Rabu, 08 Juni 2011

“Sebuah Pertanyaan “

Bagaimana perlindungan untuk mreka?
By: Agustin Dwi Ria Mahardika


Setiap aku pulang kuliah sore aku selalu menjumpai orang itu. Ya aku tetap menyebutnya sebagai orang meskipun dalam hukum ia tidak diakui sebagai subyek hukum. Aku memperhatikannya, kadang ia berpakaian compang-camping, kurang tepat jika di sebut pakaian, mungkin lebih tepat disebut dengan kain-kain perca yang di balutkan ke tubuhnya. Ia laki-laki ya aku tahu dia laki-laki meskipun jalannya meliuk-liuk lemah gemulai seperti wanita. Kadang tubuhnya itu tak berbalut kain selembar-pun, ia biarkan kulit-kulitnya tersengat sinar matahari ataupun terguyur hujan. Biar ia tersengat sinar matahari dan terguyur hujan, biar ia telanjang bulat di depan umum toh tak ada orang akan peduli padanya. Apalagi dia tak akan merasakan apa yang di pikirkan orang kepadanya dan juga tak memikirkan panasnya terik matahari yang menyengatnya ataupun hujan yang mengguyurnya toh dia tak akan merasakan sakit karena kesakitan yang di deritanya terlalu berat sehingga membuatnya mati rasa.
Kadang aku menemuinya di pasar dekat rumah, aku memperhatikannya. Banyak orang yang meledeknya dan mengerjai dia, tak ada satu pun yang membalutkan baju di tubuhnya. Hati ini terasa ngilu, ngilu tak karuan dan air mata pun ingin tumpah begitu saja. Aku berempati padamu kawan, meski kamu tak akan merakan kekejaman mereka terhadapmu.
Keesokan harinya ku bertemu dengannya lagi, berbalut kain perca warna pink hanya di bagian kemaluan tapi dadanya di biarkan telanjang, hari itu ia mengenakan kaca mata mainan. Aku tak tau ulah iseng siapa lagi yang mendandani ia begitu dan yang memberi kain pink serta kaca mata itu? Hm...andai aku tahu ia tinggal dimana, ingin aku mengorek informasi tentangnya. Dan andai aku tahu harus kemana perlakuan tak adil terhadapnya itu mesti di adukan, aku akan berusaha memperjuangan perlindungan untuknya. Karena tak jarang juga ia mendapat perilaku penyimpangan seksual dari orang-orang di sekitarnya (orang normal yang tingkahnya seperti binatang).
Ya begitulah setiap kali ku berjumpa dengannya dan selalu ada yang berbeda dengan gaya nya, kini rambutnya semakin gondrong dulu masih pendek dan tetap kain yang terbalut di tubuhnya minim-minim dan selalu berubah-ubah. Sejak aku semester 1 hingga sekarang semester 4 ia tetap seperti itu, tidakkah ada orang yang mau memakaikan baju lengkap untuknya? Dimana keluarganya? Aku yakin ia berusia lebih muda di bawahku, seandainya ia dibersihkan dan dirapikan ia akan terlihat tampan karena ia masih sangat muda. Seharusnya ia bersekolah seandainya ia tidak mengalami gangguan jiwa. Tapi siapa mau peduli pada nasibnnya? Siapa yang akan mengobatinya? Apa fungsi RSJ di daerah? Apakah RSJ juga membutuhkan biaya banyak untuk orang gila dapat berobat disana? Haduh, orang gila itu jadi gila kebanyakan karena ekonomi kalau gila mau berobat juga pakek uang lagi semakin banyak orang gila berkeliaran atau di pasung di rumah kaya yang di TV itu dong.
Ini baru sebagian cerita kecil, masih banyak orang-orang yang memiliki penyakit jiwa yang berkeliaran di jalan-jalan. Mereka terancam mendapat kekerasan seksual atau bahkan dapat menjadi obyek mutilasi untuk keuntungan suatu pihak yang menurutku pihak ini lebih parah kegunjangan jiwanya daripada mereka yang berpenyakit jiwa. Beberapa waktu lalu aku melihat berita di TV, seorang wanita yang mengidap gangguan jiwa di pasung di rumah, tapi ia sempat hamil dan melahirkan berkali-kali dan anak-anaknya di titipkan di panti asuan, ada lagi wanita yang mengidap penyakit serupa melahirkan anak di kuburan, subbnallah meskipun anak itu di lahirkan oleh orang-orang yang sakit jiwanya tapi anak-anak itu aku lihat komentar di TV, mereka lahir dengan selamat dan sehat. Dan masih banyak berita-berita yang memberitakan hal semacam itu serta kejadian-kejadian yang tak terekspos media karena mungkin mereka golongan minoritas yang sering terlupakan oleh kita semua.
Masih banyak orang-orang yang menertawakan kekurangan orang lain semacam itu. Adakah orang yang masih mau perhatian deangan mereka, dan tidak mengganggap mereka hina sekalipun mereka berbahaya, tapi mereka itu tidak untuk di jauhi atau di asingkan dari pergaulan kita. Sekalipun keberadaan mereka pun tidak diakui sebagai subyek hukum. Pertanyaannya, apa solusi untuk mengurangi penderita gangguan jiwa? Adakah UU/peraturan pemerintah yang mengatur tentang mereka? Adakah TIM sukarelawan yang mau mengadakan pendampingan untuk pemulihan mereka? Adakah hal-hal semacam itu mendapat perhatian dari pemerintah dan masyarakat?
Saya pernah melihat berita di TV, ada tempat penampungan dan pemulihan orang-orang yamg menyandang gangguan jiwa di suatu daerah di jawa timur. Mungkin mereka sperti LSM dan di bantu oleh pemerintah daerah setempat untuk menciptakan rumah perlindungan bagi orang-orang yang menyandang penyakit jiwa. Di situ ia diberi pengobatan dan pembinaan, tak sedikit dari mereka sembuh dan dapat mengingat keluarganya kembali. Aku yakin tiap penyakit pasti ada obatnya jika masih ada orang yang mau peduli terhadap sakit mereka. Seharusnya tak perlu mereka jadi orang gila abadi samapai akhir hayat jika mereka mendapatkan perhatian dari masyarakat pada umumnya dan pemerintah pada khususnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar