Sabtu, 24 November 2012

PENUNTUTAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA




Hukum merupakan kumpulan kaidah-kaidah dan norma yang berlaku di masyarakat, yang keberadaannya sengaja dibuat oleh masyarakat dan diakui oleh masyarakat sebagai pedoman tingkah laku dalam kehidupannya. Tujuannya untuk menciptakan ketenteraman di masyarakat. Hukum sebagai instrumen dasar yang sangat penting dalam pembentukan suatu negara, berpengaruh dalam segala segi kehidupan masyarakat, karena hukum merupakan alat pengendalian sosial, agar tercipta suasana yang aman, tenteram dan damai. Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum, berarti harus mampu menjunjung tinggi hukum sebagai kekuasaan tertinggi di negeri ini, sebagaimana dimaksud konstitusi kita, Undang-Undang Dasar RI 1945.

Dalam hal penuntutan menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) ialah tindakan Penuntut Umum (PU) untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri (PN), yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam UU dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim dalam persidangan. Penuntutan ini di bagi menjadi dua yaitu prapenuntutan dan penuntutan, Ihwal prapenuntutan memang tidak diatur dalam Bab tersendiri tapi terdapat di dalam Bab tentang Penyidikan dan Bab Penuntutan (pasal 109 dan pasal 138 KUHAP). Keberadaan lembaga prapenuntutan bersifat mutlak karena tidak ada suatu perkara pidana pun sampai ke pengadilan tanpa melalui proses prapenuntutan sebab dalam hal penyidik telah melakukan penyelidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik wajib memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum.

Maka dalam hal ini akan di jabarkan hal-hal mengenai penuntutan dari prapenuntutan dan penuntutan beserta pejabat yang berwenang melakukan penuntutan, tugas dan wewenang jaksa penuntut umum (PU), menyusun surat dawaan, syarat surat dakwaan, macam-macam surat dakwaan (tunggal, kumulatif,alternatife, subsider) hingga melimpahkan berkas perkara ke pengadilan negeri (PN).


A.PRAPENUNTUTAN

Seperti yang dikemukakan di dalam pendahuluan bahwa ihwal prapenuntutan memang tidak diatur dalam Bab tersendiri tapi terdapat di dalam Bab tentang Penyidikan dan Bab Penuntutan (pasal 109 dan pasal 138 KUHAP). Keberadaan lembaga prapenuntutan bersifat mutlak karena tidak ada suatu perkara pidana pun sampai ke pengadilan tanpa melalui proses prapenuntutan sebab dalam hal penyidik telah melakukan penyelidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik wajib memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum.

Proses berlangsungnya prapenuntutan dilaksanakan baik oleh penyidik maupun penuntut umum sebagaimana ketentuan pasal 110 ayat (2) KUHAP juncto pasal 138 ayat (1), (2) KUHAP. Antara lain, sebagai berikut: Penuntut umum setelah menerima pelimpahan berkas perkara wajib memberitahukan lengkap tidaknya berkas perkara tersebut kepada penyidik. Bila hasil penelitian terhadap berkas perkara hasil penyidikan penyidik belum lengkap maka penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk paling lama 14 (empat belas) hari terhitung berkas perkara diterima Penuntut Umum. Penyidik yang tidak rnelaksanakan petunjuk untuk melengkapi berkas perkara maka proses kelengkapan berkas perkara tersebut menjadi bolak - balik.

Dalam sebuah pelaksanaan prapenuntutan, proses prapenuntutan selain dapat memacu terhindarinya rekayasa penyidikan juga dapat mempercepat penyelesaian penyidikan juga menghindari terjadinya arus bolak - balik perkara. Proses prapenuntutan selain dapat menghilangkan kewenangan penyidikan oleh penuntut umum dalam perkara tindak pidana umum juga dalam melakukan pemeriksaan tambahan bilamana penyidik Polri menyatakan telah melaksanakan petunjuk penuntut umum secara optimal namun penuntut umum tidak dapat melakukan penyidikan tambahan secara menyeluruh artinya penuntut umum hanya dapat melakukan pemeriksaan tambahan terhadap saksi - saksi tanpa dapat melakukan pemeriksaan terhadap tersangka.

Definisi dari Prapenuntutan itu sendiri adalah Pengembalian berkas perkara dari penuntut umum kepada penyidik karena penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata kurang lengkap disertai petunjuk untuk melengkapinya. Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu empat belas hari penuntut umum tidak mengembalikan berkas perkara.

Tingkat prapenuntutan, yaitu antara dimulainya Penuntutan dalam arti sempit (perkara dikirim ke pengadilan) dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik. Dalam melakukan penuntutan, Jaksa dapat melakukan prapenuntutan. Prapenuntutan adalah tindakan jaksa untuk memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan oleh penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk guna dilengkapi penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan.


B.PENUNTUTAN

1.Pengertian
Sebagaimana di ungkapkan pada pendahuluan bahwa penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum (PU) untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri (PN), yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam UU dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim dalam persidangan. Menurut pasal 137 KUHAP yang berwenang untuk melakukan penuntutan ialah penuntut umum (PU).

2.Tugas dan Wewenang Penuntut Umum (PU)
Di dalam pasal 13 KUHAP dinyatakan bahwa penuntut umum adalah Jaksa yang diberi wewenang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Selain itu, dalam Pasal 1 Undang-Undang Pokok Kejaksaan (UU No. 15 tahun 1961) menyatakan, kejaksaan RI selanjutnya disebut kejaksaan adalah alat Negara penegak hokum yang terutama bertugas sebagai Penuntut Umum. Menurut Pasal 14 KUHAP, Penuntut Umum mempunyai wewenang:
a.Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau pembantu penyidik;
b.Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan pasal 110 ayat 3 dan ayat 4 dengan memberi petunjukdalam rangka menyempurnakan penyidikan dan penyidik.
c.Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan lanjutan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;
d.Membuat surat dakwan;
e.Melimpahkan perkara kepengadilan;
f.Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk dating pada sidang yang telah ditentukan;
g.Melakukan penuntutan;
h.Menutup perkara demi kepentingan hokum;
i.Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut undang-undang;
j.Melaksanakan penetapan hakim.

Di dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan tindakan lain adalah antara lain meneliti identitas tersangka, barang bukti dengan memperhatikan secara tegas batas wewenang dan fungsi antara penyidik, penuntut umum dan pengadilan.
Setelah Penuntut Umum hasil penyidikan dari penyidik, ia segera mempelajarinya dan menelitinya dan dalam waktu 7 hari wajib memberitahuakan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum. Dalam hal hasil penyidikan ini ternyata belum lengkap, penuntut umum mengebalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk melengkapi dan dalam waktu 14 hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik sudah harus menyampaikan kembali berkas yang perkara kepada penuntut umum (pasal 138 KUHAP).
Setelah Penuntut Umum menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak diadakan penuntutan.

3.Surat Dakwaan
•Pengertian dan Syarat
Surat Dakwaan adalah sebuah akta yang dibuat oleh penuntut umum yang berisi perumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa berdasarkan kesimpulan dari hasil penyidikan. Surat dakwaan merupakan senjata yang hanya bisa digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum berdasarkan atas asas oportunitas yang memberikan hak kepada jaksa penuntut umum sebagai wakil dari negara untuk melakukan penuntutan kepada terdakwa pelaku tindak pidana. Demi keabsahannya, maka surat dakwaan harus dibuat dengan sebaik-baiknya sehingga memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a.Syarat Formil
Diantara syarat formil yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :
1)Diberi tanggal dan ditanda tangani oleh Penuntut Umum;
2)Berisi identitas terdakwa/para terdakwa, meliputi nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa (Pasal 143 ayat 2 huruf a KUHAP). Identitas tersebut dimaksudkan agar orang yang didakwa dan diperiksa di depan sidang pengadilan adalah benar-benar terdakwa yang sebenarnya dan bukan orang lain. Apabila syarat formil ini tidak seluruhnya dipenuhi dapat dibatalkanoleh hakim (vernietigbaar) dan bukan batal demi hukum karena dinilai tidak jelas terhadap siapa dakwaan tersebut ditujukan.

b.Syarat Materiil
a)Menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana dilakukan
Dalam menyusun surat dakwaan, Penguraian unsur mengenai waktu tindak pidana dilakukan adalah sangat penting karena hal ini berkaitan dengan hal-hal mengenai azas legalitas, penentuan recidive, alibi, kadaluarsa, kepastian umur terdakwa atau korban, serta hal-hal yang memberatkan terdakwa. Begitu juga halnya dengan penguraian tentang tempat terjadinya tindak pidana dikarenakan berkaitan dengan kompetensi relatif pengadilan, ruang lingkup berlakunya UU tindak pidana serta unsur yang disyaratkan dalam tindak pidana tertentu misalnya “di muka umum, di dalam pekarangan tertutup) dan lain-lain.
b)Memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan.
Uraian Harus Cermat
Dalam penyusunan surat dakwaan, penuntut umum harus bersikap cermat/ teliti terutama yang berkaitan dengan penerapan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar tidak terjadi kekurangan dan atau kekeliruan yang mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau unsur-unsur dalam dakwaan tidak berhasil dibuktikan.
Uraian Harus Jelas
Jelas adalah penuntut umum harus mampu merumuskan unsur-unsur tindak pidana/ delik yang didakwakan secara jelas dalam arti rumusan unsur-unsur delik harus dapat dipadukan dan dijelaskan dalam bentuk uraian fakta perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Dengan kata lain uraian unsur-unsur delik yang dirumuskan dalam pasal yang didakwakan harus dapat dijelaskan/ digambarkan dalam bentuk fakta perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Sehingga dalam uraian unsur-unsur dakwaan dapat diketahui secara jelas apakah terdakwa dalam melakukan tindak pidana yang didakwakan tersebut sebagai Pelaku (dader/pleger), pelaku peserta (mede dader/pleger), penggerak (uitlokker), penyuruh (doen pleger) atau hanya sebagai pembantu (medeplichting). Apakah unsur yang diuraikan tersebut sebagai tindak pidana penipuan atau penggelapan atau pencurian dan sebagainya. Dengan perumusan unsur tindak pidana secara jelas dapat dicegah terjadinya kekaburan dalam surat dakwaan (obscuur libel). Pendek kata, jelas berarti harus menyebutkan :
a.Unsur tindak pidana yang dilakukan;
b.fakta dari perbuatan materiil yang mendukung setiap unsur delik;
c.cara perbuatn materiil dilakukan.
Uraian Harus Lengkap
Lengkap adalah bahwa dalam menyusun surat dakwaan harus diuraikan unsur-unsur tindak pidana yang dirumuskan dalam UU secara lengkap dalam arti tidak boleh ada yang tercecer/ tertinggal tidak tercantum dalam surat dakwaan. Surat dakwaan harus dibuat sedemikian rupa dimana semua harus diuraikan, baik unsur tindak pidana yang didakwakan, perbuatan materiil, waktu dan tempat dimana tindak pidana dilakukan sehingga tidak satupun yang diperlukan dalam rangka usaha pembuktian di dalam sidang pengadilan yang ketinggalan.
Sebelum membuat Surat Dakwaan yang perlu diperhatikan tindak pidana yang akan diajukan ke muka sidang pengadilan ialah pasal yang mengatur tindak pidana tersebut. Apabila penuntut sudah yakin atas tindak pidana yang akan didakwakan melanggar pasal terntu dalam KUHP, lalu yang perlu dilakukan oleh Penuntut Umum adalah membuat matriks tindak pidana tersebut. Matriks adalah kerangka dasar sebagai sarana mempermudah dalam pembuatan Surat Dakwaan. Matriks disusun sesuai dengan isi dan maksud pasal 143 KUHAP, karena Surat Dakwaan terancam batal apabila tidak memenuhi pasal 143 ayat (2) a dan b KUHAP.

•Proses Penyusunan Surat Dakwaan

A.Voeging
Voeging adalah penggabungan berkas perkara dalam melakukan penuntutan dan dapat dilakukan jika (pasal 141 KUHAP) :
a.Beberapa tindak pidana
b.Beberapa tindak pidana yang dilakukan satu orang atau lebih
c.Belum diperiksa dan akan diperiksa bersama
B.Splitsing
Selain pengganbungan perara PU juga mempunyai ha untuk melakukan penuntutan dengan jalan memisahan perkara (pasal 142 KUHAP). Splitsing dilakukan dengan membuat berkas perkara baru dimana para tersangka saling menjadi saksi. Hal ini dilakukan untuk memperkuat dakwaan PU.


•Macam-Macam Surat Dakwaan
1.Dakwaan Tunggal
Dakwaannya hanya satu/tunggal dan tindak pidana yang digunakan apabila berdasarkan hasil penelitian terhadap materi perkara hanya satu tindak pidana saja yang dapat didakwakan. Dalam dakwaan ini, terdakwa hanya dikenai satu perbuatan saja, tanpa diikuti dengan dakwaan-dakwaan lain. Dalam menyusun surat dakwaan tersebut tidak terdapat kemungkinan-kemungkinan alternatif, atau kemungkinan untuk merumuskan tindak pidana lain sebagai penggantinya, maupun kemungkinan untuk mengkumulasikan atau mengkombinasikan tindak pidana dalam surat dakwaan. Penyusunan surat dakwaan ini dapat dikatakan sederhana, yaitu sederhana dalam perumusannya dan sederhana pula dalam pembuktian dan penerapan hukumnya.
2.Dakwaan Alternatif
Dalam bentuk dakwaan demikian, maka dakwaan tersusun dari beberapa tindak pidana yang didakwakan antara tindak pidana yang satu dengan tindak pidana yang lain bersifat saling mengecualikan. Dalam dakwaan ini, terdakwa secara faktual didakwakan lebih dari satu tindak pidana, tetapi pada hakikatnya ia hanya didakwa satu tindak pidana saja. Biasanya dalam penulisannya menggunakan kata “atau”. Dasar pertimbangan penggunaan dakwaan alternatif adalah karena penuntut umum belum yakin benar tentang kualifikasi atau pasal yang tepat untuk diterapkan pada tindak pidana tersebut, maka untuk memperkecil peluang lolosnya terdakwa dari dakwaan digunakanlah bentuk dakwaan alternatif. Biasanya dakwaan demikian, dipergunakan dalam hal antara kualifikasi tindak pidana yang satu dengan kualifikasi tindak pidana yang lain menunjukkan corak/ciri yang sama atau hampir bersamaan, misalnya:pencurian atau penadahan, penipuan atau penggelapan, pembunuhan atau penganiayaan yang mengakibatkan mati dan sebagainya. Jaksa menggunakan kata sambung “atau”.
3.Dakwaan Subsidiair
Bentuk dakwaan ini dipergunakan apabila suatu akibat yang ditimbulkan oleh suatu tindak pidana menyentuh atau menyinggung beberapa ketentuan pidana. Keadaan demikian dapat menimbulkan keraguan pada penunutut umum, baik mengenai kualifikasi tindak pidananya maupun mengenai pasal yang dilanggarnya. Dalam dakwaan ini, terdakwa didakwakan satu tindak pidana saja. Oleh karena itu, penuntut umum memilih untuk menyusun dakwaan yang berbentuk subsider, dimana tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok terberat ditempatkan pada lapisan atas dan tindak pidana yang diancam dengan pidana yang lebih ringan ditempatkan di bawahnya. Konsekuensi pembuktiannya, jika satu dakwaan telah terbukti, maka dakwaan selebihnya tidak perlu dibuktikan lagi. Biasanya menggunakan istilah primer, subsidiair dan seterusnya. Meskipun dalam dakwaan tersebut terdapat beberapa tindak pidana, tetapi yang dibuktikan hanya salah satu saja dari tindak pidana yang didakwakan itu.
4.Dakwaan Kumulatif
Bentuk dakwaan ini dipergunakan dalam hal menghadapi seorang yang melakukan beberapa tindak pidana atau beberapa orang yang melakukan satu tindak pidana. Dalam dakwaan ini, terdakwa didakwakan beberapa tindak pidana sekaligus. Biasanya dakwaan akan disusun menjadi dakwaan satu, dakwaan dua dan seterusnya. Jadi, dakwaan ini dipergunakan dalam hal terjadinya kumulasi, baik kumulasi perbuatan maupun kumulasi pelakunya. Jaksa menerapkan dua pasal sekaligus dengan menerapkan kata sambung “dan”.
5.Dakwaan Campuran/Kombinasi
Bentuk dakwaan ini merupakan gabungan antara bentuk kumulatif dengan dakwaan alternatif ataupun dakwaan subsidiair. Ada dua perbuatan, jaksa ragu-ragu mengenai perbuatan tersebut dilakukan. Biasanya dakwaan ini digunakan dalam perkara narkotika.

4.Pelimpahan Perkara ke Pengadilan Negeri
Pelimpahan perara ke pengadilan diatur dalam pasal 143 UU no.8 th 1981 tentang hukum acara pidana yang berbunyi sebagai berikut :
1)Penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan agar segera mengadii perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan.
4)Turunan surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan kepada tersangka atau kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik, pada saat yang bersamaan. dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan negeri.








Contoh Surat Kuasa Cerai



SURAT KUASA

Yang bertandatangan dibawah ini :
Nama : Anggun Cicasmi
Unmur : 30 tahun
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. ABC No 39 Lawean, Suarakarta

Dengan ini memberikan kuasa dan memilih tempat kediaman hukum :
Nama : Agustin Dwi Ria Mahardika.,SH
Umur : 25 tahun
Pekerjaan : Advocat-penasehat hukum yang berkedudukan di Jl. Ronggowarsito No.2, Serengan, Surakarta
Alamat : Jl. Mankudewa No.90 Serengan, Surakarta

KHUSUS
Untuk menjadi kuasa hukum kami/mendampingi dalam perkara : cerai gugat antara Anggun Cicasmi dengan Ali Topan yang disebabkan tidak adanya keharmonisan antara kedua belah pihak.

Untuk itu pemegang surat kuasa ini, kami berikan kewenangan untuk /mendampingi dalam:
1. Melakukan upaya perdamaian atas persetujuan pemberi kuasa.
2. Mengajukan gugatan pada pejabat Pengadilan Agama Surakarta
3. Menghadap dan berbicara didepan majelis hakim Pengadilan Agama Surakarta;
4. Membuat surat- surat dan menandatangani surat-surat itu;
5. Mengajukan permohonan yang baik dan berguna bagi pemberi kuasa;
6. Membacakan berkas perkara;
7. Mengajukan alat-alat bukti sehubungan dengan perkara tersebut;

Pada pokoknya pemegang surat kuasa ini diberikan kewenangan untuk mendampingi/menangani segala sesuatu yang baik dan berguna bagi pemberi kuasa sehubungan dengan perkara tersebut serta diperbolehkan menurut hukum acara.



Surakarta, 4 Oktober 2012
Yang menerima kuasa Yang memberi kuasa

Agustin Dwi Ria Mahardika.,SH Anggun Cicasmi


Contoh Surat Gugatan Cerai dengan Kuasa



Hal : Gugatan Cerai
Lampiran : 1 (surat kuasa)

Kepada Yth:
Ketua Pengadilan Agama Surakrta
Di
Surakarta

Dengan hormat,
Bersama ini, saya Agustin Dwi Ria Mahardika.,SH, umur 25 tahun, pekerjaan advokad yang berkedudukan di Jalan Ronggowasito No.2, Serengan, Surakarta dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama :

Anggun Cisasmi, agama Islam, umur 30 tahun, pekerjaan swasta, beralamat di Jl. ABC No 39 Lawean, Suarakarta, selanjutnya akan disebut sebagai PENGGUGAT
Dengan ini penggugat hendak mengajukan gugatan perceraian terhadap :

