat kuasa ini diberikan kewenangan untuk mendampingi/menangani segala sesuatu yang baik dan berguna bagi pemberi kuasa sehubungan dengan perkara tersebut serta diperbolehkan menurut hukum acara.



Surakarta, 4 Oktober 2012
Yang menerima kuasa Yang memberi kuasa

Agustin Dwi Ria Mahardika.,SH Anggun Cicasmi


Contoh Surat Gugatan Cerai dengan Kuasa



Hal : Gugatan Cerai
Lampiran : 1 (surat kuasa)

Kepada Yth:
Ketua Pengadilan Agama Surakrta
Di
Surakarta

Dengan hormat,
Bersama ini, saya Agustin Dwi Ria Mahardika.,SH, umur 25 tahun, pekerjaan advokad yang berkedudukan di Jalan Ronggowasito No.2, Serengan, Surakarta dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama :

Anggun Cisasmi, agama Islam, umur 30 tahun, pekerjaan swasta, beralamat di Jl. ABC No 39 Lawean, Suarakarta, selanjutnya akan disebut sebagai PENGGUGAT
Dengan ini penggugat hendak mengajukan gugatan perceraian terhadap :

Ali Topan, agama Islam, umur 35 tahun, pekerjaan swasta, berlamat di Jl. Mukti Timur No 13, Serengan, Surakarta yang untuk selanjutnya akan disebut sebagai TERGUGAT
Adapun yang menjadi dasar-dasar dan alasan diajukannya gugatan perceraian adalah sebagai berikut:

(posita)
1.Pada 5 Januari 2005, Penggugat dan Tergugat telah melangsungkan perkawinan dan tercatat di Kantor Urusan Agama Surakarta dengan Akta Perkawinan dengan No. 511/161/2005/PA.SKA tertanggal 5 Januari 2005
2.Selama melangsungkan perkawinan Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai 2 orang anak yaitu: Nugroho Mukti, laki-laki, lahir di Surakarta, tanggal 25 Desember 2007 dengan Akta Kelahiran No. 567/133/2007/SKA tertanggal 25 Desember 2007 dan Sari Mukti, perempuan, lahir di Surakarta, tanggal 3 Maret 2010 dengan Akta Kelahiran No. 981/131/SKA tertanggal 3 Maret 2010
3.Sejak awal perkawinan berlangsung, Tergugat telah memiliki kebiasaan dan sifat yang baru diketahui oleh Penggugat saat perkawinan berlangsung yaitu mabuk, kasar, sering memukul serta selalu pulang larut tanpa alasan yang jelas
4.Tergugat bekerja sebagai kepala gudang PT. Mekar Sari dengan penghasilan per-bulan Rp 4,000,000,00. Meski Tergugat bekerja, namun sebagian besar penghasilannya dipergunakan tidak untuk kepentingan dan nafkah anak dan istrinya
5.Apabila Penggugat memberikan nasehat, Tergugat bukannya tersadar serta mengubah kebiasaan buruknya namun melakukan pemukulan terhadap Penggugat di depan anak-anak Penggugat/Tergugat yang masih kecil-kecil
6.Kebiasaan kasar Tergugat makin menjadi setelah kelahiran anak kedua dari Penggugat/Tergugat
7.Tergugat juga tidak pernah mendengarkan dan membicarakan masalah ini secara baik dengan Penggugat yang akhirnya mendorong Penggugat untuk membicarakan masalah ini dengan keluarga Tergugat untuk penyelesaian terbaik dan pihak keluarga Tergugat selalu menasehati yang nampaknya tidak pernah berhasil dan Tergugat tetap tidak mau berubah
8.Sikap dari Tergugat tersebut yang menjadikan Penggugat tidak ingin lagi untuk melanjutkan perkawinan dengan Tergugat
9.Lembaga perkawinan yang sebenarnya adalah tempat bagi Penggugat dan Tergugat saling menghargai, menyayangi, dan saling membantu serta mendidik satu sama lain tidak lagi didapatkan oleh Penggugat. Rumah tangga yang dibina selama ini juga tidak akan menanamkan budi pekerti yang baik bagi anak-anak Penggugat/Tergugat

(petitum)
Berdasarkan uraian diatas, Penggugat memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini untuk memutuskan :
1.Menerima gugatan penggugat
2.Mengabulkan gugatan penggugat untuk keseluruhan
3.Menyatakan putusnya ikatan perkawinan antara Penggugat dan Tergugat sebagaimana dalam Akta Perkawinan No. 511/161/2005/PA.SKA yang tercatat di Kantor Urusan Agama Surakarta
4.Menyatakan hak asuh dan pemeliharaan anak berada dalam kekuasaan penggugat
5.Menghukum Tergugat untuk memberikan uang iddah, nafkah anak sebesar Rp. 2.000.000,00 / bulan
6.Membebankan seluruh biaya perkara kepada Tergugat.

Apabila Majelis Hakim berkehendak lain, Penggugat mohon putusan yang seadil-adilnya
Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih.

Surakarta, 5 Oktober 2012
Hormat saya,
Kuasa Hukum Penggugat

Agustin Dwi Ria Mahardika.,SH