Ali Topan, agama Islam, umur 35 tahun, pekerjaan swasta, berlamat di Jl. Mukti Timur No 13, Serengan, Surakarta yang untuk selanjutnya akan disebut sebagai TERGUGAT
Adapun yang menjadi dasar-dasar dan alasan diajukannya gugatan perceraian adalah sebagai berikut:

(posita)
1.Pada 5 Januari 2005, Penggugat dan Tergugat telah melangsungkan perkawinan dan tercatat di Kantor Urusan Agama Surakarta dengan Akta Perkawinan dengan No. 511/161/2005/PA.SKA tertanggal 5 Januari 2005
2.Selama melangsungkan perkawinan Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai 2 orang anak yaitu: Nugroho Mukti, laki-laki, lahir di Surakarta, tanggal 25 Desember 2007 dengan Akta Kelahiran No. 567/133/2007/SKA tertanggal 25 Desember 2007 dan Sari Mukti, perempuan, lahir di Surakarta, tanggal 3 Maret 2010 dengan Akta Kelahiran No. 981/131/SKA tertanggal 3 Maret 2010
3.Sejak awal perkawinan berlangsung, Tergugat telah memiliki kebiasaan dan sifat yang baru diketahui oleh Penggugat saat perkawinan berlangsung yaitu mabuk, kasar, sering memukul serta selalu pulang larut tanpa alasan yang jelas
4.Tergugat bekerja sebagai kepala gudang PT. Mekar Sari dengan penghasilan per-bulan Rp 4,000,000,00. Meski Tergugat bekerja, namun sebagian besar penghasilannya dipergunakan tidak untuk kepentingan dan nafkah anak dan istrinya
5.Apabila Penggugat memberikan nasehat, Tergugat bukannya tersadar serta mengubah kebiasaan buruknya namun melakukan pemukulan terhadap Penggugat di depan anak-anak Penggugat/Tergugat yang masih kecil-kecil
6.Kebiasaan kasar Tergugat makin menjadi setelah kelahiran anak kedua dari Penggugat/Tergugat
7.Tergugat juga tidak pernah mendengarkan dan membicarakan masalah ini secara baik dengan Penggugat yang akhirnya mendorong Penggugat untuk membicarakan masalah ini dengan keluarga Tergugat untuk penyelesaian terbaik dan pihak keluarga Tergugat selalu menasehati yang nampaknya tidak pernah berhasil dan Tergugat tetap tidak mau berubah
8.Sikap dari Tergugat tersebut yang menjadikan Penggugat tidak ingin lagi untuk melanjutkan perkawinan dengan Tergugat
9.Lembaga perkawinan yang sebenarnya adalah tempat bagi Penggugat dan Tergugat saling menghargai, menyayangi, dan saling membantu serta mendidik satu sama lain tidak lagi didapatkan oleh Penggugat. Rumah tangga yang dibina selama ini juga tidak akan menanamkan budi pekerti yang baik bagi anak-anak Penggugat/Tergugat

(petitum)
Berdasarkan uraian diatas, Penggugat memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini untuk memutuskan :
1.Menerima gugatan penggugat
2.Mengabulkan gugatan penggugat untuk keseluruhan
3.Menyatakan putusnya ikatan perkawinan antara Penggugat dan Tergugat sebagaimana dalam Akta Perkawinan No. 511/161/2005/PA.SKA yang tercatat di Kantor Urusan Agama Surakarta
4.Menyatakan hak asuh dan pemeliharaan anak berada dalam kekuasaan penggugat
5.Menghukum Tergugat untuk memberikan uang iddah, nafkah anak sebesar Rp. 2.000.000,00 / bulan
6.Membebankan seluruh biaya perkara kepada Tergugat.

Apabila Majelis Hakim berkehendak lain, Penggugat mohon putusan yang seadil-adilnya
Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih.

Surakarta, 5 Oktober 2012
Hormat saya,
Kuasa Hukum Penggugat

Agustin Dwi Ria Mahardika.,SH